Batara Cingkarabala adalah putra bungsu Prabu Patanam, raja Dahulagiri, sebuah kerajaan tua yang hanya muncul pada era Kedewataan. Ia merupakan saudara kembar dari Batara Balaupata. Bersama kakaknya,ia adalah dewa raksasa penjaga pintu surga.
Pada masa itu diceritakan bahwa udara masih segar, manusia belum banyak dan hubungan antara manusia dan raksasa sangat dekat dengan para dewa di Kahyangan. Cingkarabala dan Balaupata berwujud Raksasa kembar, bersama Lembu Nandini dan Lembu Nandana. Suatu saat, Cingkarabala dan Balaupata bersama Lembu Nandini dan Lembu Nandana merencanakan untuk menyerbu Kahyangan.
Namun rencana tersebut didengar oleh Batara Surya, dewa matahari. Kemudian Batara Surya melaporkannya kepada Batara Guru yang saat itu masih belum lama menjabat sebagai raja Tribuana dan belum mengalami kelumpuhan. Batara Guru lalu meminta petunjuk kepada Sang Hyang Tunggal, pemomong para dewa. Sang Hyang Tunggal menyarankan Batara Guru untuk mencegah rencana putra-putra Dahulagiri tersebut. Batara Guru lalu turun untuk mendatangi Dahulagiri.
Pada saat itu Batara Guru sendirian dari puncak Gunung Mahameru, dan langsung mememui putra-putra raja Dahulagiri tersebut untuk mengingatkan mereka agar membatalkan rencana mereka untuk menyerbu Kahyangan. Namun apa yang dilakukan Batara Guru itu justru membuat putra-putra raja Dahulagiri marah dan kemudian mereka menantang Batara Guru untuk berperang. kemudian Batara Tejamaya (Togog) dan Batara Ismaya (Semar) yang mengetahui hal tersebut akhirnya menyusul Batara Guru untuk meredakan suasana yang panas.