Berita palsu di Amerika SerikatBerita palsu di Amerika Serikat mulai tersebar secara luas sejak awal abad ke-19 M melalui jurnalisme kuning. Namun istilah berita palsu (fake news) baru dimasukkan ke dalam leksikon bahasa Inggris di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 M. Penyebaran berita palsu skala besar di Amerika Serikat terjadi pada tahun 1835 melalui Kebohongan Bulan Besar yang dilakukan oleh Richard Adam Loche selaku redaktur surat kabar The New York Sun. Penyebaran berita palsu secara meluas juga terjadi di Amerika Serikat akibat persaingan pemberitaan antara surat kabar New York Journal dan surat kabar New York World pada akhir dasawarsa 1890-an dengan metode jurnalisme kuning. Di Amerika Serikat, jurnalisme kuning telah menjadi tradisi pemberitaan yang berlanjut hingga awal abad ke-20 M. Penanganan berita palsu di Amerika Serikat telah dilakukan oleh Kongres Amerika Serikat sejak akhir abad ke-18 melalui pengesahan Undang-Undang Pendatang Asing dan Penghasutan pada tahun 1798 M. Namun tidak ada undang-undang di Amerika Serikat yang secara langsung atau secara khusus mengatur tentang berita palsu. Perlawanan terhadap berita palsu di Amerika Serikat hanya dilakukan dengan litigasi pencemaran nama baik yang harus disertai dengan pembuktian kelalaian penerbit berita palsu. Tanggung jawab atas berita palsu berlaku bagi penerbit berita palsu yang asli maupun yang menyebarkan ulang berita palsu tersebut secara sadar. TerminologiPada akhir abad ke-18 M, istilah fake yang berarti palsu baru mulai dikenal sebagai salah satu kosakata dalam bahasa Inggris. Berita palsu telah mulai menyebar sejak penemuan mesin cetak pada tahun 1439 M, namun istilah fake news (berita palsu) baru mulai digunakan untuk merujuk kepada kebohongan yang dicetak oleh mesin cetak menjelang abad ke-19 M. Di Amerika Serikat, istilah fake news (berita palsu) baru dimasukkan dalam leksikon bahasa Inggris pada akhir abad ke-19 M.[1] PenyebaranPada awal abad ke-19 Masehi, dalam media pemberitaan di Amerika Serikat muncul jenis jurnalisme yang disebut jurnalisme kuning. Kemunculan jurnalism kuning merupakan akibat dari persaingan antara para penyedia berita dalam kecepatan penyajian berita paling cepat dan memperbanyak jumlah pembaca dan pengiklan. Jurnalism kuning mengakibatkan berita-berita palsu disebarkan kepada masyarakat di Amerika Serikat secara terus-menerus selama awal abad ke-19 M.[2] Pada tahun 1835, terjadi pemalsuan berita yang disebut Kebohongan Bulan Besar dan berdampak kepada meningkatnya jurnalisme kuning. Pelaku Kebohongan Bulan Besar ialah redaktur surat kabar The New York Sun yang bernama Richard Adam Loche. Surat kabar The New York Sun menerbitkan sebanyak artikel berseri sebanyak 6 artikel. Pada artikel-artikel tersebut, terdapat ilustrasi hasil pengamatan yang menampilkan kelelawar berukuran besar yang sedang mengumpulkan buah dan melakukan percakapan di Bulan bersama makhluk berkulit biru menyerupai kambing. Di dalam artikel-artikel tersebut, dinyatakan bahwa pengamatan tersebut dilakukan oleh John Herschel yang merupakan astronom asal Inggris melalui observatorium miliknya di Cape Town, Afrika Selatan. Masyarakat Amerika Serikat awalanya mempercayai isi dari keenam artikel tersebut, sehingga membuat percetakan harian dari surat kabar The New York Sun mengalami peningkatan dari 8.000 eksemplar menjadi 19.000 eksemplar. Setelah keenam artikel tersebut telah dinyatakan sebagai berita palsu, The New York Sun tidak pernah menarik peredaran dari keenam artikel tersebut. Kebohongan Bulan Besar menjadikan jurnalisme kuning semakin berkembang di Amerika Serikat.[2] Surat kabar telah beredar secara luas di Amerika Serikat sejak tahun 1860. Selama Perang Saudara Amerika (1861–1865), berita perang mulai disebarkan secara massal oleh para wartawan perang. Penggunaan telegraf selama masa perang telah mempercepat pengiriman informasi.[3] Jurnalisme kuning semakin populer pada akhir 1890-an sejak surat kabar New York Journal yang dimiliki oleh William Randolph Hearst bersaing secara sengit dengan surat kabar New York World yang dimiliki oleh Joseph Pulitzer.[1] Kedua surat kabar ini bersaing dalam meningkatkan jumlah pembaca berita di Amerika Serikat dengan menggunakan taktik sensasionalisme dan pemberitaan tentang skandal. Masing-masing surat kabar menghasilkan cerita-cerita rekaan yang telah dimanipulasi.[3] Pada akhir abad ke-19, jurnalisme kuning di Amerika Serikat menyajikan informasi mengenai pandangan, kebijakan, tindakan, kepribadian, dan kehidupan politikus dan juru bicara yang berasal dari suatu partai politik. Bagi pihak yang didukung, berita menyajikan tentang preferensi dan identitas sosial yang menyenangkan pendukung partai politik. Sedangkan berita yang salah atau berita sepihak dibuat disertai gambar dan kutipan palsu untuk mengurangi kewibawaan lawan politik dengan cara menyesatkan pikiran pembaca berita.[4] Di Amerika Serikat, jurnalisme kuning telah menjadi tradisi pemberitaan yang berlanjut hingga awal abad ke-20.[4] Sebelum penyusunan kode etik jurnalistik yang pertama di Amerika Serikat pada awal dasawarsa 1920-an, media massa masih memuat berita palsu dalam media cetak tanpa adanya verifikasi fakta dengan cepat.[1] PenangananPenanganan berita palsu di Amerika Serikat telah dilakukan oleh Kongres Amerika Serikat sejak akhir abad ke-18. Pada tahun 1798, Kongres Amerika Serikat mengesahkan Undang-Undang Pendatang Asing dan Penghasutan pada tahun 1798. Salah satu tujuan pengesahan Undang-Undang Pendatang Asing dan Penghasutan untuk menyatakan bahwa berita yang mengandung kebohongan tentang Pemerintah Federal Amerika Serikat merupakan kejahatan yang pelaku penyebarnya harus diberi hukuman.[5] Di Amerika Serikat, tidak ada undang-undang yang secara langsung atau secara khusus mengatur tentang berita palsu.[6] Jalur hukum utama yang digunakan untuk melawan berita palsu di Amerika Serikat hanya berupa litigasi pencemaran nama baik. Pengajuan tuntutan hukum yang tersering terhadap penerbit berita palsu di Amerika Serikat ialah dalam kasus pencemaran nama baik.[7] Kasus pencemaran nama baik melalui berita palsu di Amerika Serikat berlaku atas penerbit asli maupun penerbit lain yang menyatakan bahwa pernyataan berita tersebut berasal dari diri sendiri. Berdasarkan kondisi tersebut, siapa saja yang mengulang berita palsu atas kesadaran diri sendiri, memiliki tanggung jawab yang sama seperti penerbit asli berita palsu tersebut dalam kasus pencemaran nama baik.[8] Di sisi lain, individu yang menggugat penerbit berita palsu dalam kasus pencemaran nama baik harus membuktikan kelalaian penerbit berita palsu yang berupa pernyataan yang disengaja atau pernyataan yang diketahui kesalahannya.[8] Selain itu, penindakan secara hukum atas suatu publikasi palsu yang merugikan pejabat publik dan tokoh masyarakat hanya dapat dilakukan jika penerbit publikasi memiliki pengetahuan tentang kepalsuan atau mengabaikan kebenaran secara sembrono.[9] ReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
|