Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Depresiasi

Depresiasi, penyusutan, atau susut nilai (bahasa Inggris: depreciation) dalam akuntansi adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya.[1] Penyusutan termasuk ke dalam biaya pada bisnis atau proyek yang tidak berbentuk tunai. Penyusutan merupakan hal penting dalam ekonomi teknik karena di Indonesia, Ditjen Pajak mengizinkan alokasi depresiasi sebagai pengurang laba. Hal ini berkaitan dengan jumlah pajak terutang di akhir periode pajak yang harus dibayarkan oleh pemilik bisnis atau penanggung jawab proyek sebagai wajib pajak. Depresiasi diakibatkan oleh aset yang mengalami kondisi fisik menurun dan terjadi keusangan seiring dengan berjalannya waktu.[2]

Faktor

Suatu depresiasi sangat dipengaruhi oleh 4 faktor berikut:[3]

  1. Harga perolehan merupakan uang yang perusahaan keluarkan untuk mendapatkan suatu aktiva agar bisa dipakai perusahaan dan memberikan manfaat tertentu bagi perusahaan.
  2. Nilai residu merupakan estimasi total yang akan diterima jika aset dijual, ditukarkan, atau cara-cara lain saat aset tersebut tak dapat dipakai lagi. Nilai sisa sudah termasuk perhitungan pengurangan biaya-biaya yang terjadi selama masa penggunaan.
  3. Estimasi masa manfaat adalah perkiraan usia kegunaan suatu aktiva. Estimasi ini dapat dinyatakan dalam satuan waktu, satuan jam kerja, ataupun satuan hasil produksi yang disesuaikan dengan pertimbangan masing-masing perusahaan.
  4. Pola pemakaian adalah sebuah pola pemakaian yang kerap kali diabandingkan dalam menjumlahkan total beban depresiasi periode.

Pengaturan

Biaya depresiasi periode berjalan dapat diatur menjadi lebih rendah dibandingkan biaya depresiasi periode sebelumnya. Perusahaan melakukannya dengan mengganti umur ekonomis aktiva tetap bersangkutan menjadi lebih panjang. Perubahan secara langsung akan membuat laba periode bersangkutan menjadi lebih besar dibandingkan laba sesungguhnya. Sementara rekayasa manajerial dengan mengubah nilai aktiva tetap dengan melakukan revaluasi relatif jarang digunakan sebab revaluasi bukan proses yang mudah dilakukan perusahaan. Selain itu, perusahaan juga dapat mempermainkan nilai residu aktiva tetap, yaitu nilai sisa yang diperkirakan masih melekat dalam suatu aktiva tetap tertentu pada saat dihentikan pemakaiannya. Hingga nilai residu akan dikurangkan dari nilai aktiva tetap sebelum aktiva tetap bersangkutan didepresiasi. Dengan mengubah-ubah nilai residu perusahaan juga dapat mempermainkan besar kecilnya laba periode berjalan. Apabila perusahaan menginginkan labanya Iebih tinggi maka perusahaan dapat mengecilkan biaya depresiasi dengan membuat nilai residu aktiva tetap Iebih besar. Sebaliknya, apabila perusahaan menginginkan labanya Iebih rendah maka perusahaan dapat membuat biaya depresiasi lebih besar dengan mengganti nilai residu aktiva tetapnya menjadi lebih kecil. Upaya-upaya dilakukan untuk dipraktikkan oleh perusahaan dengan syarat harus diungkapkan secara jelas dalam laporan keuangan.[4]

Metode

Penerapan depresiasi akan memengaruhi laporan keuangan, termasuk penghasilan kena pajak suatu perusahaan.

Depresiasi garis lurus

Metode yang paling mudah dan yang sering digunakan untuk menghitung penyusutan aset adalah metode penyusutan garis lurus. Tapi selain itu, ada pula metode penghitungan lain yang bisa juga digunakan, seperti metode penyusutan dipercepat, penyusutan jumlah angka tahun, dan saldo menurun ganda. Depresiasi garis lurus adalah metode depresiasi di mana nilai aset tetap disusutkan secara merata selama masa manfaat aset tersebut dengan tanpa nilai sisa. Sebagai contoh aset tetap berupa properti, pabrik, dan peralatan. Istilah garis lurus berasal dari fakta bahwa beban penyusutan yang terjadi setiap tahun, jika digambarkan sebagai grafik garis dari waktu ke waktu, maka akan terlihat seperti garis lurus.[5]

Metode Garis-lurus:

Saldo menurun berganda

Metode saldo menurun berganda merupakan salah satu metode depresiasi yang diperbolehkan menurut aturan perpajakan. Pada metode saldo menurun berganda, beban depresiasi mengalami perubahan setiap tahunnya. Awal masa manfaat beban depresiasi cenderung lebih besar, kemudian akan semakin kecil setiap tahunnya sampai akhir masa manfaat suatu aset tetap. Hal ini berdasarkan aset tetap akan lebih besar beban penggunaannya pada awal masa manfaatnya dan cenderung semakin kecil beban penggunaannya seiring bertambahnya umur penggunaan aset tetap.[6]

Jumlah angka tahun

Metode jumlah angka tahun tidak diperbolehkan menurut aturan perpajakan. Akan tetapi metode ini diperolehkan menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia sebagai organisasi profesi yang berwenang dan bertanggungjawab pada pelaksanaan pelaporan keuangan perusahaan di Indonesia. Sama seperti pada metode saldo menurun berganda, metode jumlah angka tahun memiliki beban depresiasi yang berbeda setiap tahunnya. Awal masa manfaat beban depresiasi cenderung lebih besar, kemudian akan semakin kecil setiap tahunnya sampai akhir masa manfaat suatu aset tetap.[6]

Dana Cadangan

Asumsi yang digunakan pada metode dana cadangan yaitu penurunan nilai aset akan semakin cepat dari suatu waktu ke waktu berikutnya. Pada metode ini, besarnya depresiasi akan meningkat seiring dengan tingkat bunga yang berlaku. Besarnya depresiasi pada tahun-tahun awal akan lebih kecil karena adanya penerapan konsep nilai waktu dari uang.[7]

Unit produksi

Metode unit produksi merupakan salah satu metode untuk menghitung depresiasi dengan anggapan bahwa suatu aset dapat memberikan manfaat dalam bentuk unit produksi tertentu. Asumsi yang digunakan pada metode unit produksi yaitu depresiasi atau penyusutan bukan berdasarkan waktu penggunaan aset, melainkan berdasarkan produktivitas aset. Suatu aset akan mengalami penyusutan berdasarkan jumlah output yang dihasilkan atau input yang digunakan.[7]

Referensi

  1. ^ Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16 (revisi 2007), Ikatan Akuntan Indonesia, per 1 Juli 2009, Jakarta: Salemba Empat, hal. 16.2.
  2. ^ Ibrahim, Muhammad Faisal; Rinienta, Mira (2020). Ekonomi Teknik. Jakarta: Penerbit Andi. hlm. 151. ISBN 978-623-01-0418-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-16. Diakses tanggal 2021-11-29. 
  3. ^ CIQaR, Dr Christian Herdinata, S. E. , M. M. , CFP® , QWP® , CRP® , AEPP® , CIQnR; CDMP, Fransisca Desiana Pranatasari, S. E. , M. M. (2020). Aplikasi Literasi Keuangan Bagi Pelaku Bisnis. Yogyakarta: Deepublish. hlm. 66. ISBN 978-623-02-2178-1. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-16. Diakses tanggal 2021-11-29. 
  4. ^ Sulistyanto, Sri (2008). Manajemen Laba (Teori & Model Empiris). Jakarta: Grasindo. hlm. 199. ISBN 978-979-025-559-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-16. Diakses tanggal 2021-11-29. 
  5. ^ "Apa itu Metode Depresiasi Garis Lurus? Definisi dan penjelasannya". Cerdasco. (dalam bahasa Inggris). 2019-09-09. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-10-29. Diakses tanggal 2020-10-26. 
  6. ^ a b Azis, Muh Irfandy (2021). Matematika Bisnis Untuk Pemula. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press. hlm. 54. ISBN 978-623-264-258-4. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-16. Diakses tanggal 2021-11-29. 
  7. ^ a b Lestari, Endah Rahayu; Citraresmi, Ardaneswari D. P.; Ardianti, Friska Lutfiana (2019-08-31). Ekonomi Teknik: Teori dan Aplikasi. Malang: Universitas Brawijaya Press. hlm. 91–92. ISBN 978-602-432-809-2. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-16. Diakses tanggal 2021-11-29. 
Kembali kehalaman sebelumnya