Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

 

Perang Polandia–Lituania–Teutonik

Perang Polandia-Lituania–Teuton

Pertempuran Grunwald karya Jan Matejko (1878)
TanggalJuni 1409 – Februari 1411
LokasiNegara Rahib Ksatria Teuton
Hasil Perdamaian Thorn (1411)
Pihak terlibat
Ksatria Teuton Kerajaan Polandia
Kadipaten Agung Lituania
Tokoh dan pemimpin
Ulrich von Jungingen  
Heinrich von Plauen
Władysław II Jagiełło
Vytautas

Perang Polandia-Lituania–Teuton atau Perang Besar adalah konflik yang terjadi antara tahun 1409 dan 1411 M. Konflik ini berlangsung antara persekutuan Kerajaan Polandia dan Kadipaten Agung Lituania melawan Ksatria Teuton. Dipicu oleh pemberontakan lokal di Samogitia, perang ini bermula dengan serbuan Teuton ke Polandia pada Agustus 1409 M. Karena kedua belah pihak belum siap untuk perang berskala besar, Wenceslaus, Raja Romawi, mengupayakan perjanjian damai untuk jangka waktu sembilan bulan. Setelah perjanjian itu berakhir pada Juni 1410 M, para Ksatria Teuton, yang merupakan biarawan keagamaan-militer, secara telak dikalahkan dalam Pertempuran Grunwald (Tannenberg), salah satu pertempuran terbesar di Eropa Abad Pertengahan. Sebagian besar pemimpin Teuton terbunuh atau ditawan. Meskipun kalah, Ksatria Teuton mampu bertahan menghadapi pengepungan di ibu kota mereka di Marienburg (Malbork) dan hanya menderita sedikit kerugian teritorial dalam Kesepakatan Perdamaian Thorn pada tahun 1411 M. Sengketa wilayah berlangsung hingga Kesepakatan Perdamaian Melno pada tahun 1422. Akan tetapi, para Ksatria Teuton tak pernah lagi memperoleh kejayaan lama mereka, dan beban keuangan untuk perbaikan perang menyebabkan konflik internal serta kemunduran ekonomi di negeri mereka. Perang ini memindahkan keseimbangan kekuatan di Eropa Timur dan menandai bangkitnya Uni Polandia-Lituania sebagai kekuatan dominan di daerah itu.[1]

Latar belakang

Polandia dan Lituania (1386–1434)

Pada tahun 1230 M, Ksatria Teuton, yang merupakan ordo militer salib, berpindah ke Kulmerland (kini termasuk dalam Voivodeship Kuyavian-Pomeranian modern), dan, atas permintaan Konrad I, raja bangsa Slav Masovia, mereka melancarkan Perang Salib Prusia terhadap klan pagan Prusia. Dengan dukungan Paus dan Kaisar Romawi Suci, Teuton menaklukan dan memaksa orang Prusia memeluk agama Katolik pada tahun 1280-an. Mereka lalu mengalihkan perhatian kepada Kadipaten Agung Lituania yang pagan. Selama sekitar seratus tahun, Ksatria Teuton menyerbu wilayah Lituania, khususnya Samogitia karena derah ini memisahkan para Ksatria di Prusia dari cabang mereka di Livonia. Akibatnya daerah perbatasan menjadi tempat yang tak berpenghuni dan terabaikan, namun Ksatria Teuton hanya memperoleh sedikit wilayah. Litunia pada awalnya menyerahkan Samogitia pada Perang Saudara Lituania melalui Perjanjian Dubysa. Wilayaha ini digunakan sebagai alat tawar untuk memastikan dukungan Teuton kepada salah satu pihak dalam persaingan kekuasan dalam negeri Lituania.

Pada tahun 1385 M, Adipati Agung Jogaila dari Lituania menikahi Ratu Jadwiga dari Polandia melalui Penyatuan Kreva. Jogaila memeluk agama Kristen dan dinobatkan sebagai Raja Polandia, yang dengan demikian menciptakan penyatuan personal antara Kerajaan Polandia dan Kadipaten Agung Lituania. Konversi resmi Lituania ke agama Kristen membuat Ksatria Teuton tak punya alasan lagi untuk melakukan aktivitas di wilayah itu.[2] Akan tetapi Ksatria Teuton menanggapi secara terbuka dengan menyatakan keraguan atas perpindahan agama Jogaila. Mereka membawa tuntutan ke pengadilan kepausan.[2] Sengketa wilayah terus berlanjut mengenai Samogitia, yang dikuasai oleh Teuton sejak Perdamaian Raciąż pada tahun 1404 M. Polandia juga memiliki klaim wilayah terhadap Ksatria Teuton untuk Wilayah Dobrzyń serta Danzig (Gdańsk), tetapi kedua negara ini bisa dibilang berdamai sejak Perjanjian Kalisz (1343).[3] Konflik ini juga dipicu oleh pertimbangan perdagangan: Ksatria Teuton mengendalikan bagian hilir dari tiga sungai terbesar (Neman, Vistula dan Daugava) yang berada di di Polandia dan Lituania.[4]

