Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

 

Penimbunan

Tempat penyimpanan makanan orang-orang Thule dekat Cambridge Bay, Nunavut, Kanada.

Penimbunan adalah istilah bagi suatu perilaku manusia atau hewan yang menumpuk makanan atau barang-barang lainnya.

Oleh hewan

Tindakan penimbunan umumnya dilakukan oleh hewan-hewan berjenis burung dan hewan pengerat. Benda-benda yang biasanya ditimbun oleh hewan-hewan tersebut ialah makanan. Namun, beberapa jenis burung juga memiliki kebiasaan mengumpulkan barang-barang yang tidak berguna, terutama jika burung tersebut merupakan hewan peliharaan. Burung kucica terkenal suka menimbun barang-barang seperti uang dan perhiasan. (Bertentangan dengan kepercayaan umum, penelitian menunjukkan bahwa burung kucica lebih tidak tertarik pada benda berkilau dibandingkan benda lainnya).[1] Suatu teori menyebutkan bahwa perilaku penimbunan oleh manusia mungkin ada hubungannya dengan perilaku penimbunan oleh hewan, namun bukti substansialnya masih kurang.[2]

Oleh manusia

A cartoon of two women with the above panel having a woman hoarding and the below panel having the two share resources via rationing
Poster anti-penimbunan dan proporsional dari Amerika Serikat pada Perang Dunia II

Insiden seperti kerusuhan sipil atau ancaman bencana alam dapat menyebabkan masyarakat melakukan penimbunan bahan makanan, air, bensin, dan kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya yang mereka yakini akan segera menipis. Para penganut survivalisme sering kali menimbun persediaan barang-barang pokok dalam jumlah besar untuk mengantisipasi peristiwa bencana dahsyat yang entah kapan datangnya.[3][4]

Barang lain yang biasa ditimbun oleh manusia antara lain koin yang dianggap memiliki nilai intrinsik, seperti koin yang dicetak dengan perak atau emas, barang koleksi, perhiasan, logam mulia, [5] serta barang-barang mewah lainnya.

Menurut penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, Antropomorfisme, atau kecenderungan untuk mengaitkan karakteristik manusia pada benda-benda bukan manusia, juga biasa dikaitkan dengan tindakan penimbunan. Selain itu, penelitian tersebut menemukan bahwa individu yang lebih muda memiliki kognisi dan perilaku penimbunan dan antropomorfisasi yang lebih besar, dan perempuan menunjukkan perilaku antropomorfisasi mula-mula yang lebih kuat dibandingkan laki-laki.[6]

Kecemasan dan penimbunan

Apartemen dari seorang penimbun kompulsif

Individu yang memenuhi kriteria diagnostik gangguan menimbun mengalami perasaan cemas atau tidak nyaman ketika hendak membuang barang-barang yang sebenarnya tidak lagi diperlukan. Perasaan tidak nyaman tersebut umumnya muncul akibat keterikatan emosional terhadap benda-benda dan perasaan yang kuat bahwa benda-benda tersebut pasti dibutuhkan suatu saat di masa depan. Benda-benda tersebut akhirnya memiliki nilai sentimental yang jauh melebihi nilai fungsionalnya. Sebenarnya pemikiran akan nilai sentimental tersebut tidak jauh berbeda dengan pemikiran seseorang yang dianggap tidak memiliki gangguan menimbun. Seseorang dianggap memiliki gangguan tersebut ketika penilaian secara sentimental akan barang-barang yang ditimbun dan berapa banyak item yang memiliki nilai sentimental tersebut jauh melampaui batas wajar. Ketika harus membuang barang tersebut, penimbun mungkin akan merasa seperti sebagian dari dirinya ikut terbuang.[7]

Dalam kasus yang parah, rumah seorang penimbun kompulsif rentan akan bahaya kebakaran (karena pintu keluar yang tertutup dan kertas-kertas yang tertumpuk) atau bahaya kesehatan (karena adanya serangan hama, kotoran dan kotoran hewan peliharaan yang berlebihan, makanan dan sampah yang menumpuk, atau risiko tumpukan barang yang dapat menimpa penghuni rumah dan memblokir akses keluar).[8] Oleh karena itu, perilaku penimbunan tidak hanya berdampak pada orang yang pelakunya tetapi dapat pula berdampak pada orang lain yang tinggal di rumah tersebut dan tetangga-tetangganya. Selain itu, individu dengan gangguan menimbun dipercaya memiliki kualitas hidup yang sama buruknya dengan mereka yang didiagnosis menderita skizofrenia.[9] Kelainan tersebut pada akhirnya meningkatkan kemungkinan percekcokan keluarga,[10] gangguan ketika bekerja,[11] dan risiko atas kondisi medis yang serius.[12]

Menurut Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Jiwa, Edisi Kelima,[13] gejala gangguan menimbun antara lain:

A. Kesulitan dalam membuang atau berpisah dengan barang-barang secara terus menerus, terlepas dari nilai riilnya.
B. Kesulitan tersebut diakibatkan oleh adanya keinginan untuk menyimpan barang-barang tersebut dan tekanan batin yang dialami ketika membuang barang-barang tersebut.
C. Kesulitan dalam membuang barang-barang mengakibatkan barang-barang tersebut menumpuk, memadati dan mengacaukan tempat tinggal, serta secara substansial menghilangkan tujuan penggunaan barang tersebut. Jika tempat tinggal menjadi rapi, hal ini hanya disebabkan oleh campur tangan pihak ketiga (misalnya oleh anggota keluarga, petugas kebersihan, pihak berwenang).
D. Penimbunan menyebabkan penderitaan atau gangguan yang signifikan secara klinis dalam bidang sosial, pekerjaan, atau bidang-bidang fungsional lainnya (termasuk dalam hal menjaga lingkungan yang aman untuk diri sendiri dan orang lain).
E. Penimbunan ini tidak disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya cedera otak, penyakit serebrovaskular, sindrom Prader-Willi).
F. Gangguan ini tidak dapat dijelaskan lebih lanjut dengan gejala gangguan mental lainnya (misalnya obsesi pada gangguan obsesif-kompulsif, penurunan energi pada gangguan depresi mayor, delusi pada skizofrenia atau gangguan psikotik lainnya, defisit kognitif pada gangguan neurokognitif mayor, terbatasnya minat terhadap sesuatu. gangguan spektrum autisme).

Perawatan

Saat ini tidak ada obat yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat untuk mengobati gejala menimbun. Meskipun demikian, beberapa obat seperti SSRI dan SNR dapat digunakan untuk individu yang didiagnosis dengan gangguan menimbun, meskipun deskripsi obatnya bukan untuk menyembuhkan penyakit ini.

Perawatan utama untuk gangguan menimbun adalah psikoterapi individu. Secara khusus, terapi perilaku kognitif dianggap sebagai standar yang paling tepat untuk mengobati gangguan ini.[14]

Lihat juga

Referensi

  1. ^ Harrabin, Roger (2014-08-16). "Magpies 'don't steal shiny objects'" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-05-29. 
  2. ^ Andrews-Mcclymont, Jennifer G.; Lilienfeld, Scott O.; Duke, Marshall P. (2013). "Evaluating an animal model of compulsive hoarding in humans". Review of General Psychology. 17 (4): 399–419. doi:10.1037/a0032261. 
  3. ^ Preppers, once mocked, say they were ready for coronavirus crisis
  4. ^ Doomsday preppers' advice on how to prepare for the coronavirus
  5. ^ Palmer, Barclay. "A Beginner's Guide to Precious Metals". Investopedia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-11-09. 
  6. ^ Neave, Nick; Jackson, Rachel; Saxton, Tamsin; Hönekopp, Johannes (2015-01-01). "The influence of anthropomorphic tendencies on human hoarding behaviours". Personality and Individual Differences. 72: 214–219. doi:10.1016/j.paid.2014.08.041. ISSN 0191-8869. 
  7. ^ Frost, Randy (1995). "A Cognitive-Behavioral Model of Compulsive Hoarding". Behaviour Research and Therapy. 34 (4): 341–350. doi:10.1016/0005-7967(95)00071-2. PMID 8871366. 
  8. ^ "Hoarding", Mayo Clinic, 2012. Retrieved 2013-05-19.
  9. ^ Saxena, Sanjaya; Ayers, Catherine R.; Maidment, Karron M.; Vapnik, Tanya; Wetherell, Julie L.; Bystritsky, Alexander (2011). "Quality of life and functional impairment in compulsive hoarding". Journal of Psychiatric Research. 45 (4): 475–480. doi:10.1016/j.jpsychires.2010.08.007. PMC 3009837alt=Dapat diakses gratis. PMID 20822778. 
  10. ^ Tolin, David F.; Frost, Randy O.; Steketee, Gail; Fitch, Kristin E. (2008). "Family burden of compulsive hoarding: Results of an internet survey". Behaviour Research and Therapy. 46 (3): 334–344. doi:10.1016/j.brat.2007.12.008. PMC 3018822alt=Dapat diakses gratis. PMID 18275935. 
  11. ^ Mathes, Brittany M.; Henry, Alastair; Schmidt, Norman B.; Norberg, Melissa M. (2018). "Hoarding symptoms and workplace impairment". British Journal of Clinical Psychology. 58 (3): 342–356. doi:10.1111/bjc.12212. PMID 30548281. 
  12. ^ Tolin, David F.; Frost, Randy O.; Steketee, Gail; Gray, Krista D.; Fitch, Kristin E. (2008). "The economic and social burden of compulsive hoarding". Psychiatry Research. 160 (2): 200–211. doi:10.1016/j.psychres.2007.08.008. PMC 3018686alt=Dapat diakses gratis. PMID 18597855. 
  13. ^ Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (edisi ke-5th). Washington, DC: American Psychiatric Association. October 3, 2013. 
  14. ^ Gilliam, Christina M.; Norberg, Melissa M.; Villavicencio, Anna; Morrison, Samantha; Hannan, Scott E.; Tolin, David F. (2011). "Group cognitive-behavioral therapy for hoarding disorder: An open trial". Behaviour Research and Therapy. 49 (11): 802–807. doi:10.1016/j.brat.2011.08.008. PMID 21925643. 

Bacaan lebih lanjut

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya