Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) merupakan bagian dari rencana rinci tata ruang. Di Indonesia, terdapat dua jenis perencanaan utama yaitu Rencana Pembangunan dan Rencana Tata Ruang (RTR) yang menjadi pedoman bagi pemerintah untuk mencapai target pembangunan dalam jangka waktu dan lingkup tertentu. Rencana tata ruang terbagi menjadi 2, yakni rencana umum yang terdiri dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota dan rencana rinci yang terdiri dari RTR Pulau, RTR Kawasan Strategis Nasional dan RDTR Kabupaten dan Kota).
Kedudukan RDTR dalam Sistem Perencanaan Ruang
Penyusunan RDTR sendiri telah diamanatkan dalam Undang-Undang Penataan Ruang serta diatur lebih jauh di dalam peraturan menteri yang diterbitkan pada tahun 2011 dan diperbaharui pada tahun 2018. Pada peraturan tersebut diatur mengenai hal-hal serta muatan substansi yang harus dipenuhi dalam menyusun dokumen RDTR, yang terdiri dari dokumen RDTR dan Peraturan Zonasi (PZ).
Muatan Substansi RDTR
Adapun yang menjadi muatan substansi dari RDTR adalah tujuan penataan Bagian Wilayah Perkotaan (BWP); rencana struktur ruang; rencana pola ruang; penetapan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya; dan ketentuan pemanfaatan ruang.
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota menggantikan peraturan sebelumnya yang berkaitan dengan penyusunan substansi RDTR. Pada peraturan baru, terdapat perubahan susunan materi substansi dari dokumen RDTR. Pada peraturan yang baru, dokumen RDTR secara keseluruhan terdiri dari 7 bab, yang juga mengubah sub bab ketentuan khusus dan standar teknis menjadi materi wajib yang harus ada di dalam dokumen RDTR. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Perbedaan PERMEN ATR Nomor 20 Tahun 2011 dengan PERMEN ATR Nomor 16 Tahun 2018 tentang tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Di dalam peraturan yang mengatur mengenai RDTR, secara umum penyusunan RDTR memiliki fungsi sebagai berikut:
- kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota berdasarkan RTRW;
- acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan ruang yang diatur dalam RTRW;
- acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang;
- acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang; dan
- acuan dalam penyusunan RTBL.
Sedangkan manfaat dari diselenggarakannya RDTR adalah:
- penentu lokasi berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi dan lingkungan permukiman dengan karakteristik tertentu;
- alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan pembangunan fisik kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, dan/atau masyarakat;
- ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian wilayah sesuai dengan fungsinya di dalam struktur ruang kabupaten/kota secara keseluruhan; dan
- ketentuan bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun program pengembangan kawasan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya pada tingkat BWP atau Sub BWP.
Fungsi RDTR
RDTR juga berfungsi untuk menentukan kesesuaian dokumen perencanaan dengan implementasi pembangunan di lapangan. RDTR merupakan dasar acuan dari diterbitkannya dokumen perizinan terkait bangunan. Tanpa adanya dokumen RDTR maka dokumen tersebut tidak dapat dikeluarkan. Jika sebelumnya untuk mendirikan bangunan diperlukan IMB, maka kini telah berganti menjadi PBG (Persetujuan Bangunan Gedung). Meskipun telah berganti istilah, namun tetap memiliki fungsi yang sama.
Pranala luar
Mengenal Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
RDTR Sebagai Acuan Pemberian Izin Pemanfaatan Ruang
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota