Beberapa ahli sejarah mengatakan bahwa pada abad ke-13 dipastikan sudah ada sistem pemerintahan yang teratur di bawah pimpinan seorang raja. Kemudian, sumber-sumber tradisi lisan, yang sebagiannya masih terpelihara melalui "tutu maring usu-asa" (cerita asal usul) yang dikeramatkan, merupakan bahan berharga yang membantu memberikan penjelasan tentang sejarah, kebudayaan, dan pandangan dunia masyarakat Flores Timur.[4]
Mitos dalam ceritera rakyat menyebutkan bahwa kerajaan Larantuka semula didirikan oleh seorang tokoh perempuan bernama Watowele bersama suaminya Pati Golo Arakian yang berasal dari keturunan bangsawan dari pulau Timor dari kerajaan Manuaman Lakaan merupakan tokoh peranakan perempuan bangsawan Jawa dan juga bangsawan kerajaan Manuaman Lakaan Fialaran. Kerajaan itu semula lebih dikenal dengani kerajaan Ata Jawa sebelum akhirnya bernama Larantuka.[4]
Kerajaan Katolik Larantuka
Kerajaan Larantuka merupakan sebuah kerajaan yang berada di Nusa Nipa yang berarti Pulau Naga dalam bahasa lokal, sedangkan dalam bahasa Portugis disebut Cabo de Flores yang sekarang disebut sebagai Pulau Flores. Dalam buku "Nāgarakṛtāgama" dikatakan sebagai Galiyao yang disebut sebagai penghasil kayu cendana. Wilayah kekuasaannya hingga mencapai Adonara. dengan raja pertama yaitu bernama Lorenzo I.[4]
Sebagai kerajaan penting, interaksi dengan kerajaan-kerjaan lain bahkan negara lain pun terjadi. Larantuka yang sempat dipengaruhi ajaran Hindu dari Majapahit, lalu menjelma menjadi kerajaan Kristen-Katolik pertama di Nusantara. Faktor inilah yang memperkuat hubungan Larantuka dengan Portugis.
Geografis
Secara Geografis Kecamatan Larantuka berbatasan dengan:
Mayoritas penduduk Larantuka memeluk agama Kekristenan yakni 80,87%, dimana pemeluk agama Katolik sebanyak 74,65% dan Protestan 6,22%. Kemudian penduduk yang memeluk agama Islam sebanyak 18,92%, dan sebagian kecil memeluk agama Hindu 0,21%.[5]
Salah satu kegiatan keagamaan yang berada di Larantuka adalah ritual Semana Santa atau Sesta Vera. Pada puncak ritual Sesta Vera atau Jumat Agung, pintu kapel Tuan Ma dan juga kapel Tuan Ana (Patung Bunda Maria dan Patung Yesus Kristus) akan dibuka untuk umum sejak pukul 10 pagi, dan umat Katolik mulai berdatangan untuk berdoa mengenang Yesus.[6] Kegiatan ini telah menjadi kegiatan tahunan yang diadakan pada Jumat Agung, yang juga menjadi menjadi program wisata rohani unggulan di Nusa Tenggara Timur, dan di Flores Timur secara khusus.[6]