Rumah Bagonjong adalah sebutan populer untuk bangunan perkantoran yang ditempati oleh Gubernur Sumatera Barat bersama pegawai Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Bangunan ini terletak di Jalan Sudirman, Padang berhadapan dengan kediaman resmi gubernur atau Gubernuran Sumatera Barat. Terdiri dari empat lantai, arsitektur Rumah Bagonjong mengawali tren bangunan pemerintahan dengan sentuhan arsitektur vernakular di Sumatera Barat. Bangunan ini sempat bertahan lama sebagai kantor gubernur termegah di Indonesia.
Istilah rumah bagonjong merujuk pada bentuk atap bangunan yang mengikuti bentuk gonjong pada rumah gadang, rumah adat Minangkabau. Penampilan atap gonjong pada bangunan ini menandai maraknya penggunaan gonjong sebagai identitas provinsi, termasuk lambang provinsi Sumatera Barat. Pada 1970-an, Gubernur Azwar Anas mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan bangunan pemerintahan di Sumatera Barat dibangun dengan atap gonjong, menyusul imbauan gubernur sebelumnya Harun Zain.
Meskipun mengalami kerusakan berat akibat gempa bumi Sumatera Barat yang terjadi pada 30 September 2009, bangunan ini masih tetap dioperasikan. Memasuki pertengahan September 2014, pemerintah provinsi memulai pengerjaan retrofit, memperbaiki dan memperkuat struktur bangunan tanpa meruntuhkan gedung.
Gagasan pembangunan
Wacana untuk mendirikan kantor gubernur muncul bersaamaan dengan pembentukan provinsi Sumatera Barat pada 1958. Pemerintah daerah di bawah kepemimpinan Kaharudin Datuk Rangkayo Basa memulai persiapan pembangunan dengan membeli petak tanah di jalan yang kini bernama Jalan Sudirman (sebelumnya Jalan Sukarno).[1] Bangunan kantor gubernur menempati area seluas empat hektare, berbagi dengan area yang diperuntukkan untuk gedung markas Kepolisian Daerah Sumatera Barat pada petak tanah yang sama.[2] Saat ini, kedua gedung dipisahkan oleh gang menuju Kelurahan Padang Pasir.
Rancangan bangunan dikerjakan oleh Biro Urip, biro arsitek tertua di Bandung[3] dengan konsep bangunan modern berlantai empat. Bangunan memanjang menghadap jalan dengan dua sayap yang masing-masing dilengkapi dengan fasilitas lift.[4][5]
Di tengah pembangunan, terjadi perubahan pada bentuk atap dari semula hanya dak beton diubah menjadi atap berbentuk gonjong. Gagasan menampilkan gonjong muncul dari hasil diskusi antara Gubernur Kaharuddin dengan Miral Manan, seorang budayawan. Penambahan gonjong di bangunan pemerintah dimaksudkan sebagai upaya "menonjolkan suatu ciri Minangkabau" pasca-Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang berpusat di Sumatra Tengah.[6]
Pengerjaan
Peletakan batu pertama pembangunan Rumah Bagonjong dilakukan Gubernur Kaharudin pada 22 Maret 1961.[2] Tahap awal pembangunan meliputi pondasi dan lantai dasar yang dikerjakan oleh PT Biro Asri. Pembangunan tahap awal selesai pada 1963, dilanjutkan pengerjaan lantai bertingkat dan atap. Tahap lanjutan dikerjakan oleh PT Rangkiang sampai 1965.[5] Dua arsitek yang terlibat yakni Mathias, yang secara bersamaan merupakan Kepala Bagian Gedung Dinas PU Sumatera Barat dan Syamsul Asri, pemilik PT Rangkiang (kelak menjadi Dekan Fakultas Teknik Universitas Bung Hatta). Keduanya merupakan jebolan Institut Teknologi Bandung. Sementara itu, bertindak sebagai konsultan pengawas pembangunan yakni PT Sendi Bangun milik A.R. Soehoed.[7]
Pengerjaan pembangunan melibatkan sekitar 200 orang tenaga setiap harinya. Batu dan pasir diangkut dari Duku, Padang Pariaman. Besi dan paku didatangkan dari Jakarta. Masuk ke tahap pembangunan atap gonjong, pengerjaan dipimpin oleh Syamsul Asri. Ia melakukan survei ke sejumlah nagari di Sumatera Barat untuk mengobservasi bentuk-bentuk gonjong serta membuat badan bangunan dengan atap gonjong serasi. Untuk atap, material terdiri dari kayu rasak untuk kuda-kuda dan kayu banio untuk lengkungan gonjong yang dipasok oleh Perusahaan Kayu Budjang di Padang.[8]
Pembangunan Kantor Gubernur Sumatera Barat benar-benar selesai setelah melewati 14 tahap pembangunan selama 10 tahun. Peresmiannya dilakukan setelah peralihan kepemimpinan ke Gubernur Harun Zain.[5] Saat diresmikan, gedung ini menjadi kantor pemerintahan pertama di Sumatera Barat yang berlantai empat sekaligus pertama yang memakai gonjong.[5]
Atap gedung memiliki enam gonjong utama dan satu gonjong yang menghadap ke depan. Material atap semula terbuat dari sirap. Namun, diganti dengan dekrabon selang beberapa tahun, dan belakangan diganti lagi dengan genteng metal.[5]
Retrofit
Gempa bumi berkekuatan besar pada 2007 dan 2009 berdampak pada kekuatan struktur bangunan. Pada 2014, pemerintah provinsi memulai pengerjaan retrofit untuk mengembalikan kondisi struktur bangunan dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya. Tahap pertama pengerjaan memakai anggaran dari APBD sebesar Rp4 miliar, dilanjutkan dengan tahap kedua dengan anggaran Rp22 miliar yang selesai pada akhir 2015. Materi pengerjaan meliputi perbaikan struktur mulai dari pondasi, kolom, dan balok-balok. Pemakaian gedung masih menunggu tahap ketiga yang direncakan akan menggunakan anggaran Rp15 miliar. Retorfit ditargetkan selesai pada September 2016.[9][10]
Dalam budaya populer
Dalam cerpen "Ulat dalam Sepatu", sastrawan Wisran Hadi meggambarkan susana birokrasi yang mengambil setting di Kantor Gubernur yang dapat dirujuk sebagai Kantor Gubenrur Sumatera Barat.