Sapi pasundan merupakan ras sapi potong yang menjadi salah satu sumber daya genetik (SDG) ternak asli Jawa Barat. Sapi ini telah ditetapkan sebagai rumpun ternak lokal Indonesia berdasarkan SK Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 1051/Kpts/RI/SR.10/2014.[1] Sebaran populasi sapi pasundan berada di dua wilayah penting, yakni wilayah sepanjang pesisir selatan Jawa Barat dan wilayah zona penyangga hutan lindung sepanjang wilayah Parahyangan utara. Pada beberapa daerah di Jawa Barat sapi pasudan lebih dikenal dengan sebutan sapi rancah, sapi kacang, atau sapi pesisir. Sapi pasundan memliki sifat reproduksi yang baik, tahan cekaman panas dan telah dipelihara secara turun temurun serta telah menyatu dengan kehidupan masyarakat peternak Jawa Barat selama ratusan tahun.[2]
Asal Usul dan Karakteristik
Sapi pasundan berasal dari hasil adaptasi lebih dari 10 (sepuluh) generasi antara Bos sundaicus/banteng/sapi bali, dengan sapi jawa, sapi madura dan sapi sumba ongole.[3] Adanya pencampuran genetik dari beberapa jenis sapi tersebut menghasilkan ragam setempat yaitu sapi pasundan yang memiliki gumba/punuk, tidak bergumba/punuk, gelambir dan non-gelambir. Sapi pasundan memiliki beberapa warna tubuh dominan seperti merah bata, bungalan, atau pinggala, dengan warna hidung dan bulu ekor hitam. Pada bagian selangkangan dan ke empat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus) terdapat warna putih dengan batasan yang tidak kontras (gradasi). Selain itu terdapat garis belut atau garis punggung memanjang dengan warna yang lebih tua dari warna dominan tubuh. Beberapa sapi pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna dari merah bata menjadi hitam seiring dengan perkembangan kelenjar-kelenjar produksi hormon seperti androgen (dewasa kelamin). Sapi pasundan juga memiliki ketahanan terhadap penyakit malignant catarrhal fever (MCF).[3]
Konservasi
Konservasi sapi pasundan merupakan kegiatan yang penting untuk dilaksanakan di Jawa Barat, hal ini dikarenakan di wilayah basis populasi mengalami beberapa kekhawatiran yang dapat menyebabkan kepunahan ras sapi ini, antara lain :[1]
Pada beberapa wilayah basis populasi terjadi perubahan fungsi lahan dan perubahan pola tanam hutan yang menyebabkan sapi pasundan kehilangan daya dukungnya untuk penggembalaan.
Program pemerintah daerah dalam peningkatan produktivitas ternak besar lebih mengarah pada persilangan sapi eksotis melalui metode Inseminasi Buatan, dimana sapi pasundan di beberapa wilayah dijadikan sebagai obyek dalam program tersebut. Kondisi ini dapat menyebabkan degradasi genetik pada sapi pasundan.
Dalam aspek pemuliaan atau permurnian genetik, pola pengembangbiakan secara alamiah (sistem kawin alam secara acak) pada prakteknya di masyarakat sering ditemukan negative selection dan kawin sekerabat. Hal ini dapat menurunkan performa ternak baik secara genetis maupun produktivitas.
Peran pemerintah daerah
Pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat melalui UPTD Balai Perbibitan dan Pengembangan, Inseminasi Buatan Ternak Sapi Potong Ciamis, Dinas Ketahanan Pangan, dan Peternakan Provinsi Jawa barat dalam upayanya mendukung pengembangan ras ternak lokal di daerah telah melaksanakan program pembibitan ternak sapi potong jenis Peranakan ongole dan pasundan. Pengembangan sapi pasundan melalui program pemurnian telah berjalan sejak 2016/2017 dengan bekerja sama dengan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Pada tahun 2020, program pemurnian sapi pasundan tersebut telah menghasilkan keturunan sapi pasundan generasi F2.[4]
Pengembangan sapi pasundan selain melalui kegiatan pemurnian juga dilaksanakan melalui kegiatan inseminasi buatan. UPTD Balai Perbibitan dan Pengembangan inseminasi Buatan Ternak Sapi Potong Ciamis dilengkapi dengan fasilitas laboratorium semen beku, dengan tujuan memenuhi kebutuhan semen beku di lapangan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Semen beku yang dihasilkan berasal dari sapi-sapi pejantan unggul pasundan yang telah bersertifikat LS-Pro (Lembaga Serifikasi Produk Benih/Bibit Ternak).[5]
^ ab"Penetapan Rumpun Sapi Pasundan"(PDF). Kementrian Pertanian Indonesia. 13 Oktober 2013. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2022-03-08. Diakses tanggal 21 September 2020.Parameter |first1= tanpa |last1= di Authors list (bantuan)