Referendum kemerdekaan Skotlandia 2014 adalah referendum yang mempertimbangkan apakah Skotlandia harus menjadi negara merdeka atau tidak. yang diadakan pada tanggal, 18 September 2014.[1] Penghitungan suara dimulai setelah pemungutan ditutup pukul 22:00 BST (21:00 UTC), dan hasilnya diumumkan pada pagi tanggal 19 September. Kubu "No" yang menolak kemerdekaan memenangkan referendum ini dengan perolehan suara 55,3%.[2]
Setelah perjanjian antara pemerintah Skotlandia dan Britania Raya ditandatangani,[3] RUU Referendum Kemerdekaan Skotlandia yang mengatur penyelenggaraan referendum ini disahkan oleh Parlemen Skotlandia pada November 2013.[4][5][6] Pertanyaan referendum yang direkomendasikan oleh Komisi Pemilihan Umum Britania Raya adalah "Haruskah Skotlandia menjadi negara merdeka?" Pemilih hanya diperbolehkan menjawab Ya atau Tidak.[7] Agar berhasil, proposal kemerdekaan Skotlandia membutuhkan suara mayoritas. Meski ada beberapa pengecualian, seluruh penduduk Skotlandia berusia 16 tahun atau lebih memiliki hak suara, sekitar 4,3 juta jiwa.
Pemerintah Skotlandia mengumumkan pada 21 Maret 2013 bahwa referendum akan diadakan tanggal 18 September 2014.[1] Sejumlah berita menduga musim gugur 2014 dipilih oleh pemerintah karena dekat dengan ulang tahun Pertempuran Bannockburn ke-700 (meski ulang tahunnya jatuh pada bulan Juni),[9][10] namun klaim tersebut dibantah oleh Alex Salmond.[11] Berita lainnya juga menduga musim gugur 2014 dipilih karena Skotlandia menjadi tuan rumah Pesta Olahraga Persemakmuran 2014 dan Piala Ryder 2014 sekitar bulan-bulan tersebut.[9][10][12]
Menurut 2010 Draft Bill, orang-orang berikut berhak memberi suara dalam referendum:[13]
Personel Service/Crown yang berdinas di Britania Raya atau luar negeri untuk Angkatan Bersenjata atau Pemerintah Kerajaan yang terdaftar untuk memberi suara di Skotlandia.
Pemerintah Skotlandia berencana mengurangi usia pemilih referendum dari 18 ke 16 tahun sesuai kebijakan SNP yang akan mengurangi usia pemilih untuk semua pemilu di Skotlandia.[13][14][15] 16 merupakan usia kapasitas hukum di Skotlandia sejak pengesahan Age of Legal Capacity (Scotland) Act 1991. Pasca Perjanjian Edinburgh antara pemerintah Skotlandia dan Britania Raya, tampaknya remaja berusia 16 dan 17 tahun akan dibolehkan memberi suara dalam referendum.[14] Undang-undang perpanjangan rentang usia sampai 16 dan 17 tahun secara resmi diajukan oleh Parlemen Skotlandia pada bulan Maret 2013.[16]
Bulan Januari 2012, anggota Parlemen Skotlandia dari Partai Buruh Elaine Murray memimpin perdebatan seputar perluasan cakupan pemilih hingga warga Skot yang tinggal di luar Skotlandia, termasuk sekitar 800.000 orang Skot yang tersebar di seluruh Britania Raya.[17] Rencana ini ditentang oleh pemerintah Skotlandia yang berpendapat hal tersebut akan menambah rumit referendum dan mengutip pernyataan Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa sebuah referendum yang didasarkan pada kriteria alih-alih tempat tinggal akan diragukan oleh negara-negara lain.[17] Di House of Lords, Baroness Symons berpendapat bahwa seluruh Britania Raya harus diizinkan memberi suara mengenai kemerdekaan Skotlandia, karena dampaknya akan dirasakan oleh seluruh negeri. Argumen ini ditolak oleh pemerintah Britania Raya. Lord Wallace memaparkan fakta bahwa sejak 1973 hanya 2 dari 11 referendum yang diselenggarakan di seluruh Britania Raya.[17]
Irvine Welsh berpendapat bahwa kemerdekaan Skotlandia akan memperbaiki "proses perdamaian Irlandia Utara". Di situs Bella Caledonia, ia menulis: "Jika kita menolak mengikuti kebijakan imperialis politik Britania Raya, banyak kesempatan baru yang terbuka. Misalnya, Irlandia sebagai bangsa berdaulat kelak mampu melihat dirinya sebagai bagian dari entitas geografis dan budaya yang sama. Hal ini justru membuka kesempatan dalam perkembangan proses perdamaian di Irlandia Utara".[20]
Sejumlah politikus dari Partai Sosialis Skotlandia menanggapi panjang lebar seputar dampak kemerdekaan. Alan McCombes menulis bahwa "penghapusan warna biru dari bendera Union Jack dan pembubaran negara Britania Raya yang berusia 300 tahun akan [menjadi] tamparan psikologis yang parah bagi kekuatan-kekuatan kapitalisme dan konservatisme di Britania, Eropa, dan Amerika Serikat," dan "simbolisme yang muncul sama hebatnya seperti pembubaran Uni Soviet pada awal 1990-an". Ia juga mengklaim bahwa meski pembubaran Britania Raya tidak mengakibatkan kemunculan "sosialisme instan", pembubaran ini akan merintis "peralihan keseimbangan ideologi dan dorongan kelas".[21] Pada Mei 2013, Colin Fox menyebut pemungutan suara kemerdekaan ini sebagai "kekalahan besar pemerintah Britania Raya dan kekuasaannya atas ekonomi, masyarakat, budaya, dan politik kita," sekaligus sebagai kesempatan untuk "[menolak] neo-liberalisme, korporatisme, dan finansialisasi ekonomi dan hubungan kelas kita yang sudah ada".[22]
Sejumlah survei menunjukkan adanya peningkatan dukungan kuat bagi Majelis Nasional Wales jika Skotlandia memilih merdeka.[23]