Eni S.p.A. (pelafalan dalam bahasa Italia:[ˈɛːni]) adalah sebuah perusahaan minyak dan gas multinasional yang berkantor pusat di Roma. Dianggap sebagai salah satu dari tujuh perusahaan minyak "superbesar" di dunia,[2] Eni beroperasi di 66 negara[3] dengan kapitalisasi pasar sebesar US$36,08 milyar, hingga tanggal 31 Desember 2020.[4] Pemerintah Italia memegang 30,33% saham emas perusahaan ini, dengan 4,37% saham emas dipegang melalui Kementerian Keuangan, sementara sisanya dipegang melalui Cassa Depositi e Prestiti.[5] Perusahaan ini merupakan salah satu komponen dari indeks pasar sahamEuro Stoxx 50.[6]
Nama "ENI" awalnya merupakan akronim dari "Ente Nazionale Idrocarburi" (Dewan Hidrokarbon Nasional). Namun, beberapa tahun setelah didirikan, dewan tersebut telah beroperasi di sejumlah bidang, seperti kontraktor, tenaga nuklir, energi, pertambangan, bahan kimia dan plastik, permesinan distribusi dan pemurnian/ekstraksi, industri penyantunan, serta bahkan industri tekstil dan berita.
Pada tahun 2020, Eni menempati peringkat ke-113 dalam daftar Fortune Global 500[7] dan peringkat ke-24 dalam sektor energi.[8] Pada daftar Forbes Global 2000 tahun 2020, Eni menempati peringkat ke-468.[9]
Sejarah
1950-an – 1960-an
Eni didirikan pada tahun 1953 dari perusahaan yang telah ada sebelumnya, yakni Agip, yang dibentuk pada tahun 1926 untuk mengeksplorasi ladang minyak serta mengakuisisi dan mengkomersialisasi minyak dan turunannya.[11][12]
Pada bulan Maret 1953, Enrico Mattei dilantik sebagai chairman Eni.[13][14]
Eni awalnya merupakan akronim dari Ente Nazionale Idrocarburi (Dewan Hidrokarbon Nasional).[15]
Namun pada tahun 1995, nama perusahaan ini resmi disingkat menjadi Eni saja.[16]
Pada tahun 1952, logo Eni resmi ditetapkan. Logo tersebut menampilkan anjing berkaki enam, untuk menyimbolkan jumlah roda mobil dan kaki pengemudinya.[17][18]
Mulai tahun 1954, Eni mengakuisisi sejumlah hak eksplorasi di Afrika Utara, meneken sebuah perjanjian dengan pemerintah Mesir yang dipimpin oleh Nasser, sembari menyediakan peran yang setara dan aktif untuk negara penghasil minyak melalui pendirian perusahaan patungan.[15][19]
Pada tahun 1957, Eni mengajukan perjanjian serupa, yang dikenal sebagai "formula Mattei",[20][21] untuk diteken bersama Shah Persia, Mohammad Reza Pahlavi dan National Iranian Oil Company.[22][23][24]
Pada tahun 1960, selama Perang Dingin, Eni meneken sebuah perjanjian dengan Uni Soviet untuk dapat mengimpor minyak mentah dari Rusia dengan harga murah.[25][26]
Pada tanggal 27 Oktober 1962, pesawat terbang yang ditumpangi oleh Enrico Mattei meledak di dekat Bascapè, saat sedang terbang dari Catania ke Milan.[27][28]
Kematian Mattei awalnya dianggap sebagai sebuah kecelakaan, namun kemudian dikonfirmasi bahwa kecelakaan tersebut telah direncanakan untuk melindungi dan menyembunyikan kepentingan politik dan ekonomi di Italia dan luar Italia, sebagaimana yang dijelaskan oleh jurnalis Mauro De Mauro, yang menginvestigasi kematian Enrico Mattei.[29]
Beberapa tahun kemudian, Eni meneken kontrak joint venture dengan sejumlah perusahaan asing agar dapat memasok minyak mentah dari Mesir ke Iran dan dari Libya ke Tunisia.[30]
Pada tahun 1963, Eni mengakuisisi mayoritas saham Italgas.[31]
1970-an – 1980-an
Pada bulan Oktober 1973, pasca Perang Yom Kippur dan embargo OPEC[32][33] terhadap Amerika Serikat dan Belanda, krisis minyak parah pun terjadi,[34] sehingga memaksa Eni untuk mengkonsolidasi posisinya di pasar internasional dengan meneken perjanjian dengan Sonatrach,[35]badan usaha milik negara Aljazair yang bergerak di bidang gas alam.[36]
Pada tahun 1974, Eni meneken perjanjian dengan pemerintah Libya, yang kemudian disusul dengan penjanjian dengan Mesir, Nigeria, dan Tunisia.[37][38][39][40]
Selama pertengahan dekade 1970-an, Eni merencanakan sebuah infrastruktur besar untuk mengangkut gas alam dalam jarak jauh, dengan membangun sebuah jaringan pipa sepanjang ribuan mil di seantero Eropa dan Mediterania.[41][42][43]
Setelah meluncurkan Jalur Pipa Trans-Mediterania yang menghubungkan Aljazair ke Sisilia melalui Tunisia,[44] Eni meneken perjanjian baru dengan Libya untuk dapat mengeksploitasi Boùri,[45] ladang minyak terbesar di tengah Mediterania,[46] dan mengembangkan eksistensi internasionalnya di industri minyak.[47]
Eni Indonesia Ltd
Eni mulai beroperasi di Indonesia sejak tahun 2000. Aktivitas produksinya dikonsentrasikan di pulau Kalimantan di Blok Sanga-Sanga PSC dimana Eni memiliki 37,81% saham dengan sisanya dimiliki oleh Virginia Indonesia Co (VICO). Area tersebut terutama memproduksi gas alam yang hasilnya dikirimkan ke PT Badak NGL, sebuah pabrik penghasil Liquid Natural Gas dan Liquid Petroleum Gas di Bontang.
Aktivitas eksplorasi Eni difokuskan di lepas pantai (laut dalam) Kalimantan Timur. Eni memiliki participating interest di delapan lokasi di dua cekungan minyak Kutai dan Tarakan. Empat lokasi (Muara Bakau, Ambalat, Bukat dan Bulungan) dimiliki dengan persentase 41.25% hingga 100%, sedangkan empat lainnya (Ganal, Rapak, Popodi, Papalang) dengan persentase 20% hingga 37.8%.
^"Research Library". bakerinstitute.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 May 2013.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"The 70s/80s". eni.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 August 2011.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"ENI (Agip) Bouri". FMC Technologies. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 October 2015. Diakses tanggal 8 August 2013.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)