William Soerjadjaja (20 Desember 1922 – 2 April 2010) adalah seorang pengusaha Indonesia yang menjadi terkenal karena suksesnya membangun PT Astra International Tbk, sebuah perusahaan besar di Indonesia. William dikenal dengan sebutan "Om William".[1]
Masa kecil
William dilahirkan dengan nama Tjia Kian Liong, sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Namun di antara saudara-saudaranya, ia adalah anak laki-laki yang pertama.
Kedua orangtuanya meninggal pada waktu ia berusia 12 tahun. Ayahnya meninggal dunia pada Oktober 1934, disusul oleh ibunya pada Desember 1934. William, dalam usia yang masih sangat muda, melanjutkan usaha ayahnya, berjualan hasil bumi. Ia tampaknya mewarisi bakat dagang ayahnya.
Sewaktu bersekolah di HCZS (Hollands Chinesche Zendingsschool) di Kadipaten Majalengka, pada masa penjajahan Belanda, ia sempat tidak naik kelas. Namun karena ketekunannya, ia berhasil melanjutkan pendidikannya ke MULO di Cirebon. Namun kembali ia tinggal kelas. Dari pelajaran-pelajaran yang diberikan di sekolah, William paling menyukai pelajaran ekonomi dan tata buku. Dengan kedua pelajaran inilah ia membangun seluruh usahanya.
Menikah dan berkeluarga
William kemudian pindah ke Kota Bandung, disana ia bertemu dengan jodohnya, Lily Anwar (1924–2021) dan mereka menikah pada 15 Januari 1945.[1] Pernikahan mereka berlangsung dengan sangat sederhana.[1]
"Kami ke kantor catatan sipil naik becak. Kami menikah tanpa dihadiri tamu undangan. Kami pun hanya mengenakan baju biasa saja. Benar-benar sangat sederhana. Tidak ada tukang potret yang hadir, itu sebabnya kami tidak punya potret pernikahan. Setelah selesai nikah, kami pulang ke Jalan Merdeka naik becak lagi," begitu kisah William.[1]
Pernikahan ini dikaruniai empat orang anak, yaitu Edward Soeryadjaja (22 Mei 1947), Edwin Soeryadjaya (17 Juli 1949), Joyce (14 Agustus 1951), dan Judith (14 Februari 1953).[1]
Belum dua minggu menikah, William berangkat untuk belajar di Belanda untuk mempelajari ilmu penyamakan kulit.[2] Ia lalu mendirikan pabrik penyamakan kulit pada tahun 1949.[2] Tahun 1948, ketika Edward lahir, kedua pasangan ini hidup dengan berjualan kacang dan rokok yang dikirim dari Bandung.[1] Mereka hidup dengan penuh perjuangan, kerja keras, dan doa. Dalam kehidupan yang sangat sederhana, mereka masih dapat menyewa satu kamar di sebuah hotel di Amsterdam.[1]
Pola hidup hemat ini tampak jelas ketika pada suatu kali keluarga muda ini pergi ke Basel, Swiss. Dalam perjalanan yang berlangsung satu minggu itu mereka hanya hidup dengan roti, bubur, dan susu untuk berhemat.[1]
Bulan Februari 1949 keluarga William kembali ke Indonesia.[1]
Mendirikan Astra
Pada tahun 1957, William bersama adiknya, Tjia Kian Tie, dan temannya, Lim Peng Hong serta Teddy Thohir, mendirikan PT Astra yang belakangan berkembang menjadi PT Astra Internasional. Astra awalnya memasarkan minuman ringan dan mengekspor hasil bumi. Usaha otomotif dimulai pada tahun 1968-1969. Saat itu Astra mulai mengimpor truk dan dalam waktu 13 tahun saja, sudah 72 perusahaan yang bernaung di bawah bendera grup itu. Pada akhir tahun 1992, jumlah perusahaannya sudah mencapai sekitar 300 buah, bergerak di berbagai sektor: otomotif, keuangan, perbankan, perhotelan dan properti.
William selalu mengutamakan pengembangan kemampuan dan peningkatan pendidikan sumber daya manusia. Hal ini dijalankannya dalam berbagai program pelatihan dan beasiswa untuk karyawan. Pada tahun 1970-an, banyak karyawannya yang dikirimnya ke Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang untuk belajar.
William tidak membeda-bedakan karyawannya. Di Astra, banyak tenaga kerja pribumi yang dipekerjakannya, dari tingkat karyawan biasa hingga pimpinan. Ini merupakan wujud kecintaan dan kebanggaannya sebagai orang Indonesia.
William sangat mengutamakan nilai-nilai naluri, loyalitas, dan rasa percaya dalam merekrut karyawan. Karyawan dipacu untuk mengembangkan kreativitas mereka dengan menghargai inovasi bisnis mereka untuk diuji coba.
Pada 1992-1993 Astra sempat jatuh ketika bisnis Edward Soerjadjaja, anak sulungnya, ambruk. William pun terpaksa melepaskan banyak sahamnya di PT Astra sebagai bentuk tanggung jawab pribadinya dan pengorbanannya demi anaknya. William menjalani semuanya dengan pasrah dan penyerahan. Belakangan William berhasil bangkit lagi. Ia membeli 10 juta saham PT Mandiri Intifinance dan berinvestasi dalam pengembangan usaha petani kecil serta usaha-usaha kecil dan menengah.
Sebagai pengusaha sukses, William mendapatkan banyak penghargaan dan pengakuan dari dalam maupun luar negeri.
Akhir hayat
| Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya. (April 2010) |
William meninggal dunia pada tanggal 2 April 2010 pukul 22.43 di RS Medistra, Jakarta Selatan, Indonesia setelah sebelumnya beberapa kali dirawat karena sakit.[2][3][4] William terakhir dirawat pada tanggal 10 Maret dan sejak 1 April dia dirawat di Unit Rawat Intensif (ICU).[2] Sedangkan istrinya, Lily Anwar, meninggal dunia pada tanggal 29 Juni 2021 pukul 01.40 di usia 97 tahun.[5]
Referensi
Pranala luar