| Artikel ini perlu diterjemahkan dari bahasa Melayu ke bahasa Indonesia. Artikel ini ditulis atau diterjemahkan secara buruk dari Wikipedia bahasa Melayu. Jika halaman ini ditujukan untuk komunitas bahasa Melayu, halaman itu harus dikontribusikan ke Wikipedia bahasa Melayu. Lihat daftar bahasa Wikipedia. Artikel yang sama sekali tidak diterjemahkan dapat dihapus secara cepat sesuai kriteria A2.
Jika Anda ingin memeriksa artikel ini, Anda boleh menggunakan mesin penerjemah. Namun ingat, mohon tidak menyalin hasil terjemahan tersebut ke artikel, karena umumnya merupakan terjemahan berkualitas rendah. |
Perjanjian Pangkor adalah perjanjian yang ditandatangani pada 20 Februari 1874. Perjanjian ini telah memberi kebenaran untuk Inggris mencampuri urusan negeri Perak - satu kesalahan yang telah dilakukan oleh Raja Abdullah Ibni Sultan Jaafar, tetapi telah disadari hanya setelah semuanya ditandatangani.
Campur tangan Residen Inggris telah menimbulkan rasa tidak senang di kalangan orang-orang Melayu, khususnya golongan istana yang merasa kuasa mereka telah hilang. Rasa tidak senang itulah yang membuka jalan nekad orang Melayu Perak bertindak. Tanpa takut dan gentar, mereka telah bersepakat membunuh JWW Birch yang akibatnya ialah Perak berhadapan dengan Inggris dalam peperangan hingga tahun 1876.
Banyak pahlawan negeri Perak yang terlibat dalam pembunuhan Birch telah ditangkap dan dihukum bunuh. Di antaranya Dato Maharaja Lela, Datuk Sagor, Si Puntum, Pandak Endut, Laksamana Mohamad Amin, Ngah Ibrahim dan lain-lain.
Walaupun pahlawan bangsa ini dapat dibunuh oleh Inggris, namun peristiwa Pasir Salak itu telah mengajarkan Inggris bahwa mereka tidak dapat mengambil mudah dan membodohi orang Melayu.
Inggris kemudian telah membuka lebih banyak tambang bijih timah di Perak dan ladang-ladang getah. Kota-kota baru telah muncul dengan pesatnya di Perak. Kemunculan kota-kota baru ini telah dengan sendirinya mengasingkan orang Melayu dari pembangunan.
Perak menikmati kemakmuran dari bijih timah lebih dari 100 tahun. Kemudian pada 1970, ekonomi Perak mulai menghilang dan hampir bangkrut, akibatnya kejatuhan harga bijih timah di pasaran dunia. Simpanan timah internasional telah melebihi tingkat yang dikehendaki hingga menyebabkan logam itu melebihi permintaan. Tauke tambang gelisah dan banyak penambang kehilangan pekerjaan. Situasi ini mengajarkan Perak dan Malaysia agar tidak bergantung kepada satu sumber ekonomi saja.