Halaman ini berisi artikel tentang penyakit pada hewan nonmanusia. Untuk penyakit pada manusia, lihat penyakit.
Penyakit hewan adalah perubahan struktur dan/atau fungsi tubuh hewan nonmanusia yang mengakibatkan gangguan kesehatan. Penyakit hewan dapat bersifat individual, menular dari satu hewan ke hewan lain, maupun menular dari hewan ke manusia (zoonosis).
Bagi manusia, hewan memiliki banyak peran, misalnya sebagai hewan ternak, hewan kesayangan, dan hewan percobaan. Jika kesehatan hewan terganggu, maka dapat terjadi kerugian ekonomi, psikologis, hingga dampak kesehatan bagi manusia. Selain itu, kematian hewan akibat penyakit dapat menyebabkan spesies hewan menjadi punah. Ilmu yang mempelajari cara mendiagnosis, menangani, dan mencegah penyakit hewan adalah kedokteran hewan.
Penyebab
Sama seperti manusia, penyakit pada hewan ada yang bersifat individual dan ada yang menular. Penyakit hewan yang sifatnya individual dapat disebabkan oleh cacat genetik, proses degeneratif, gangguan metabolisme, cedera, dan keracunan. Sementara itu, penyakit hewan yang menular disebabkan oleh patogen atau agen infeksi seperti bakteri, virus, fungi, hingga prion, serta parasit seperti cacing, protozoa, dan ektoparasit.[1] Selain itu, penyakit akibat intervensi medis disebut penyakit iatrogenik,[2] sedangkan istilah untuk menyebut penyakit yang tidak diketahui sebabnya adalah idiopatik.[3]
Jenis
Penyakit pada hewan sangat banyak dan beragam. Secara umum, penyakit hewan dapat dikelompokkan berdasarkan jenis organisme penyebabnya (misalnya penyakit bakterial, viral, atau parasitik), berdasarkan jenis hewan yang menderita penyakit (misalnya penyakit sapi, unggas, anjing, atau kucing), atau berdasarkan bagian tubuh yang mengalami gangguan (misalnya penyakit pernapasan atau pencernaan). Tidak seperti penyakit manusia yang klasifikasinya telah dibakukan, misalnya dengan Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD),[4] belum ada sistem pengklasifikasian dan pengodean penyakit hewan yang diterapkan secara internasional. Meskipun demikian, sejumlah peneliti menggunakan ICD-11 untuk mengelompokkan penyebab kematian pada satwa liar,[5] dan peneliti lain membuat kode untuk neoplasma pada anjing.[6] Sejumlah ilmuwan juga menekankan pentingnya membuat sistem inventori yang menggabungkan penyakit manusia dan penyakit hewan, terutama yang bersifat zoonotik, untuk mewujudkan pendekatan Satu Kesehatan.[7][8][9]
Beberapa penyakit hewan memiliki dampak negatif yang sangat merugikan sehingga perlu diatur secara khusus, baik oleh organisasi internasional maupun oleh pemerintah suatu negara. Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH) membuat daftar penyakit, infeksi, dan infestasi yang kasusnya wajib dilaporkan oleh negara-negara anggotanya. Pada tahun 2022, daftar ini berisi 117 penyakit yang dikelompokkan menjadi penyakit pada hewan terestrial (mencakup sapi, kambing dan domba, kuda, babi, kelinci, burung, lebah, dan multispesies) serta penyakit pada hewan akuatik (mencakup ikan, moluska, krustasea, dan amfibi).[10]
Dampak
Penyakit hewan dapat menimbulkan dampak dengan cakupan yang bervariasi. Dampak yang paling nyata adalah pada kesehatan dan kesejahteraan hewan. Kualitas hidup hewan yang berpenyakit dapat terganggu dan menurun karena munculnya berbagai gejala dan tanda klinis, misalnya demam, lemas, kesulitan bernapas, hingga kematian. Penyakit juga dapat memengaruhi masyarakat luas, misalnya wabah penyakit pada hewan pangan, seperti wabah penyakit mulut dan kuku pada sapi dan wabah flu burung pada ayam, dapat menurunkan produksi bahan pangan dan mengganggu lalu lintas hewan dan produk hewan antardaerah dan antarnegara. Untuk memberantas wabah penyakit, kawanan hewan dapat didepopulasi dan produk hewan dapat dimusnahkan yang kemudian memicu penurunan ketersediaan bahan pangan dan menaikkan harganya.[11][12][13] Selain dampak ekonomi, penyakit hewan juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat. Banyak penyakit hewan yang dapat menular ke manusia, baik secara langsung, misalnya karena kontak fisik, atau secara tidak langsung, misalnya karena manusia mengonsumsi pangan asal hewan yang terkontaminasi patogen. Diperkirakan sekitar 60% penyakit menular pada manusia berasal dari hewan.[14]
Studi ekonomi veteriner sering kali membahas kerugian ekonomi yang disebabkan oleh penyakit hewan. Beban penyakit hewan secara global merupakan metrik yang digunakan untuk mengukur kerugian, biaya yang dikeluarkan, dan hilangnya pendapatan akibat penyakit-penyakit hewan.[15][16] Penyakit pada hewan-hewan langka juga berpotensi menyebabkan kepunahan spesies hewan tersebut.[17] Sebagai contoh, punahnya Rattus macleari yang endemik di Pulau Natal diduga diakibatkan oleh infeksi Trypanosoma.[18]