Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Kekristenan di Aceh

Gereja di Pantai Perak pada tahun 1899

Kristen merupakan agama minoritas kedua terbesar di Aceh yang dianut oleh 20.309 jiwa umat Kristen Protestan dan 2.315 jiwa umat Kristen Katolik. Total jumlah penduduk Aceh yang menganut Protestan dan Katolik adalah sebanyak 23.615 jiwa atau sekitar 1,01% dari 5.230.410 jiwa jumlah penduduk Aceh.[1] Sedangkan jumlah gereja tercatat sebanyak 184 gereja berdiri di seluruh Aceh. Gereja berdiri dari masuknya Bangsa Portugis, Belanda, Inggris dan misionaris Jerman di Tanah Batak.[2]

Sejarah

Tercatat bahwa Gereja Katolik Roma dari Ordo Karmel (Ordo Fratrum Ordinis Beatissimae Maria Virginis de Monte Carmelo) mula-mula mengadakan kontak dengan Indonesia pada tahun 1511 ketika dua anggota mereka, Dionisius dan Redemptus, ikut serta dalam suatu kelompok dagang Portugis mengunjungi Aceh dari Malaka. Keduanya tewas dibunuh dan Gereja Katolik menyatakan mereka sebagai martir dan diperingati setiap 29 November.[3]

Gereja

GPIB di Banda Aceh

Terdapat sebanyak 189 gereja protestan dan 19 gereja Katolik di seluruh Aceh dengan rincian[4]:

Penutupan gereja

Gereja Katolik Hati Kudus Banda Aceh

Pada tanggal 1, 3, 5 dan 8 Mei 2012 Tim Monitoring yang dibentuk oleh pemerintah Kabupaten Aceh Singkil melakukan penyegelan 20 rumah ibadah. Adapun daftar 20 rumah ibadah yang telah disegel tersebut terdiri dari 10 Gereja GKPPD, 4 Gereja Katolik, 3 Gereja Misi Injili Indonesia (GMII), 1 Gereja Huria Kristen Indonesia (HKI), 1 Gereja Jemaat Kristen Indonesia (JKI) dan 1 Rumah Ibadah Agama Lokal (Aliran Kepercayaan) Pambi.[5]

Pada hari Rabu, 18 Juli 2012 dini hari jemaat Gereja GKPPD Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil dikejutkan dengan asap hitam yang mengepul dari dalam gereja. Asap tersebut berasal dari api yang membakar beberapa kursi dan alat musik termasuk sound system, yang sudah mulai padam. Dalam ruangan gereja juga ditemukan jerigen yang berisi bensin sekitar 15 liter. Selain itu kaca jendela gereja juga pecah dan rusak. Fakta-fakta tersebut mengindikasikan bahwa upaya pembakaran gereja tersebut merupakan tindakan yang disengaja. Kejadian tersebut telah dilaporkan oleh Guru Huria (Vorhangeer – Majelis Gereja) dan jemaat GKPPD Gunung Meriah ke Polsek Gunung Meriah pada hari Rabu, 18 Juli 2012 sekitar pukul 09.00 wib. Garis Polisi (Police Line) terpasang di gereja yang mengakibatkan Jemaat tidak dapat melaksanakan Ibadah Kebaktian Minggu 22 Juli 2012 di gereja tersebut.[5]

Penyegelan tersebut dilakukan dikarenakan semua rumah ibadah tersebut berdiri secara ilegal. Di Aceh Singkil setidaknya terdapat 25 bangunan undung-undung (gereja kecil) yang berdiri tanpa memiliki izin. Menurut perjanjian yang disepakati pada tahun 1979 dan diperbaharui pada tahun 2001 lalu bahwa hanya boleh didirikan satu gereja dan empat undung-undung di Singkil. Sebelumnya pada tahun 2011 Departemen Agama Singkil juga pernah memberikan peringatan terhadap panitia pembangunan gereja yang tidak memiliki izin tersebut, namun peringatan tersebut tidak diindahkan sama sekali.[6]

Referensi

  1. ^ Sensus BPS 2010, Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut
  2. ^ Jumlah tempat ibadah menurut agama dan kabupaten/kota di Aceh tahun 2011
  3. ^ Sejarah Ordo Karmel di Indonesia: Provinsial Karmel Indonesia (1993), 70 Tahun Karmel Indonesia, 1923-1993.
  4. ^ "Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh". aceh.bps.go.id. Diakses tanggal 2022-07-28. 
  5. ^ a b "Pernyataan sikap Aliansi Sumut Bersatu". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-09-03. Diakses tanggal 2013-06-11. 
  6. ^ Kusumadewi, Anggi. "Akar Kerusuhan di Aceh Singkil Versi Bupati". CNN Indonesia. Diakses tanggal 2022-07-28. 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya