Yogie Achmad Ginanjar
KarierAwal mula (2004-2017)Yogie lulus cum laude dari jurusan Seni Lukis, Institut Teknologi Bandung, pada tahun 2006.[2] Karyanya sudah dikoleksi sebelum ia lulus kuliah. Pameran kolektif pertamanya pada tahun 2004 diselenggarakan oleh GALI (Gabungan Anak Lukis Indonesia), sebuah kolektif seni berbasis di Bandung. Aminuddin Siregar bertindak sebagai kurator dalam pameran ini. Di awal kariernya, Yogie mengaku terinspirasi oleh Orientalism oleh Edward Said, sebuah kritik mengenai oposisi biner cara pandang dunia barat memandang dunia timur. Ia sangat terpengaruh oleh seni Renaisans yang mementingkan penyampaian figur manusia. Tema serta gaya visual ini dibawanya hingga tahun 2017.[2] Pengaruh Islam (sejak 2017)Sejak kematian ayahnya pada tahun 2013, Yogie mulai banyak mempelajari agama Islam. Studinya mengenai agama Islam kemudian mengarah pada kesimpulan larangan penggambaran makhluk hidup. Dalam sebuah wawancara dengan Sarasvati, Yogie mengakui bahwa studi Islamnya melalui berbagai ustadz berpengaruh pada keputusan seninya. Ia juga membatalkan sebuah pameran tunggal karena alasan ini, akan tetapi membiarkan lukisannya yang sudah dikirim ke Sovereign Asian Art Prize 2017, Absorption 7, tetap tayang.[2] Sebagai kelanjutan dari pengaruh Islam pada karya-karya Yogie ini, ia memutuskan untuk berpindah ke gaya abstrak. Pameran kolektif yang ia ikuti pada tahun 2018, Interlude, menampilkan karya-karya abstrak yang terinspirasi dari hal-hal keseharian.[3] Di tahun 2020, ketika Yogie berpameran di Sakarsa Art Space, karyanya menggambarkan gambar kepala surealis René Magritte yang ditempatkan di atas latar belakang kaligrafi.[4] PenerimaanSebuah karya Yogie berjudul Absorption 7 memenangkan hadiah pemilihan publik di Sovereign Asian Art Prize, 2017.[3][5] Pranala luarReferensi
|