Struktur protein adalah susunan tiga dimensi atom-atom dalam molekul protein. Secara kimiawi, protein merupakan polimer yang disusun dari monomer asam amino melalui ikatan peptida sehingga dapat disebut juga sebagai polipeptida. Namun, protein bisa disusun dari satu rantai (molekul) polipeptida saja atau gabungan dari beberapa polipeptida. Struktur protein terdiri dari empat tingkatan: primer, sekunder, tersier, dan kuartener.
Satu molekul protein sendiri dapat terbentuk dari puluhan hingga ribuan asam amino. Berdasarkan ukuran fisiknya, protein digolongkan sebagai nanopartikel karena memiliki ukuran partikel pada rentang 1–100 nm. Sejumlah protein juga dapat berkumpul menjadi strukur yang sangat besar, misalnya mikrofilamen yang terdiri dari ribuan molekul protein aktin.
Penelitian tentang struktur protein telah menarik perhatian para ilmuwan, baik dalam bidang kimia maupun dalam bidang biologi. Beberapa bahkan dianugerahi Penghargaan Nobel atas penemuan mereka dalam penentuan struktur protein,[1][2][3] metode-metode dalam penentuannya,[4][5][6] dan bahkan prediksinya.[7]
Tingkatan struktur protein
Struktur protein terdiri dari empat tingkat yang dikarakterisasi oleh ikatan-ikatan yang membentuknya.
Empat tingkatan struktur protein
Struktur primer
Struktur primer protein merupakan urutan asam amino di dalam satu rantai polipeptida. Struktur ini dibangun dari ikatan pepitda yang terbentuk saat sintesis protein di makhluk hidup. Kedua ujung rantai tersebut memiliki gugus fungsional yang berbeda, yakni gugus amino (-NH2) dan gugus asam karboksilat (-COOH). Oleh karena itu, kedua ujung tersebut disebut sebagai terminus karboksil (C-terminus) dan terminus amino (N-terminus). Urutan asam amino selalu dimulai dari N-terminus dan gugus di sini tidak terikat ikatan peptida.
Struktur primer protein ditentukan oleh gen yang bersesuaian dengan protein tersebut. Misalnya, protein β-galaktosidase yang dihasilkan bakteri Escherichia coli berasal dari gen lacZ dalam bakteri tersebut. Urutan nukleotida dalam sebuah segmen DNA makhluk hidup ditranskripsi menadi mRNA lalu dibaca oleh ribosom dalam proses translasi untuk membuat protein. Struktur primer yang pertama ditemukan adalah struktur insulin oleh Frederick Sanger yand diterbitkan pada 1951 dan 1953.[8][9] Penemuannya ini mengkonfirmasi bahwa protein terdiri dari urutan asam amino yang khas. Atas penemuannya ini pula, beliau dianugerahi Penghargaan Nobel Kimia tahun 1958.[1]
Urutan sebuah protein bersifat unik untuk protein tersebut dan juga membawa informasi mengenai struktur dan fungsi protein tersebut. Urutan protein ini dapat diperoleh melalui beberapa metode, seperti metode degradasi Edman atau spektrometri massa. Hanya saja, urutan protein umumnya ditentukan langsung dari gen yang bersesuaian dengan berdasarkan kode genetik (kodon). Modifikasi pasca-translasi, seperti fosforilasi dan glikosilasi, juga sering dianggap sebagai struktur primer.
Heliks alfa
Struktur sekunder
Struktur sekunder protein merupakan penataan residu asam amino dalam satu rantai polipeptida pada lokasi yang berdekatan (lokal). Tipe utama struktur sekunder protein adalah heliks alfa dan lembaran beta, yang keduanya diajukan oleh Linus Pauling pada 1951.[10] Struktur sekunder ini dibangun dari ikatan hidrogen antara asam amino yang terletak di tulang belakang rantai polipeptida. Residu asam amino dalam protein memiliki sudut dihedral yang khas, sudut ψ dan φ, yang membuatnya dapat membentuk struktur sekunder protein. Tidak semua kombinasi dapat menghasilkan geometri yang tepat, karena sudut-sudut tersebut harus dapat membentuk protein dengan jumlah ikatan hidrogen maksimum. Kombinasi yang tepat telah divisualisasikan pada plot Ramachandran dan plot tersebut adpat digunakan untuk mempelajari dan memprediksi daerah mana dengan struktur heliks atau lembaran
Enzim β-laktamase dari Streptomyces albus (PDB ID: 1BSG)
Struktur tersier
Struktur tersier protein adalah struktur tiga dimensi yang dibentuk dari hanya satu rantai polipeptida. Struktur ini merupakan hasil pelipatan protein (protein folding) dengan memanfaatkan interaksi nonkovalen, seperti interaksi hidrofobik, jembatan garam (ikatan ion), dan ikatan disulfida. Protein, secara umum, setidaknya membutuhkan struktur tersier untuk dapat menjalankan fungsinya. Misalnya, enzim β-laktamase dari Streptomyces albus yang berperan dalam resistensi antibiotik jenis penisilin hanya memiliki satu rantai polipeptida, sehingga struktur tertingginya adalah struktur tersier.[11][12]
Umumnya, protein yang larut dalam air memiliki residu hidrofobik, seperti fenilalanina dan leusina, di inti protein untuk menghindari interaksi dengan air. Di sisi lain, residu hidrofilik, seperti asam glutamat dan lisina, berada di permukaan untuk menstabilkan protein. Kebalikannya, apabila protein tersebut merupakan protein membran yang dikelilingi oleh lipid, residu hidrofob akan berada di permukaan supaya dapat berinteraksi dengan asam lemak dan menstabilkan protein di antara membran.
Struktur kuartener
Enzim β-laktamase dari Stenotrophomonas maltophilia (PDB ID: 5EVB). Enzim ini merupakan protein tetramer.Protein ferritin, sebuah protein yang berperan dalam membawa ion besi, merupakan multimer yang terdiri dari 24 subunit. (PDB: 1LB3)
Struktur ini secara khusus harus terdiri dari lebih dari satu rantai, apabila suatu protein hanya memiliki satu, maka struktur tertinggi protein tersebut adalah struktur tersier. Dalam hal ini, dibandingkan dengan β-laktamase dari S. albus, enzim yang dihasilkan oleh Stenotrophomonas maltophilia terdiri dari empat rantai (tetramer) sehingga struktur yang dimilikinya adalah struktur kuartener.
Struktur kuartener protein merupakan gabungan dari beberapa rantai (subunit) polipeptida yang beroperasi sebagai satu satuan (multimer).[13] Struktur ini, seperti halnya struktur tersier, distabilkan oleh interaksi nonkovalen dan ikatan disulfida antara rantai yang berbeda. Protein bisa disebut sebagai dimer apabila terdiri dari dua subunit, trimer apabila tiga, tetramer apabila empat, dan seterusnya.