Majelis Athena tidak ingin ada negara kota lain yang memberontak seperti Metilene, sehingga mereka menjatuhkan hukuman mati terhadap semua warga lelaki di Metilene, sementara wanita dan anak-anak akan diperbudak. Menurut Thukidides, setelah keputusan ini diambil, Athena mengirim sebuah kapal trireme ke Metilene untuk melaksanakan perintah ini, dan Athena juga membantai semua tawanan perang dari Metilene.
Pada hari berikutnya, beberapa orang mulai sadar bahwa keputusan mereka sangat lalim. Perdebatan Kedua yang disebut "Perdebatan Metilene" oleh Thukidides mencoba mengkaji kembali keputusan yang telah diambil. Tokoh masyarakat Athena yang bernama Kleon mencoba membela keputusan yang telah diambil karena menurutnya rakyat Metilene pantas menerimanya. Kleon sendiri memang dikenal sebagai sosok yang tak mengenal belas kasihan.
Di sisi lain, Diodotos menentang hukuman mati terhadap rakyat Metilene. Menurutnya, yang menjadi pertanyaan bukanlah soal apakah Metilene pantas menerimanya atau apakah Athena sebaiknya mengambil tindakan balas. Yang patut dipertimbangkan baginya adalah apakah tindakan tersebut sesuai dengan kepentingan Athena. Diodotos mempertanyakan hukuman mati, karena hal ini tidak akan menakutkan negara-kota lain untuk memberontak, tetapi justru malah bisa menimbulkan dampak yang sebaliknya. Ia justru mengajak orang Athena untuk mengampuni orang Metilene dan membentuk persekutuan.
Setelah itu, Majelis Athena kembali melakukan pemungutan suara. Kali ini mereka menerima argumen dari Diodotos dan memutuskan untuk tidak membantai orang Metilene.
Referensi
^Ronald P. Legon, “Megara and Mytilene,” Phoenix 22, no. 3 (Autumn 1968): 201.