Perang

Serangan awal

Pada Mei 1409 M, terjadi pemberontakan di Samogitia yang dikuasai oleh Teuton. Lituania mendukung pemberontakan itu sehingga Ksatria Teuton mengancam akan menyerbu Lituania. Polandia menyatakan dukungannya untuk Lituania dan balik mengancam akan menyerbu Prusia. Ketika pasukan Prusia mengevakuasi Samogitia, Master Agung Teuton Ulrich von Jungingen menyatakan perang terhadap Kerajaan Polandia dan Kadipaten Agung Lituania pada 6 Agustus 1409 M.[5] Ksatria Teuton berharap dapat mengalahkan Polandia dan Lituania secara terpisah, dan mereka pun mulai menyerbu Polandia Besar dan Kuyavia, melancarkan serangan kejutan terhadap orang Polandia di sana.[6] Ksatria Teuton membakar kastil di Dobrin (Dobrzyń nad Wisłą), merebut Bobrowniki setelah mengepungnya selama empat belas hari, merebut Bydgoszcz (Bromberg), dan menjarah beberapa kota kecil.[7] Polandia melancarkan serangan balasan dan berhasil merebut kembali Bydgoszcz.[8] Sementara orang Samogitia menyerang Memel (Klaipėda).[6] Akan tetapi, kedua belah pihak belum siap untuk melakukan perang berskala penuh.

Wenceslaus, Raja Romawi, bersedia menengahi pertikaian ini. Suatu perjanjian disepakati pada 8 Oktober 1409 M dan dirancang untuk berlaku hingga 24 Juni 1410 M.[9] Kedua belah pihak memanfaatkan masa ini untuk melakukan persiapan perang, mengumpulkan pasukan dan melakukan manuver diplomatik. Kedua belah pihak mengirim surat dan utusan yang saling menuduh bahwa pihak lawan melakukan kesalahan dan menjadi ancaman bagi agama Kristen. Wenceslaus, yang menerima hadiah sebesar 60,000 florin dari Ksatria Teuton, menyatakan bahwa Samogitia seharusnya tetap menjadi milik Ksatria Teuton, dan hanya Wilayah Dobrzyń yang harus dikembalikan kepada Polandia.[10] Ksatria Teuton juga membayar 300.000 ducat kepada Sigismund dari Hungaria, yang berambisi menguasai kepangeranan Moldova, untuk bantuan militernya.[10] Sigmund berusaha memecah-belah persekutuan Polandia-Lituania dengan menawarkan tahta raja kepada Vytautas. Jika Vytautas menerimanya maka ia telah melanggar kesepakatan pada Perjanjain Ostrów dan dapat menciptakan kekacauan dalam persekutuan Polandia-Lituania.[11] Pada saat yang sama Vytautas berhasil menyepakati perjanjian dengan Ordo Livonia.[12]

Serbuan ke Prusia

Pada Desember 1409 M, Jogaila dan Vytautas menyepakati strategi bersama: pasukan mereka akan bergabung menjadi satu kekuatan besar dan bersama-sama berarak menuju Marienburg (Malbork), ibu kota Ksatria Teuton.[13] Sementara itu Kesatria Teuton, yang mengambil posisi bertahan, tidak memperkirakan akan ada serangan gabungan, karena mereka bersiap untuk menghadapi invasi ganda. Mereka memperkirakan bahwa akan ada invasi oleh Polandia di sepanjang Sungai Vistula menuju Danzig (Gdańsk) dan invasi oleh Lithuania di sepanjang Sungai Neman menuju Ragnit (Neman).[14] Untuk menghadapai dugaan serangan ini, Ulrich von Jungingen menempatkan pasukannya di Schwetz (Świecie), sebuah lokasi pertengahan di mana pasukannya dapat merespon serbuan musuh dari arah manapun dengan agak cepat.[15] Untuk merahasiakan rencana dan membingungkan Ksatria Teuton, Jogaila dan Vytautas melancarkan beberapa serbuan ke daerah perbatasan, sehingga memaksa Ksatria Teuton untuk menjaga pasukannya tetap siaga di posisinya.[13]

Catatan kaki

  1. ^ Ekdahl 2008, hlm. 175
  2. ^ a b Stone 2001, hlm. 16
  3. ^ Urban 2003, hlm. 132
  4. ^ Kiaupa 2000, hlm. 137
  5. ^ Turnbull 2003, hlm. 20
  6. ^ a b Ivinskis 1978, hlm. 336
  7. ^ Urban 2003, hlm. 130
  8. ^ Kuczynski 1960, hlm. 614
  9. ^ Jučas 2009, hlm. 51
  10. ^ a b Turnbull 2003, hlm. 21
  11. ^ Kiaupa 2000, hlm. 139
  12. ^ Christiansen 1997, hlm. 227
  13. ^ a b Turnbull 2003, hlm. 30
  14. ^ Jučas 2009, hlm. 75
  15. ^ Jučas 2009, hlm. 74

Rujukan

Kembali kehalaman sebelumnya