Hubungan Finlandia dengan NATOHubungan Finlandia dengan NATO adalah hubungan bilateral antara Republik Finlandia dengan organisasi aliansi militer NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) yang bekerja sama untuk bidang politik seperti keamanan dan pertahanan serta bidang militer. Finlandia sebagai bagian dari Uni Eropa menjalin hubungan diplomatik dengan NATO sejak tahun 1994. Isu-isu mengenai keanggotaan Finlandia telah dibangun sejak berakhirnya Perang Dingin (1991). Isu tersebut kembali diangkat pasca penyerangan Rusia ke Ukraina tahun 2022. Hingga pada 18 Mei 2022, Finlandia secara resmi melamar keanggotaan untuk bergabung dengan NATO sebagai tindakan antisipasi atas peristiwa Invasi Rusia ke Ukraina 2022 tersebut. Pengajuan tersebut berhasil membuat NATO melakukan penandatanganan protokol aksesi bagi Finlandia pada 5 Juli 2022.[1] Kerja samaSetelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, Finlandia tidak langsung menghadapi aneksasi seperti di negara-negara Baltik dan memiliki kebijakan netralitas tersendiri yang mereka pegang selama Perang Dingin. Finlandia adalah republik parlementer dengan kepala pemerintahan dipimpin oleh perdana menteri, dan kepala negara dipimpin oleh presiden.[2] Sebelum bergabung dengan aliansi militer NATO, Finlandia telah melakukan kerja sama dengan NATO baik untuk bidang pertahanan dan keamanan serta pelatihan militer selama beberapa dekade ke belakang. 1990an - 2000anPada 1 Januari 1995, Finlandia bergabung dengan Uni Eropa yang secara bersamaan melepaskan kebijakan kenetralannya secara de facto.[2] Pemerintah Finlandia kemudian mengungkapkan bahwa untuk kedepannya negara tersebut akan mematuhi kebijakan non-blok dan tidak menutup kemungkinan untuk membuat aliansi militer.[3] Di samping itu, Finlandia juga telah memutuskan untuk memperkuat hubungan dengan NATO. Pada Mei 1994, Finlandia bergabung dengan program Kemitraan untuk Perdamaian yang diprakarsai oleh NATO.[4] Selang tiga tahun kemudian, pada Mei 1997 Finlandia juga bergabung dengan Dewan Kemitraan Euro-Atlantik, yang mana kerja sama ini membawa Finlandia terlibat dalam misi menjaga perdamaian yang dipimpin oleh NATO untuk wilayah Bosnia, Kosovo dan Afghanistan.[5] Finlandia juga pernah terlibat dalam pasukan gabungan untuk menjaga pertahanan yang dibentuk oleh Uni Eropa. Pasukan tersebut terdiri dari 13 unit detasemen yang masing-masing memuat 1.500 tentara. Finlandia bergabung dengan dua unit, satu bersama dengan Jerman dan Belanda yang bertugas pertama kalinya pada awal 2007, satu unit lainnya bersama dengan negara-negara tetangga Nordik meliputi Swedia, Norwegia dan Estonia yang mulai aktif pada 2008. Empat dari lima negara mitra Finlandia tersebut merupakan negara-negara anggota NATO. Mereka termasuk Finlandia kemudian mengikuti latihan gabungan bertajuk manajemen krisis militer di Komando Transformasi, Norfolk, Virginia, yang dipimpin oleh Komando Pasukan Gabungan Amerika Serikat (USFJC).[3] 2010an - sekarangPada April 2014, Menteri Pertahanan Finlandia Carl Haglund memberi pernyataan bahwa negara tersebut sedang merundingkan MoU dengan NATO yang berisikan kesiapan Finlandia untuk menerima bantuan militer serta untuk membantu NATO dalam peraatan peralatan militer.[6] Perjanjian yang kemudian ditandatangani dan diresmikan pada September 2014, menghasilkan kesepakatan latihan gabungan antara NATO dengan Finlandia serta negara anggota NATO menawarkan bantuan dalam situasi seperti bencana dan ancaman terhadap keamanan negara.[7] Kemudian satu tahun berikutnya pada 2015, Finlandia berpartisipasi dalam Latihan Tantangan Arktik yang dikomando oleh NATO.[8] Pada Februari 2022, di saat ketegangan antara negara Barat dengan Rusia di Eropa sedang intens,[9] Finlandia mencerminkan hubungan dekatnya dengan NATO dengan menyepakati pembelian puluhan pesawat tempur F-35 dari Amerika Serikat,[10] yang mencakup perlengkapan perawatan, komponen suku cadang serta bantuan pelatihan. Keputusan tersebut berdasarkan pernyataan dari pemerintah Finlandia adalah bagian dari rencana jangka panjang untuk meningkatkan pertahanan negara semata dan tidak ada hubungannya dengan tanggapan terhadap konfrontasi yang sedang terjadi antara negara Barat dengan Rusia atas Ukraina. Selain pesawat jet, Menteri Pertahanan Finlandia Antti Kaikkonen juga menandatangani perjanjian pembelian peluru kendali surface to surface dari Lockheed seharga 75 juta euro atau sekitar 1,2 triliun rupiah,[11] dengan alasan untuk meningkatkan kinerja dan memperluas jangkauan sistem peluncuran roket beratnya.