Hind bint Abi Umayya, Hind al Makhzumiyah, Hind bint Suhayl, juga dipanggil Umm Salama (Ibu dari Salama bin Abdullah) (bahasa Arab: أم سلمة هند بنت أبي أمية) [1]
Setelah kematian Abdullah ibn Abdul Asad di Perang Uhud, dia juga dikenal sebagai Ayyin al-Arab - Mata Arab [butuh rujukan].
Biografi
Kehidupan awal
Ia adalah anak dari Bani Makhzum yang dipanggil Zad ar-Rakib karena kebaikannya kepada kabilah yang lewat. Nama aslinya adalah Hind dan ia termasuk dari orang yang diincar dan dianiaya oleh Quraisy.[2] Ibunya adalah Atikah binti Amir bin Rabi'ah dari Bani Firas bin Ghanam.
Suaminya syahid setelah terkena serangan yang ia terima ketika Perang Uhud. Ia memiliki empat orang anak dari Abdullah sebelum menikah dengan Muhammad.
Salamah bin Abdullah
Umar bin Abdullah
Zainab binti Abdullah
Durrah binti Abdullah
Ummu Salamah termasuk salah satu dari 14 wanita yang ikut perang Uhud sebagai asisten sahabat dan pejuang Nabi saw. Wanita yang ikut membantu Nabi di perang Uhud ialah Aisyah binti Abu Bakar, Shafiyyah binti Abdul Muthalib, Asma binti Abu Bakar, Fathimah az-Zahra binti Muhammad SAW, Nusaibah binti Ka'ab al-Anshariyyah, Khaulah binti Azwar as-Sulaimiyah, Suhailah binti Milhan al-Anshariyyah, Atikah binti Abdul Muthalib, Arwa binti Abdul Muthalib, Umamah binti Abdul Muthalib, Zainab binti Muhammad saw, Ummu Hakim binti Abdul Muthalib dan Rumaisah binti Milhan an-Najjariyah.
Setelah kematian Abdullah bin Abdul Asad, dia juga dikenal sebagai Ayyin al-Arab (Baca: ia yang kehilangan suaminya) [butuh rujukan]. Ia tak memiliki saudara dan keluarga di Madinah kecuali anak-anaknya, tetapi ia ditolong oleh Muhajirin dan Anshar. Setelah ia menyelesaikan masa 'Iddah-nya (ie. Masa menunggu bagi wanita yang baik dicerai atau meninggal, untuk kembali menikah) empat bulan dan 10 hari, Abu Bakar dan 'Umar mencoba melamarnya, tetapi ditolak oleh Umm Salama. Lalu Muhammad saw mencoba untuk melamarnya juga dan diterimanya. Umm Salama menikah dengan Muhammad ketika berusia 29 tahun.[3]
Setelah Rasulullah Saw wafat dan masa Tabi'in dan Tabi'ut tabi'in
Masa Khulafaur Rasyidin
Di masa khalifah Rasyidin, Ummu Salamah mendampingi anak dan cucunya. Putranya yang memiliki kelebihan ilmu Fiqih ialah Umar bin Abi Salamah. Sedangkan putrinya yang ahli fiqih ialah Zainab binti Abi Salamah. 2 Cucunya yang dikenal ahlul faqh yaitu Muhammad bin Umar bin Abu Salamah dan Abu Ubaidah bin Zainab binti Abu Salamah.
Ummu Salamah sebagai wanita juga turut bersedih atas terbunuhnya Umar bin Khattab di tangan Abu Lu'lu'ah. Utsman yang juga seorang yang dulu sempat dididik Ummu Salamah, wafat di tangan Khulaimin bin Tsabbab, seorang pemberontak. Ia juga sedih kembali saat masa Ali RA beretenis dengan Mu'awiyah dan Aisyah. Ia sedih juga saat Ali RA wafat ditangan Abdurrohman bin Muljam.
