Hinduisme di Asia Tenggara
Agama Hindu di Asia Tenggara memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan budaya kawasan dan sejarahnya. Ketika aksara india diperkenalkan dari India, masyarakat Asia Tenggara memasuki zaman sejarah dengan membuat prasasti paling awal mereka sekitar abad ke-1 sampai ke-5 Masehi.[1] Peradaban Hindu juga mengubah dan membentuk konsep sosial dan status kenegaraan pemerintahan regional Asia Tenggara. Melalui pembentukan kerajaan-kerajaan bercorak India, pemerintahan pribumi kecil yang dipimpin oleh kepala suku kecil ditransformasikan menjadi kerajaan besar dan kekaisaran yang dipimpin oleh seorang maharaja dengan konsep keahlian negarawan mirip dengan yang ada di India. Agama ini melahirkan peradaban bekas Champa di bagian selatan Vietnam Tengah, Funan di Kamboja, Kekaisaran Khmer di Indochina, Kerajaan Langkasuka dan Kedah Lama di Semenanjung Malaya, Kerajaan Sriwijaya di Sumatra, Kerajaan Medang, Singhasari, dan Majapahit yang berpusat di Jawa, Bali, dan bagian-bagian dari Kepulauan Filipina. Peradaban India mempengaruhi bahasa, aksara, tradisi tertulis, kesusastraan, kalender, sistem kepercayaan, dan aspek artistik dari rakyat dan negara-negara ini.[2] SejarahZaman kunoCendekiawan India menulis mengenai Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di Jawa dan Sumatra sekitar tahun 200 SM. "Yawadvipa" disebutkan dalam epos paling awal India, Ramayana. Sugriwa, panglima tentara Rama mengirim anak buahnya ke Yawadvipa, Pulau Jawa, untuk mencari Sita.[3] Oleh karena itu, Jawa disebut di India dengan bahasa Sanskerta "yāvaka dvīpa" (dvīpa = pulau). Asia Tenggara sering dikunjungi oleh para pedagang dari India bagian timur, khususnya Kalingga, serta dari kerajaan-kerajaan di India Selatan. Kerajaan Tarumanagara yang bercorak India didirikan di Jawa Barat sekitar tahun 400-an, membuat prasasti-prasasti di antara yang paling awal dalam sejarah Indonesia. Ada pengaruh agama Buddha yang jelas mulai sekitar tahun 425 di wilayah ini. Sekitar abad ke-6, kerajaan bercorak India Kalingga didirikan di pantai utara Jawa Tengah. Nama kerajaan ini berasal dari Kalingga, pantai timur India.[4] Orang-orang pelaut Asia Tenggara ini terlibat dalam perdagangan yang luas dengan India dan Tiongkok. Yang menarik perhatian orang Mongol, Tiongkok, dan Jepang, serta para pedagang Islam, yang tiba di daerah Aceh Sumatra pada abad ke-12. Beberapa ilmuwan telah menunjukkan bahwa legenda Ikswaku dan Sumati mungkin berasal dari mitos Asia Tenggara tentang kelahiran manusia dari labu pahit. Legenda Sumati, istri Raja Sagar, menceritakan bahwa dia menghasilkan keturunan dengan bantuan labu pahit.[5] Lihat jugaBacaan lebih lanjut
Referensi
Pranala luar
|