Sistem pengendalian sosialSistem pengendalian sosial adalah sesuatu kegiatan yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan untuk mengajak mendidik atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Meskipun begitu hal tersebut bukanlah berarti bahwa pengendalian sosial bertujuan untuk memaksakan kaidah-kaidah atau nilai-nilai yang berlaku pada pribadi-pribadi warga masyarakat.[1] Sebenarnya tujuan dari pengendalian sosial tersebut untuk menjaga kehidupan bermsyarakat dari ketimpangan yang ada sehingga kehidupan tersebut tetap terjaga keserasiannya. Awal mula pengendalian sosialIstilah "kontrol sosial" pertama kali diperkenalkan ke sosiologi oleh Albion Woodbury Small dan George Edgar Vincent pada tahun 1894; namun, pada saat itu, sosiolog hanya menunjukkan minat sporadis pada subjek tersebut.[2] Beberapa filsuf sosial telah berperan dalam perkembangan kontrol sosial seperti Thomas Hobbes dalam karyanya Leviathan yang membahas tatanan sosial dan bagaimana negara menjalankannya dengan menggunakan kekuatan sipil dan militer; serta Cesare Beccaria 's On Crimes and Punishments yang berpendapat bahwa orang akan menghindari perilaku kriminal jika tindakan mereka menghasilkan hukuman yang lebih keras, menyatakan bahwa perubahan hukuman akan bertindak sebagai bentuk kontrol sosial.[2] Sosiolog Émile Durkheim juga mengeksplorasi kontrol sosial dalam karya The Division of Labour in Societydan membahas paradoks penyimpangan, menyatakan bahwa kontrol sosial adalah yang membuat kita mematuhi hukum sejak awal.[3] Masyarakat menggunakan sanksi tertentu untuk menegakkan standar perilaku yang dianggap dapat diterima secara sosial. Individu dan institusi memanfaatkan kontrol sosial untuk menetapkan norma dan aturan sosial, yang dapat dilakukan oleh teman sebaya atau teman, keluarga, negara dan organisasi keagamaan, sekolah, dan tempat kerja. Tujuan dari kontrol sosial adalah untuk menjaga ketertiban dalam masyarakat dan memastikan kesesuaian pada mereka yang dianggap menyimpang atau tidak diinginkan dalam masyarakat.[3] Sosiolog mengidentifikasi dua bentuk dasar kontrol sosial:
Skema pengendalian sosialDalam skema pengendalian sosial ini akan menjelaskan bangaimana suatu proses pengendalian sosial terjadi sehingga pada akhirnya berujung pada kebudayaan yang mendarah daging pada masyarakat. Uraian dari skema tersebut dapat diartikan sebagai berikut:
Menurut sosiologi, maka akan dilakuknanya sebuah pembedaan dari berbagai macam bentuk tipe pengendalian sosial, macam tipe tersebut adalah suatu dikhotomi-dikhotomi, sebagai berikut.
Cara pengendalian sosialDalam pengendalian sosial di masyarakat ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
Dengan adanya cara-cara tersebut dapat diharapkan agar terciptanya keadaan keteraturan sosial yang lebih baik pada masyarakat. SanksiPada penerapan sanksi ini diharapkan akan adanya keteraturan dan terkendalinya ketertiban bagi masyarakat agar tercapainya suatu kehidupan masyarakat yang bermoral baik. dalam penerapan sanksi ini terdapat dua jenis sanksi yaitu formal dan sanksi informal Sanksi Formal biasanya dikenakan oleh pemerintah dan organisasi dalam bentuk undang-undang untuk menghargai atau menghukum perilaku. Beberapa sanksi formal termasuk denda dan penahanan untuk mencegah perilaku negatif. Bentuk kontrol sosial formal lainnya dapat mencakup sanksi lain yang lebih berat tergantung pada perilaku yang dianggap negatif seperti penyensoran , pengusiran, dan pembatasan kebebasan politik.[5] Contoh ini dapat dilihat dalam undang- undang . Jika seseorang melanggar hukum yang ditetapkan oleh pemerintah dan tertangkap, mereka harus pergi ke pengadilan dan tergantung pada tingkat keparahannya, harus membayar denda atau menghadapi konsekuensi yang lebih keras. Menurut sebuah studi yang dilakukan pada kejahatan di kota-kota, di kota-kota yang memiliki tingkat penahanan yang lebih tinggi dan polisi yang melakukan lebih banyak penangkapan untuk pelanggaran publik, cenderung memiliki tingkat kejahatan dan tingkat penahanan yang lebih rendah.[6] Sedangakan Sanksi Informal dapat berupa rasa malu, ejekan, sarkasme, kritik, dan ketidaksetujuan, yang dapat menyebabkan individu menyimpang dari norma sosial masyarakat. Dalam kasus yang ekstrim, sanksi dapat mencakup diskriminasi dan pengucilan sosial. Kontrol sosial informal biasanya lebih berpengaruh pada individu karena nilai-nilai sosial menjadi terinternalisasi, sehingga menjadi aspek kepribadian individu.[7] Referensi
|