Stasiun ini juga hanya memiliki dua jalur kereta api dengan jalur 2 sebagai sepur lurus.
Karena adanya kendala akses transportasi, stasiun ini akhirnya beralih fungsi sebagai stasiun pemantau. Di depan bangunan stasiun, didirikan monumen roda dan sayap bertuliskan "Di bumi inilah kita bermula" serta dibuka untuk umum maupun penggemar kereta api yang ingin mengetahui sejarah perkeretaapian di Indonesia.
Bangunan stasiun yang didirikan pertama kali telah dibongkar pada 1910, kemudian NIS membangun stasiun baru di atas bekas bangunan lama dengan gaya arsitektur Chalet-NIS yang banyak diterapkan ketika NIS melakukan renovasi stasiun-stasiunnya pada 1900–1915—Chalet sebenarnya adalah sebutan bagi bangunan dengan arsitektur tradisional di Pegunungan Alpen, seperti lumbung, kandang, maupun rumah tinggal dengan ciri khas berupa konstruksi kayu yang dilengkapi atap dari sirap batu dan teritisan lebar untuk melindungi bangunan dari hujan dan salju. Bangunan stasiun ini berukuran 6 meter × 12 meter dengan atap pelana dan dikelilingi beranda yang berfungsi sebagai peron.[4]