El Niño–Osilasi Selatan (bahasa Inggris: El Niño–Southern Oscillation, ENSO) adalah variasi angin dan suhu permukaan laut di wilayah tropis belahan timur Samudra Pasifik yang ireguler dan berkala. ENSO berpengaruh terhadap cuaca di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis Bumi. Periode panasnya disebut sebagai El Niño sementara periode dinginnya disebut La Niña. "Osilasi Selatan" (bahasa Inggris: Southern Oscillation) merupakan fenomena atmosfer yang menyertai perubahan suhu permukaan air laut. Tekanan udara permukaan yang tinggi dan rendah masing-masing menyertai El Niño dan La Niña.[1][2] Periode El Niño dan La Niña masing-masing berlangsung selama beberapa bulan untuk beberapa tahun dengan intensitas yang bervariasi.[3]
Konsep
ENSO merupakan sebuah fenomena iklim yang secara berkala berfluktuasi di antara tiga fase yaitu netral, La Niña, dan El Niño.[4] El Niño dan La Niña membutuhkan perubahan kondisi baik di samudra maupun di atmosfer untuk terjadi.[4]
Arus Humboldt bergerak ke arah utara dari Samudra Selatan, umumnya membawa air dengan suhu yang relatif rendah, melewati pesisir barat Benua Amerika Selatan menuju wilayah tropis di sekitar daerah Peru tempat terjadinya upwelling.[5][6] Di sepanjang garis khatulistiwa, angin pasat menyebabkan arus laut di bagian timur Samudra Pasifik menggerakkan air bersuhu rendah di dalam lautan menuju ke permukaan. Fenomena ini menyebabkan suhu air di permukaan laut menurun.[6] Dengan pengaruh angin pasat, arus air laut kemudian bergerak ke arah barat di sepanjang khatulistiwa dan perlahan dipanasakan oleh sinar Matahari.[5] Akibat itu, suhu permukaan air laut di bagian barat Samudra Pasifik pun menjadi lebih panas sebanyak kurang lebih 8–10 °C daripada air di bagian timur Samudra Pasifik.[5] Wilayah samudra yang lebih panas ini menyebabkan terjadinya konveksi yang menghasilkan awan yang menimbulkan hujan.[6] Selama periode El Niño, air laut yang dingin hanya sedikit atau bahkan tidak ada seiring air di bagian tengah dan timur Samudra Pasifik memanas bersama dengan air di bagian barat.[5]
Sirkulasi Walker disebabkan oleh gaya gradien tekanan yang berasal dari satu area tekanan udara tinggi di wilayah timur Samudra Pasifik dan satu area tekanan udara rendah di wilayah Arkipelago Indonesia. Selama periode musim panas belahan Bumi utara, Sirkulasi Walker di wilayah tropis Samudra Hindia menyebabkan berhembusnya angin barat di permukaan sementara di Samudra Pasifik dan Atlantik berhembus angin timur. Suhu dari ketiga samudra tersebut pun menjadi tidak simetris. Wilayah khatulistiwa dari Samudra Pasifik dan Atlantik pun memiliki suhu permukaan yang dingin di bagian timur sementara di Samudra Hindia, air yang lebih dingin berada di bagian barat.[7] Perubaan suhu permukaan tersebut terjadi juga bersamaan dengan perubahan dari posisi kedalaman termoklin.[8]
Perubahan gerakan Sirkulasi Walker terjadi bersamaan dengan perubahan suhu permukaan. Perubahan tersebut dapat terjadi akibat faktor eksternal seperti perubahan musim dengan gerak semu Matahari. Perubahan gerakan Sirkulasi Walker juga dapt terjadi akibat hubungan timbal balik antara samudra dan atmosfer. Sebagai contoh, angin timur menyebabkan suhu permukaan laut di bagian timur mendingin. Wilayah timur yang semakin dingin membuat angin timur berhembus semakin kencang. Variasi kondisi angin timur tersebut memicu lebih banyak upwelling dan membuat termoklin di wilayah timur naik dan suhu permukaan pun semakin dingin yang meningkatkan efek pendinginan awal dari angin selatan sebelumnya. Keterikatan antara samudra dan atmosfer ini pertama kali diajukan oleh meteorologJacob Bjerknes. Dari sudut pandang oseanografi, wilayah yang dingin di sekitar khatulistiwa tersebut disebabkan oleh angin timur. Jika iklim Bumi di sekitar khatulistiwa itu simetris, angin lintas khatulistiwa akan menghilang dan wilayah dingin akan lebih lemah dan memiliki struktur yang sangt berbeda daripada apa yang ada kini.[9]
Sirkulasi Walker untuk periode selain El Niño berada sebagai angin timur di permukaan yang menggerakkan air laut dan udara yang dihangatkan oleh Matahari menuju ke barat. Upwelling pun terjadi di perairan Peru dan Ekuador. Air bersuhu rendah yang naik ke atas mengandung banyak nutrien yang kemudian meningkatkan populasi ikan.[10] Wilayah khatulistiwa Samudra Pasifik bagian barat dicirikan oleh suhu airnya yang hangat, atmosfer yang basah, dan tekanan udara yang rendah. Kelembaban yang terakumulasi menimbulkan taifun dan badai petir. Samudra Pasifik pun lebih tinggi sekitar 60 sentimeter (24 in) di bagian barat akibat dari pergerakan ini.[11][12][13][14]
Efek di Indonesia
Selain memberikan kerugian, El Niño juga memberikan keuntungan pada Indonesia. Contohnya, ikan tuna di Pasifik bergerak ke timur. Namun, ikan yang berada di Samudra Hindia bergerak masuk ke selatan Indonesia. Hal itu karena perairan di timur samudera ini mendingin, sedangkan yang berada di barat Sumatra dan selatan Jawa menghangat. Hal ini membuat Indonesia mendapat banyak ikan tuna dan ikan tuna pada daerah Indonesia bagian timur memiliki ukuran yang sangat besar jika dibandingkan dengan di daerah lain.[butuh rujukan]
^Xie, S.-P. (1998). "Ocean–Atmosphere Interaction in the Making of the Walker Circulation and Equatorial Cold Tongue". Journal of Climate. 11 (2): 189–201. doi:10.1175/1520-0442(1998)011<0189:OAIITM>2.0.CO;2.