Pesawat N-250 adalah pesawat penumpang sipil (airliner) regional komuter turboprop rancangan asli IPTN (Sekarang PT Dirgantara Indonesia,PT DI, Indonesian Aerospace), Indonesia. Menggunakan kode N yang berarti Nusantara menunjukkan bahwa desain, produksi dan perhitungannya dikerjakan di Indonesia atau bahkan Nurtanio, yang merupakan pendiri dan perintis industri penerbangan di Indonesia. Berbeda dengan pesawat sebelumnya seperti CN-235 di mana kode CN menunjukkan CASA-Nusantara atau CASA-Nurtanio, yang berarti pesawat itu dikerjakan secara patungan antara perusahaan CASA Spanyol dengan IPTN.
Pesawat ini merupakan primadona IPTN dalam usaha merebut pasar di kelas 50-70 penumpang dengan keunggulan yang dimiliki di kelasnya (saat diluncurkan pada tahun 1995). Menjadi bintang pameran pada saat Indonesian Air Show 1996 di Cengkareng. Namun akhirnya pesawat ini dihentikan produksinya setelah krisis ekonomi 1997. Rencananya program N-250 akan dibangun kembali oleh B.J. Habibie setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan perubahan di Indonesia yang dianggap demokratis. Namun untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan daya saing harga di pasar internasional, beberapa performa yang dimilikinya dikurangi seperti penurunan kapasitas mesin, dan direncanakan dihilangkannya sistem fly-by-wire.
Pertimbangan B.J. Habibie untuk memproduksi pesawat itu (sekalipun sekarang dia bukan direktur IPTN) adalah diantaranya karena salah satu pesawat saingannya Fokker F-50 sudah tidak diproduksi lagi sejak keluaran perdananya 1985, karena perusahaan industrinya, Fokker di Belanda dinyatakan gulung tikar pada tahun 1996.
Pada 21 Agustus 2020, pesawat ini menjadi salah satu koleksi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala.[1]
Pesawat ini menggunakan mesin turboprop Allison AE 2100 C berkapasitas 2.439 KW produksi perusahaan Allison Engine Company. Pesawat berbaling baling 6 bilah ini mampu terbang dengan kecepatan maksimal 610 km/jam (330 mil/jam) dan kecepatan ekonomis 555 km/jam yang merupakan kecepatan tertinggi di kelas turprop 50 penumpang. Ketinggian operasi 25.000 kaki (7.620 meter) dengan daya jelajah 1.480 km. (Pada pesawat baru, kapasitas mesin akan diturunkan yang akan menurunkan performa).
Berat dan Dimensi
- Rentang Sayap: 28 meter
- Panjang badan pesawat: 26,30 meter
- Tinggi: 8,37 meter
- Berat kosong: 13.665 kg
- Berat maksimum saat take-off (lepas landas): 22.000 kg
(Meski mesin N 250 diturunkan kemampuannya, dimensi tidak akan diubah)
Sejarah
Rencana pengembangan N-250 pertama kali diungkap PT IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia, Indonesian Aerospace) pada Paris Air Show 1989. Pembuatan prototipe pesawat ini dengan teknologi fly by wire pertama di dunia dimulai pada tahun 1992.
N-250 rencananya akan dibuat empat pesawat prototipe (prototype aircraft - PA) yaitu PA-1, PA-2, PA-3, dan PA-4. Akan tetapi hanya dibuat 2 pesawat prototip saja menyusul diberhentikannya program pengembangan.
- PA-1 dengan sandi Gatotkaca, 50 penumpang, terbang perdana (first flight) selama 55 menit pada tanggal 10 Agustus 1995.
- PA-2 dengan sandi Krincing Wesi, N250-100, 68 penumpang terbang perdana (first flight) pada tanggal 19 Desember 1996.
Saingan pesawat ini adalah ATR 42-500, Fokker F-50 dan Dash 8-300.
Pranala luar
- ^ Arief, Teuku Muhammad Valdy (ed.). "Pesawat N-250 Gatotkaca Tiba di Museum Dirgantara Mandala Yogyakarta". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-08-21.