Suku Kaipuri atau Miobo adalah kelompok etnis yang mendiami pulau Kurudu di teluk Cenderawasih, Papua. Kaipuri merupakan salah satu dari dua kelompok etnis yang mendiami pulau Kurudu, selain suku Kurudu.
Suku Kaipuri merupakan keturunan orang Biak yang bermigrasi dari pulau Biak ke pulau Kurudu, dan mereka menempati sebelah selatan pulau.[1] Saat ini, suku Kaipuri dan Kurudu telah disatukan dan kemudian dikenal sebagai orang Miobo.[2]
Sejarah
Laurens Tanamal menyaksikan berbagai peristiwa dan hal-hal yang terjadi di pulau Kurudu pada tahun 1900-an. Dalam otobiografinya ditulis:[1]
"Het eiland Koeroedoe ligt tussen Jappen en de Waropenkust. Er zijn twee behoorlijke dorpen nl. Koeroedoe in het noorden en Kaipoeri in het zuiden. De oorspronkelijke bewoners verblijven in het eerstgenoemde dorp; ze zijn afkomstig van het eiland zelf en hebben zich vermengd met mensen van Jappen en Waropen. De mensen van Kaipoeri zijn in hoofdzaak van Biak afkomstig. Alleen de oorspronkelijke bevolking kent het pottenbakken en beoefent behoorlijk de landbouw, terwijl de Biakkers hun producten ruilen tegen zeeproducten. Het karakter van de beide groepen loopt ook zeer uiteen. Terwijl de bewoners van Koeroedoe vreedzaam zijn, ontstaat er onder die van Kaipoeri altijd onenigheid; het zijn echte ruziemakers. Hoewel het dorp Kaipoeri maar klein is, kwam er onderling vaak moord voor. Zelf maakte ik menigmaal mee, dat de mensen van Koeroedoe door hen lastig gevallen werden. In 1936 was er nog een volslagen oorlogstoestand tussen de beide dorpen. Gelukkig hoorde ik het tijdig en ging er dus op af. Staande tussen de beide partijen, probeerde ik het ergste af te wenden. Het gelukte toen om de partijen vrede te laten sluiten, maar dat was slechts tijdelijk. Steeds komt de tegenstelling tussen beiden scherp uit en het doet veel kwaad". Tulis Kamma, dalam buku De Roepstem volgend autobiografie van Goeroe Laurens Tanamal.
Diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia: "Pulau Kurudu terletak di antara Yapen dan Pantai Waropen. Ada dua desa yang layak, yaitu Kurudu di utara dan Kaipuri di selatan. Penduduk asli tinggal di desa yang disebutkan pertama; mereka berasal dari pulau itu sendiri dan telah bercampur dengan orang-orang dari Yapen dan Waropen. Penduduk Kaipuri sebagian besar berasal dari Biak. Hanya penduduk asli yang mengetahui tembikar dan mempraktikkan pertanian dengan baik, sedangkan orang Biak menukarkan produk mereka dengan produk laut. Karakter kedua kelompok ini juga sangat berbeda. Sementara penduduk Kurudu damai, perselisihan selalu muncul di antara penduduk Kaipuri; mereka adalah pejuang sejati. Meskipun desa Kaipuri kecil, saling membunuh sering terjadi. Saya sendiri sering mengalami orang Kurudu diganggu oleh mereka. Pada tahun 1936, masih terjadi perang besar-besaran antara kedua desa. Untungnya saya mendengarnya tepat waktu dan melakukannya. Berdiri diantara kedua sisi, saya mencoba untuk menghindari yang terburuk. Para pihak kemudian berhasil berdamai, tapi itu hanya sementara. Kontras antara keduanya selalu tajam dan sangat merugikan."
Meskipun suku Kaipuri dan Kurudu tinggal dalam satu pulau, namun masih saja ada pertikaian diantara mereka sendiri yang dipicu oleh banyak hal dalam internal kampung. Kehidupan masyarakat Kurudu-Kaipuri sebenarnya sudah lama di dokumentasikan oleh banyak orang asing. Pulau ini menjadi tempat persinggahan oleh banyak penjelajah bahkan menjadi salah satu basis perdagangan di waktu lampau. Beberapa catatan orang Belanda, banyak menyebutkan pulau itu dalam bahasa Belanda sebagai eiland Koeroedoe, sehingga pulau ini sudah sangat dikenal dan tidak asing bagi para pelancong pada masa itu. Pulau Kurudu dikenal sebagai pulau yang sulit ditaklukkan, manbri-manbri mereka sangat berbahaya, ganas, dan punya banyak taktik. Sehingga di wilayah perairan Teluk Cenderawasih, mereka merupakan orang-orang perkasa yang patut diperhitungkan dan diwaspadai oleh suku-suku tetangga.[1]
Referensi
Daftar pustaka