Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

 

Ume Tua

Ume Tua merupakan bangunan tradisional yang menjadi rumah tempat tinggal bagi suku Dawan di Nusa Tenggara Timur. Istilah Ume Tua terdiri dari dua kata yakni Ume yang berarti rumah dan tua yang memiliki arti tempat tinggal. Sejak tahun 2010, Ume Tua yang menjadi bagian dari arsitektur tradisional Nusa Tenggara Timur telah dimasukkan ke dalam pencatatan Warisan Budaya Takbenda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan nomor registrasi 2010000034.

Jenis

Ume Tua dapat memiliki sejumlah nama lain berdasarkan status sosial yang dimiliki oleh pemilih rumah. Adapun jenisnya ada tiga yakni:[1]

1. Sonaf atau ume Usif. Kedua istilah tersebut memiliki arti sebagai istana yakni rumah tempat tinggal bagi raja

2. Ume To Ana'. Istilah To Ana' sendiri memiliki arti rakyat yang mengartikan rumah tersebut adalah rumah tempat tinggal bagi rakyat biasa.

Struktur

Bentuk

Secara umum, rumah tinggal suku Dawan memiliki bentuk bundar. Rumah dengan bentuk bundar ini memiliki arti ume Khubu. Luas bangunan rumah tinggal suku Dawan tergantung pada kebutuhan dan status sosial ekonomi pemiliki rumah.

Atap

Rumah suku Dawan yang berbentuk bundar sangat berpengaruh terhadap bentuk atapnya. Atap rumah tersebut menjadi berbentuk kerucut. Puncak atap sendiri memiliki dua bentuk yakni Buat yang memiliki arti sanggul wanita, dan Ba'i berarti palungan terbaik. Rumah yang memiliki puncak atap berbentuk palungan disebut juga sebagai Ume Ba'i.

Tiang

Tiang yang digunakan dalam rumah tinggal suku Dawan memiliki bentuk bulat. Material untuk tiang harus menggunakan bahan yang kuat dan berteras. Adapun jenis kayu yang seringb digunakan untuk sebagai bahan untuk tiang tersebut adalah kayu kme ( kayu merah), hu'e (kayu putih), matani ( kayu marambi), kiu tias (teras asam), ayo tias (teras kasuari), dan kiu tias (teras asam). Tiang digunakan harus memiliki dua cabang atau disebut ma'tola. Pemilihan kayu bercabang dua tersebut bertujuan untuk mempermudah peletakkan balok-balok atau kbarf. Besar tiang sendiri disesuaikan dengan beban muatan yang akan disimpan di dalam loteng dan luasan fondasi.

Rumah tinggal suku Dawan biasanya memiliki empat tiang induk terapat yang letaknya berada di tengah dan dikelilingi oleh tiang-tiang pendek. Tiang induk yang berjumlah empat buah tersebut memiliki makna yang menggambarkan empat penjuru mata angin serta melambangkan empat nenek moyang. Sedangkan, keberadaan tiang-tiang kecil dianggap sebagai lambang dari keluarga yang berkembang dari keempat nenek moyang.

Lantai

Lantai rumah tinggal suku Dawan menggunakan tanah dengan bentuk datar dan bulat. Ukuran lantai sangat tergantung pada ukuran rumah. Dalam proses pembangunannya, sebelum membuat lantai dilakukan terlebih dahulu pengaturan batu-batu fondasi di sekeliling lantai. Setelah fondasi terbentuk, lantai kemudian ditimbun setinggi batu fondasi. Selanjutnya, dilakukan perataan menggunakan batu-batu ceper. Suku Dawan memiliki kepercayaan khusus terhadap bentuk lantai yang datar dan bulat. Kondisi lantai tersebut melambangkan kelurusan hati yang tidak memiliki lekak lekuk yang disimbolkan sebagai hambatan dalam hidup.

Rujukan

  1. ^ Kana, Christoffel. Abu, Rifai. (1986). Arsitektur tradisional daerah Nusa Tenggara Timur. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. OCLC 568703791. 
Kembali kehalaman sebelumnya