Masa Hasan, Mu'awiyah dan Husain
Setelah wafatnya khulafaur rosyidin, tersisa sahabat mulia seperti Muawiyah bin Abi Sufyan, Hasan bin Ali, Husain bin Ali, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah, Marwan bin Hakam, Ishaq bin Saad, Umar bin Sa'ad, Abdullah bin Amr bin Ash, Qais bin Sa'ad bin Ubadah dan sahabat wanita seperti Ummu Salamah sendiri, Zainab binti Abu Salamah, Durrah binti Abu Salamah, Zainab binti Ali dan Ummu Kultsum binti Ali. Saat itu, Hasan RA ditunjuk sebagai Khalifah ke 5 setelah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Namun, pendapat ini dinilai kurang baik bagi masyarakat Kufah karena keturunan Khalifah harus dipilih. Itu sebabnya Hasan mengundurkan diri dari jabatan berat ini. Ia ingin menjadikan Muawiah sebagai khalifah. Hasan menunjuk Muawiyah sebagai khalifah pada bulan ke 6. Hasan wafat pada tahun 56 H. Kemudian, Muawiyah wafat dan dimakamkan di Damaskus. Sebelum wafatnya Muawiyah, Muawiyah menunjuk Yazid sebagai khalifah. Namun, beberapa sahabat Nabi menolak dan menilai protes ke Muawiyah. Husain saat ini yang tersisa. Ummu Salamah mengasuh anak dan cucu Rasulullah SAW. Husain kemudian mendapat surat dari masyarakat Iraq, khususnya di Kufah.
Masa Yazid
Di masa Yazid, banyak memprotes dari kalangan Madani, Makki dan Sufi. Sementara masyarakat Syam, Kufah dan Basrah seperti Ubaidillah bin Ziyad dan Syamr bin Dzil Jausyan menginginkannya. Tahun 61 Hijriyah, Ahlu Bait Rasulullah SAW yang berjumlah 70 orang ini berangkat ke Kufah. Namun Abadillah, sebuah kelompok sahabat Nabi SAW bersedih, karena Abadillah faham akan karakter masyarakat Kufah yang sulit dipercaya. Ubaydilla bin Ziyyad, gubernur Iraq mengerahkan 5000 pasukan dibawah komando seorang pemberontak, yakni Syamr bin Dzil Jausyan. 2 pasukan kemudian tiba di Karbala, singkatan dari ardhu karbin wa bala yang artinya tanah ratapan dan bencana. 1 hari sebelum penyerangan, tanggal 9 Muharrom tahun 61 Hijriyah, sudah terjadi kesepakatan damai. Namun, 10 Muharrom berlanjut. Terjadi peristiwa Karbala.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 61 Hijriyah dan mengakibatkan gugurnya cucu Rasulullah SAW, Husain bin Ali. Keturunan keluarga Rasulullah SAW terancam. Sejumlah wanita dan satu-satunya putra Husain, yakni Ali bin Husain Zainal Abidin tidak lagi mendapat perlingungan dari siapapun. Di sinilah, Ummu Salamah dan keluarganya tegar membela Ahlul Bait. Padahal, Ubaidillah bin Ziyad, seorang gubernur lalim memerintahkan seluruh pria Ahlulbait dibunuh. Ummu Salamah sempat bersedih dan menjerit hingga pingsan. Rombongan ini dibawa ke Kufah. Masyarakat Kufah begitu bersedih. Ummu Salamah bertanya: "Untuk apa kalian sedih? Ini adalah akibat perbuatan kalian yang tidak bertanggung jawab kepada Ahlulbait Rasul SAW! Semoga Allah melaknat pemimpin kalian!". Saat di Kufah, Zainab binti Ali tegar membela keluarga Rasulillah SAW saat dihadapan gubernur yang lalim dan tidak bertanggung jawab, Ubaidillah bin Ziyad. Dia menjadi pelindung Allah SWT dan lainnya. Rombongan ini kemudian dipenjara selama 2 hari dan dibebaskan. Yazid menawarkan mereka tinggal di Mekah dan Madinah atau di Kufah. Mereka memilih tinggal di Madinah. Ummu Salamah wafat pada usia 84 tahun dan dimakamkan di Baqi, Madinah.