Pada abad ke-12, "Saracen" menjadi sinonim untuk "Muslim" pada sastra Latin abad pertengahan, suatu perkembangan yang sudah dimulai beberapa abad sebelumnya di antara orang Yunani Bizantin, sebagaimana terbukti dari dokumen-dokumen abad ke-8.[2][6][7] Dalam bahasa-bahasa Barat sebelum abad ke-16, "Saracen" umumnya merujuk kepada orang Arab Muslim dan kata-kata "Muslim" maupun "Islam" umumnya tidak digunakan (kecuali pada sejumlah kecil tulisan terpisah).[8]
Etimologi
Kata Saracen berasal dari Bahasa Yunani (Σαρακηνός), yang diduga berasal dari bahasa Arabشرقيينsyarqiyyin ("orang-orang timur").[9] Istilah ini muncul pada zaman klasik dan sampai abad ke-3 Masehi digunakan untuk menyebut suku-suku yang tinggal di Semenanjung Sinai[1] atau lebih umumnya orang-orang yang tinggal di kawasan gurun di provinsi Romawi Petrea dan sekitarnya, yaitu di timur-laut Jazirah Arab dan utara Semenanjung Sinai dan mereka berbeda dari orang Arab.[10][11] Pada awal periode Masehi, istilah Saracen dalam bahasa Yunani dan Latin merujuk kepada orang yang tinggal di pedalaman gurun di sekitar Arabia Petrea, mereka dibedakan secara khusus dari orang Arab.[2][12] Pada masa-masa berikutnya, orang-orang KristenRomawi memperluas penggunaan ini untuk menyebut suku-suku lain yang tinggal di Arabia. Setelah berkembangnya agama Islam, terutama pada masa Perang Salib, istilah ini digunakan terhada bangsa Arab secara umum.[13] Istilah ini disebarkan ke Eropa Barat oleh orang-orang Bizantium (Romawi Timur) dan Tentara Salib.[1]
«Sarakens» dalam bahasa Latin: «Araceni» yang disebutkan dalam buku keenam Naturalis Historia, karya Plinius yang Tua (VI. 157)[14] (triwulan ketiga pada abad pertama), dalam bahasa Arab, «Urania»[15] (Kepingan 11) (abad pertama), kemudian di dalam «Panduan Geografi», karya Klaudius Ptolemaeus (pertengahan abad kedua) di bawah daftar orang Arab yang berbahagia (131; 6. 7.21).[16]
Penulis perseorangan, misalnya, Euthymios Zigabenos tanpa dasar mengaitkan kata itu «saracen» dengan nama alkitabiah Sara.[17]
Penggunaan istilah Saracen di Eropa mengalami pergeseran pada Zaman Pertengahan, tetapi masih berkonotasi negatif dan definisinya masih belum pasti.[19] Dalam sebuah karya yang kontroversial dari abad kedelapan, Yohanes dari Damaskus mengecam orang Saracen sebagai pengikut nabi palsu dan "pelopor Antikristus".[20]
Pada abad ke-12, orang Eropa Zaman Pertengahan memiliki pemahaman yang lebih kuat mengenai Islam dan Saracen menjadi identitas bangsa dan agama.[2][21] Dalam sebagian kesusasteraan Zaman Pertengahan, Saracen, – yakni Muslim – berkulit hitam, sedangkan Kristen berkulit putih. Sebagai contoh, terlihat dalam karya The King of Tars ("Raja Tars") sebuah roman dari Zaman Pertengahan.[22][23]Chanson de Roland ("Syair Roland"), sebuah syair kepahlawanan Prancis dari abad ke-11, mengaitkan profil kulit hitam dengan Saracen secara lebih jauh, dengan menetapkan bahwa warna kulit itu ciri utama Saracen.[24]
Penulis asal Damaskus, ibn Kanan (bahasa Arab: محمد بن كَنّان الصالحي), dalam karyanya Levantine Diary, mencakup tahun-tahun 1699-1740, melaporkan penggunaan istilah sarkan dalam arti "bepergian dalam suatu misi militer" oleh orang-orang dari Timur Dekat sampai ke bagian-bagian Eropa Selatan yang dibawah kekuasaan Kekaisaran Utsmaniyah, khususnya Siprus dan Rhodes.[25]
Referensi
^ abc"Saracen", Encyclopædia Britannica (dalam bahasa Inggris), www.britannica.com, diakses tanggal 01 Mei 2015Periksa nilai tanggal di: |accessdate= (bantuan)
^"The Chronicles of Ash-Sham". (The Daily Events As of 1111 Hijri / 1699 CE ) and abriged in Yawmiat Shamiyya (Chronicles of Ash-Sham) "الحوادث اليومية من تاريخ أحد عشر وألف ومية" October 15, 2015.
Pustaka
Hoy, Jaclyn, Storm: Set Adrift in a land called Holy, Xlibris Corporation, 2003, ISBN 1-4010-8052-9
Daniel, Norman. 1979. The Arabs and Mediaeval Europe. Longman Group Limited. ISBN 0-582-78088-8