Pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan ke-48 (Jepang: 第48回衆議院議員総選挙code: ja is deprecated , Hepburn: dai-yonjūhachikai Shūgiin giin sōsenkyo) di Jepang diselenggarakan pada 22 Oktober 2017. Pemilu dadakan ini diadakan lebih awal 1 tahun dari jadwal. Pemungutan suara dilakukan di seluruh konstituensi-konstituensi perwakilan Jepang termasuk blok-blok proporsional untuk memilih Anggota Parlemen periode baru di Dewan Perwakilan, majelis rendah di Parlemen Jepang. Koalisi Perdana Menteri petahana Shinzō Abe yang terdiri dari Partai Demokratik Liberal dan Komeito berhasil mempertahankan supermayoritas (2/3 dari semua kursi) di Dewan Perwakilan sebagai akibat terpecah-pecahnya kubu oposisi. PM Abe diyakini akan menggunakan hasil pemilu ini sebagai mandat untuk mengamendemen Pasal 9 Konstitusi Jepang yang melarang Jepang untuk mengikuti peperangan.
PM Abe memutuskan untuk meminta pembubaran dewan dan mengadakan pemilu dadakan di tengah meningkatnya ancaman misil-misil Korea Utara dan terpecah belahnya partai oposisi terbesar di Jepang saat itu, Partai Demokrat. Pada hari yang sama dengan pengumuman pemilu dadakan ini, Gubernur Tokyo Yuriko Koike baru saja membentuk partai konservatif baru bernama Partai Harapan yang saat itu dianggap berpotensial mencegah Abe mempertahankan mayoritasnya di dewan. Tidak lama kemudian, Partai Demokrat dibubarkan dan anggota-anggotanya yang berhaluan konservatif berpindah ke Partai Harapan. Namun, Koike menolak anggota-anggota Demokrat yang lebih liberal untuk bergabung di Harapan. Anggota-anggota tersebut kemudian membentuk Partai Demokratik Konstitusional (PDK).
Koike melakukan beberapa blunder selama masa kampanye. Setelah mengusir eks-anggota Partai Demokrat yang liberal, Koike juga batal berpartisipasi langsung di pemilu dan memilih bertahan sebagai Gubernur Tokyo. Dukungan terhadap Partai Harapan pun terus menurun selama masa kampanye. Partai Harapan gagal memenuhi ekspektasi dan hanya memperoleh 50 kursi. Sementara itu, PDK di bawah pimpinan mantan Ketua Sekretariat KabinetYukio Edano memperoleh peningkatan dukungan yang cukup tinggi terutama di akhir masa kampanye. Oleh karena kampanye yang relatif sukses ini, PDK berhasil memperoleh 55 kursi dan menjadi partai oposisi terbesar di Jepang setelah pemilu.[1]
Tingkat partisipasi pemilih di pemilu ini mencapai 53.68%, terendah kedua sejak Perang Dunia II walau sedikit lebih tinggi dari 2014. Walau pelaksanaan terganggu Topan Lan, tingkat golput sedikit menurun dikarenakan peningkatan drastis jumlah pemilih yang memilih sebelum pemilu. Untuk pertama kali, usia minimal untuk memilih juga diturunkan dari 20 ke 18 tahun. Abe menjadi PM pertama sejak 1953 yang memenangi tiga pemilihan umum secara berturut-turut dan berpotensi menjadi PM terlama dalam sejarah Jepang jika tidak mundur atau diganti sebelum akhir masa bakti parlemen ini.[2]