[12] Sejarah keanggotaanIsu awal bergabungnya Finlandia ke dalam keanggotaan NATO menjadi topik perdebatan ketika berlangsungnya pemilihan umum presiden Finlandia tahun 2006. Saat itu, kandidiat dari partai oposisi, Sauli Niinisto mendukung Finlandia untuk bergabung dengan NATO karena menurutnya dianggap lebih condong ke Eropa. Di pihak lawannya, Tarja Halonen dari Partai Sosial Demokrat menentang usulan tersebut dengan alasan bahwa keanggotaan NATO akan memperburuk hubungan Finlandia dengan Rusia.[13] Hingga ia terpilih kembali sebagai Presiden, yang pada akhirnya membuat usulan Finlandia bergabung ke NATO menjadi tertunda.[3] Pada Maret 2014, ketika peristiwa aneksasi Krimea oleh Rusia sedang berlangsung, survei terkait dukungan untuk aliansi dengan NATO hanyai mencapai 22 persen, sementara survei lainnya dengan catatan kesiapan dari pemimpin Finlandia, menunjukkan angka sebesar 53 persen.[14] Pada Januari 2022, menurut Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin, Finlandia masih akan tetap membuka opsi untuk mengajukan keanggotaan NATO.[15] Alasan opsi ini semakin diperkuat dengan adanya invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Febeuari 2022, meskipun Finlandia tidak menghadapi ancaman militer secara langsung.[16] Di lain pihak, menanggapi opsi Finlandia tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia mengancam Finlandia dan Swedia untuk bergabung ke dalam NATO dengan konsekuensi ketegangan militer dan politik. Meski demikian, hingga 1 Maret 2022, keputusan Finlandia belum mencapai konsensus akhir karena pertimbangan yang lain.[17] Jajak pendapat pasca invasi Rusia ke Ukraina menunjukkan adanya peningkatan dukungan untuk bergabungnya Finlandia dengan keanggotaan NATO yang signifikan,[18] dengan hasil pemungutan suara mencapai 50.000 tanda tangan.[19] Presiden terpilih Niinisto mengambil keputusan untuk segera mengajukan lamaran berdasarkan pertimbangan dari hasil tanda tangan tersebut.[20] Keputusan ini akhirnya didukung oleh Perdana Menteri Finlandia untuk dapat terlaksanakan dengan segera.[21] Proses ratifikasiPada 5 Juli, negara-negara sekutu NATO dengan suara setuju secara resmi mendukung Finlandia untuk bergabung menjadi bagian keanggotaan aliansi mereka dan protokol aksesi untuk Finlandia telah ditandatangani.[22] Hingga November, keanggotaan NATO yang telah melakukan proses ratifikasi untuk Finlandia baru mencapai 28 negara dari 30 negara anggota, dengan hanya menyisakan Hungaria dan Turki yang belum menuntaskan prosedur ratifikasi.[23] Pada 24 November 2022, Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban mengumumkan bahwa ia mendukung aksesi Swedia dan Finlandia ke NATO, dan menjanjikan Hungaria akan segera melakukan proses ratifikasi keanggotaan NATO untuk kedua negara tersebut pada Januari mendatang.[24] Proses ratifikasi diawali dengan kehadiran Finlandia dan Swedia sebagai anggota peserta di perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi NATO di Madrid pada 28 - 30 Juni 2022.[25] Negosiasi keanggotaan kemudian berlangsung pada 4 Juli 2022 dan pemberlakukan protokol aksesi ditandatangani di Brussel pada 5 Juli 2022.[22] Proses ratifikasi dilakukan oleh 30 anggota NATO lainnya terkecuali Hungaria dan Turki, dengan alasan Finlandia masiih memiliki urusan luar negeri dengan Turki yang belum diselesaikan.[26] Denmark menjadi negara pertama yang memberikan ratifikasi pada 7 Juni oleh Dewan Parlemen (Folketing),[27] disusul oleh Islandia di tanggal yang sama,[28] kemudian Norwegia pada 16 Juni di bulan yang sama oleh badan legislatif tertinggi.[29] Negara terakhir yang memberikan ratifikasi adalah Slowakia pada 27 September oleh Dewan Nasional negara tersebut.[30] Tanggapan negara lainJauh pada tahun-tahun sebelumnya, isu bergabungnya Finlandia ke NATO telah mendapatkan tanggapan yang kritis dari Rusia, dengan mempertimbangkan dampak yang akan terjadi pada hubungan antara Rusia dengan Uni Eropa dan NATO dari segala aspek.[31] Pasca Perang Rusia-Georgia 2008, Perdana Menteri Finlandia saat itu, Matti Vanhanen tidak berencana mengajukan keikutsertaan Finlandia ke dalam aliansi militer NATO dan lebih memilih untuk mempererat hubungan diplomatik dengan Rusia.[32] Pada salah satu surat kabar Finlandia edisi Juni 2014, memuat kutipan dari utusan ajudan Vladimir Putin, Sergey Alexandrovich Markov yang mengatakan bahwa masuknya Finlandia dalam keanggotaan NATO akan berakibat pada timbulnya Perang Dunia III dan Finlandia dicap sebagai "Russophobia."[33] Pada Juli 2016, Dalam kunjungan kenegaraannya ke Finlandia, Putin menyatakan bahwa Rusia akan meningkatkan jumlah pasukan di perbatasan Finlandia jika Finlandia bergabung dengan NATO,[34] yang mana Finlandia berbagi perbatasan darat sepanjang 1.340 kilometer dengan Rusia.[35] Referensi
|