Paleontropologi adalah ilmu yang mempelajari asal usul dan perkembangan manusia dengan fosilmanusia purba sebagai objek penelitiannya[1] dan merupakan salah satu dari cabang ilmu Biologi dan Antropologi. Paleoantropologi berasal dari bahasa Yunani: παλαιός (palaeos) "tua, kuno", anthrōpos (ἄνθρωπος), "manusia", pemahaman akan kemanusiaan, dan -logia (-λογία), "ilmu"), yang merupakan kombinasi dari disiplin ilmu paleontologi dan antropologi ragawi, merupakan sebuah ilmu yang mempelajari manusia pada masa lalu yang ditemukan dalam bentuk fosilhominid seperti tulang dan tapak kaki yang mengalami petrifikasi.
Sejarah paleoantropologi
Abad ke-18
Sejak masa Carl Linnaeus, kera besar dianggap sebagai relasi paling dekat dengan manusia, berdasarkan kesamaan morfologi. Pada abad ke-19, diperkirakan bahwa relasi terdekat dengan manusia adalah simpanse dan gorila, dan berdasarkan kemiripannya, diduga bahwa manusia memiliki nenek moyang yang sama dengan kera Afrika dan fosilnya pasti dapat ditemukan di Afrika.[2]
Cabang ilmu paleoantropologi modern dimulai pada abad ke-19 dengan penemuan "manusia Neanderthal" (yang ditemukan pada tahun 1856, tetapi di daerah lain terdapat penemuan tulang yang mirip sejak tahun 1830), dan dengan bukti yang menunjukkan bahwa temuan tersebut merupakan manusia gua. Ide bahwa manusia memiliki kemiripan dengan kera besar telah ada pada beberapa orang sejak lama, tetapi ide mengenai evolusi biologi mengenai spesies secara umum tidak diakui hingga setelah Charles Darwin mempublikasikan On the Origin of Species pada tahun 1859.
Walaupun buku pertama Darwin mengenai evolusi tidak mengacu kepada pertanyaan mengenai evolusi manusia—"light will be thrown on the origin of man and his history," atau cahaya akan terungkap pada masalah asal manusia dan sejarahnya," merupakan pernyataan yang Darwin tulis pada buku tersebut—tetapi pembaca kontemporer mengerti bahwa hal tersebut dimaksudkan untuk teori evolusi.
Debat antara Thomas Huxley dan Richard Owen dipusatkan terhadap ide mengenai evolusi manusia. Huxley menggambarkan persamaan dan perbedaan antara manusia dan monyet pada bukunya yang diterbitkan tahun 1863 Evidence as to Man's Place in Naturedengan meyakinkan. Ketika Darwin menerbitkan bukunya sendiri dengan judul Descent of Man, buku tersebut telah terkenal untuk interpretasi mengenai teorinya—dan interpretasi tersebut yang membuat teorinya menjadi konroversial. Bahkan banyak pendukung Darwin (seperti Alfred Russel Wallace danCharles Lyell) menolak dengan keras pendapat bahwa manusia dapat melakukan evolusi pada kapasitas mental mereka dengan tidak terbatas dan kepekaan moral melalui seleksi alam.