Watugong adalah sebuah nama desa di wilayah Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Sejarah
Pada masa pemerintahan Kerajaan Sikka dibawah Pimpinan Raja Don Yosefus Thomas Ximenenes da Silva, wilayah yang dikenal dengan nama Watugong termasuk dalam wilayah Hemente Wetakara di bawah pimpinan Kapitan Gregorius Geo. Wilayah Watugong saat itu terdiri dari Nagameting, Brai, Kloangkoja dan Teteng. Untuk menggambarkan posisi masyarakat setempat sering melatunkan dalam bentuk ungkapan: Brai Wain Nata Ulu (di depan), Teteng Gahar Bero Aning (di tempat yang tinggi), Kloangkoja Ligen Loran (di tengah). Batas wilayah Watugong pada waktu itu samapi dengan Kededue. Pada masa itu, ketiga kampung ini ditempatai hanya beberapa keluarga yang dipimpin oleh kepala kampung. Kebanyakan masyarakat yang lain tinggal dipedalaman yang dikenal dengan Brai Natargu, Teteng Natargu, Kloangkoja Natargu.
Pada tahun ± 1920 Raja Thomas memerintahkan Kapitan Pau untuk menghimbau kepada para kepala kampng untuk kembali menetap di kampung masing-masing.
Ketika sistem pemerintahan kerjaan dihilangkan, pada tahun 1958 dibentuklah Kabupaten Sika dengan beberapa kecamatan dan desa gaya baru, maka kepala-kepala kampung dihilangkan dan digantikan dengan kepala dusun dan kemudian dibentuklah RT/RW.
Seiring dengan terbentuknya desa, maka dilakukanlah pemilihan kepada desa, dan terpilihlah kepala Desa Pertama yaitu Bapak Thomas Lelang dengan sekretaris desanya adalah Bapak Yohanes Lirong.
Setelah kepala Desa terpilih, digelarlah musyawarah desa untuk memberi nama desa. Ada beberapa aspirasi yang muncul. Masyarakat Brai ingin memberi nama Habi Heret, sedangkan masyarakat Teteng mengusulkan nama Watugong. Dari dua nama tersebut maka dipilihlah nama Watugong.
Nama Watugong mengandung muatan mistis-filosofis. Konon pada zaman dahulu masyarakat sering mendengar adanya bunyi gong dan suara yang memberi pengumuman kepada mayarakat untuk berkumpul. Isi pengumuman tersebut adalah: “ Oeh...rene le herin, wawa herin, mogan Sawe ma utun lau tadat Teteng ”. Munculya suara gong itu terdengar diujung kampung Teteng dan sekitarnya. Bunyi gong itu sering terdengar oleh masyaraakt tetapi tidak pernah terlihat siapa orang yang memukul Gong dan memberi pengumuman tersebut. Dan ketika masyarakat mendatangi tempat dari mana asal suara Gong dan pengumuman tersebut, tidak diterlihat seorang pun, kecuali daerah cadas dan bebatuan. Karena masyarakat sering mendengar suara Gong itulah akhirnya masyarakat menamai tempat itu Watugong.
Watugong dipilih sebagai nama desa karena diyakini tempat itu bertuah dan akan memberikan keberuntungan kepada masyarakat yang menempatinya. Selain itu pemberian nama Watugong juga memiliki makna untuk mempersatukan masyarakat dan pemimpinnya.
Desa ini memiliki jumlah 2.494 Jiwa terdiri dari 1.176 Laki-laki, 1.318 Perempuan. Sebagian besar penduduknya bersuku daerah Flores. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian petani. Di desa ini rencananya dibangun tempat penampungan air.
Potensi yang dimiliki oleh Desa Watugong mendapatkan perhatian khusus dari berbagai pihak. Diantaranya, pada tahun 2016 mendapat kunjungan dari Ekspedisi Nusantara Jaya 2016 sebanyak 9 (sembilan) orang. diantaranya: Rumanti Wasturini (Bogor), Sonya Yunike Manafe(Kupang), Mikaela Clarissa Yempormase (Bandung), Ananias Bees (Soe), Amsal Pasi (Kupang), Fathur Dopong (Kupang), Chrisone Jeremi Faber Silalahi (Bekasi), Mikael Ricardus Sengi (Flores- Maumere).
Referensi
Pranala luar