Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Pemungut cukai

Pemungut Cukai (bahasa Latin: publicanus) adalah istilah yang digunakan bagi orang yang bertugas mengumpulkan pajak dari masyarakat Yahudi untuk diserahkan kepada pemerintah Romawi di Israel sekitar abad pertama.[1] Dengan demikian, pemungut cukai adalah petugas pajak, dan merupakan salah satu jenis pekerjaan di masyarakat Yahudi waktu itu.[1] Akan tetapi, profesi pemungut cukai dipandang buruk oleh masyarakat Yahudi di sekitar mereka, bahkan cenderung dibenci oleh rakyat.[2] Alasan dibencinya para pemungut cukai setidaknya ada tiga:

  • Ditariknya pajak dibenci oleh rakyat sebab memberatkan mereka.[2]
  • Pemungut cukai menarik pajak untuk pemerintah Romawi yang dianggap musuh oleh rakyat.[2]
  • Cara yang digunakan para pemungut cukai sangat kejam dan tidak adil, karena itulah para pemungut cukai dikatakan sebagai orang berdosa.[2]
Zakheus si pemungut cukai oleh Niels Larsen Stevns

Di dalam injil-injil Perjanjian Baru, ada beberapa kali disebutkan mengenai para pemungut cukai dan pandangan negatif masyarakat Yahudi terhadap mereka.[2] Teks-teks injil yang berbicara mengenai pemungut cukai adalah kisah pemanggilan Lewi si pemungut cukai oleh Yesus untuk menjadi muridnya (Markus 2:13–17), kisah pertemuan Yesus dengan Zakheus si pemungut cukai (Lukas 19:1–10), dan perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai (Lukas 18:9–14).

Syarat-syarat pemungut cukai

Seorang pemungut cukai bukanlah orang sembarangan, sebab mereka perlu memiliki kemampuan menulis, membaca, dan berhitung.[3] Selain itu, mereka perlu memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan orang-orang, baik pejabat pemerintahan maupun rakyat biasa.[3] Karena mereka berasal dari masyarakat, mereka dituntut untuk tidak terlalu menindas rakyat mereka sendiri namun sekaligus menghindari dari pejabat pemerintah yang korup.[3] Meskipun demikian, para pemungut cukai tetap dianggap sebagai pengkhianat oleh masyarakat Yahudi, apalagi jika pemungut cukai terlalu berlebihan dalam menarik pajak untuk memperkaya diri mereka sendiri.[4]

Sistem Pengumpulan Pajak

Pajak merupakan salah satu pemasukan penting bagi pemerintahan Romawi.[5] Pajak-pajak tidak dikenakan kepada warga negara Romawi, melainkan dikumpulkan dari wilayah-wilayah taklukannya.[5] Pada awalnya, pemerintah Romawi mengumpulkan pajak melalui para pengusaha Romawi yang membayarkan pajak yang seharusnya dikumpulkan terlebih dulu, baru kemudian mengumpulkan uang dari masyarakat di provoinsi-provinsi taklukan.[5] Cara-cara yang mereka lakukan relatif bebas, yang penting uang pajak yang dibayarkan ke pemerintah dapat tertutup dan juga ditambah dengan keuntungan untuk mereka sendiri.[5] Di setiap kota dan desa, pengumpulan pajak dilakukan oleh agen-agen para pengusaha besar, yakni para pemungut cukai.[5] Pada masa kemudian, sistem tersebut diubah sehingga bukan pengusaha Romawi yang menarik pajak melainkan masing-masing provinsi atau kota yang mengambil alih tugas mengumpulkan pajak.[5] Dalam hal ini, pemerintah kota tetap menggunakan agen-agen yang sama yakni para pemungut cukai.[5]

Sebenarnya kewajiban masyarakat Yahudi membayar pajak kepada pemerintah asing bukanlah sesuatu yang baru, sebab telah ada sejak pemerintahan Babel, Aleksander Agung, Ptolemeus, dan Seleukid.[3] Akan tetapi, ketidakpuasan rakyat terhadap pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah Romawi amat tinggi.[3] Hal itu disebabkan karena beberapa hal.[3] Pertama, pemerintah Romawi dirasakan kurang menghargai tradisi Yahudi, tidak seperti penguasa asing lainnya.[3] Kedua, sistem yang digunakan oleh pemerintah Romawi amat memberatkan rakyat sebab membuka banyak kesempatan pejabat ataupun pemungut cukai untuk korupsi.[3] Sebagai contoh, rakyat Yahudi telah dibebani pajak sejumlah tertentu yang dibayarkan kepada pemerintah Romawi, namun pemerintah setempat ternyata mengambil pajak lebih besar dari seharusnya untuk mengisi kas mereka sendiri.[4] Belum lagi ada sejumlah uang di samping pajak, yang diambil oleh para pemungut cukai ketika menarik pajak dari masyarakat.[4] Sistem seperti ini berjalan karena tidak adanya pengawasan dari pemerintah Romawi.[4] Dengan demikian, yang menjadi korban terutama adalah masyarakat dari lapisan bawah Yahudi.[4]

Jenis-Jenis Pajak

Ada dua jenis pajak yang harus dibayarkan oleh penduduk taklukan Romawi, yakni pajak kepala (tributum capitis) dan pajak tanah (tributum soli).[3][5] Pajak kepala adalah pajak tahunan yang dikenakan kepada setiap laki-laki dan perempuan yang berusia di atas 12 tahun dan di bawah 65 tahun.[5] Kemudian, pajak tanah adalah pajak yang ditarik berdasarkan kualitas lahan dengan sistem prosentase, misalnya satu per sepuluh atau satu per dua belas dari keseluruhan hasil panen.[3] Selain dua pajak utama tersebut, masih ada bea terhadap barang-barang tertentu yang memakai transportasi laut dan darat, seperti pakaian, makanan, barang kerajinan, dan budak.[3]

Selain jenis-jenis pajak yang dibayarkan kepada pemerintah Romawi, masih ada satu jenis pajak yang dibayarkan orang-orang Yahudi ke Yerusalem setiap tahunnya untuk pemeliharaan Bait Suci.[4] Setelah kehancuran Bait Suci tahun 70 M, semua orang Yahudi diwajibkan membayar pajak khusus kepada pemerintah Romawi sebagai ganti pembayaran pajak ke Yerusalem.[5][3]

Referensi

  1. ^ a b (Inggris)Craig A. Evans. 2006. "The Life and Teaching of Jesus and the Rise of Christianity". In The Oxford Handbook of Biblical Studies. John M. Rogerson, Judith M. Lieu (Eds.). Oxford, New York: Oxford University Press. P. 306.
  2. ^ a b c d e (Indonesia)J.H. Bavink. 1975. Sejarah Kerajaan Allah Jilid 2A. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 159-160.
  3. ^ a b c d e f g h i j k l (Inggris)James W. Ermatinger.2006. Daily Life in the New Testament. Westport, Connecticut: Greenwood Press.
  4. ^ a b c d e f C. Groenen. 1984. Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 36-39.
  5. ^ a b c d e f g h i j (Indonesia)John Stambaugh, David Balch. 1997. Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 111-114.
Kembali kehalaman sebelumnya