Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Rasisme di Britania Raya

Karikatur oleh George Cruikshank yang menggambarkan pesta makan malam pada tahun 1819 yang diadakan oleh kaum abolisionis digambarkan orang kulit hitam sebagai pemabuk, agresif dan melakukan seks bebas.

Rasisme di Britania Raya memiliki sejarah yang panjang yang mencakup diskriminasi struktural dan sikap memusuhi kepada berbagai suku bangsa minoritas. Cakupan dan sasaran rasisme di Britania Raya telah bervariasi dari waktu ke waktu. Hal ini terwujud dalam kasus-kasus diskriminasi, kerusuhan dan pembunuhan bermotif ras.

Salah satu populasi yang menjadi sasaran pada zaman dahulu dan hingga saat ini yaitu orang Yahudi yang telah mengalami perlakuan antisemitisme selama berabad-abad; orang Irlandia dan subjek kolonialisasi yang lainnya; orang kulit hitam; orang Romani; imigran dan pengungsi. Sektarianisme di antara umat Protestan Britania Raya dan Katolik Irlandia di Irlandia Utara telah dianggap sebagai bentuk rasisme oleh beberapa organisasi internasional.[1] Hal ini mengakibatkan diskriminasi yang semakin meluas, segregasi dan kekerasan yang serius, khususnya pada periode pemisahan dan The Troubles. Beberapa studi menunjukkan Brexit mengakibatkan kenaikan insiden-insiden rasisme dan permusuhan kepada warga negara asing atau imigran; orang Polandia, orang Rumania dan suku bangsa Eropa lainnya juga terkena dampak buruk.[2][3][4][5]

Penggunaan kata "rasisme" menjadi lebih tersebar luas setelah tahun 1936, meskipun istilah "kebencian ras" sudah terlebih dahulu digunakan pada akhir tahun 1920-an oleh ahli sosiologi Frederick Hertz. Berbagai undang-undang disahkan pada tahun 1960-an yang mengandung larangan segregasi ras.[6]

Tingkatan perilaku rasis telah menurun pada beberapa dekade terakhir, meskipun kelemahan struktural masih ada dan insiden kebencian terus berlanjut. Studi-studi yang dipublikasikan pada tahun 2014 dan 2015 menunjukkan perilaku rasis sedang dalam masa peningkatan di Britania Raya, dengan lebih dari sepertiga responden merasa mereka dipandang buruk berdasarkan ras.[7] Namun, berdasarkan survei Uni Eropa tahun 2019, prevalensi dugaan pelecehan rasial terhadap individu keturunan Afrika di Britania Raya termasuk yang terendah kedua di antara 12 negara-negara Eropa Barat yang disurvei.[8]

Pranala luar

  1. ^ Hate Crime Legislation in Northern Ireland, Independent Review Diarsipkan 26 July 2021 di Wayback Machine.. Equality Commission for Northern Ireland, April 2020. p.53
  2. ^ Rzepnikowska, Alina (2019). "Racism and xenophobia experienced by Polish migrants in the UK before and after Brexit vote". Journal of Ethnic and Migration Studies. 45: 61–77. doi:10.1080/1369183X.2018.1451308alt=Dapat diakses gratis. 
  3. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :0
  4. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :1
  5. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :2
  6. ^ J. Brown, An early history of British race relations legislation Diarsipkan 2 January 2019 di Wayback Machine. (09/07/18). House of Commons Library, Briefing Paper, Number 8360.
  7. ^ "One third 'admit racial prejudice'". BBC News. 28 May 2014. 
  8. ^ "Being Black in the EU Second European Union Minorities and Discrimination Survey" (PDF). FRA. 
Kembali kehalaman sebelumnya