Onkovirus atau virus onkogenik adalah istilah untuk virus yang dapat menyebabkan kanker.[4] Istilah tersebut bermula dari kajian retrovirus yang menyebabkan transformasi sel sehingga menimbulkan gejala kanker akut pada 1950 hingga 1960-an,[5][6] saat istilah "onkornavirus" dipakai untuk menyatakan cikal bakal virus RNA mereka.[7] Dengan huruf "RNA" dihapuskan, virus tersebut kini merujuk kepada virus manapun dengan genom DNA atau RNA apa pun yang menyebabkan kanker dan merupakan sinonim dari "virus tumor" atau "virus kanker". Kebanyakan virus manusia dan hewan tak dapat menyebabkan kanker, kemungkinan karena koevolusi jangka panjang antara virus dan inangnya. Onkovirus tak hanya penting dalam epidemiologi tetapi juga dalam investigasi mekanisme pengendalian siklus sel seperti protein retinoblastoma.
Badan Penelitian Kanker Internasional dari Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa pada 2002, infeksi menyebabkan 17,8% kanker manusia, dengan 11,9% disebabkan oleh salah satu dari tujuh virus.[8] Sebuah penelitian tahun 2020 yang mempelajari 2.658 sampel dari 38 jenis kanker menemukan bahwa 16% dari kanker tersebut dikaitkan dengan virus.[9] Kanker-kanker tersebut dapat dengan mudah dicegah melalui vaksinasi (seperti vaksin papilomavirus), didiagnosis dengan pengujian darah sederhana, dan diobati dengan senyawa-senyawa antivirus yang kurang toksik.
Hubungan sebab-akibat
Virus tumor secara umum tidak atau sangat kecil kemungkinan menyebabkan penyakit setelah menginfeksi inang. Mereka mungkin saja menyebabkan penyakit nonkanker seperti peradangan akut hepar oleh virus hepatitis B atau mononukleosis oleh virus Epstein-Barr. Sebagian kecil manusia (atau hewan) kemudian menderita kanker setelah infeksi. Maka dari itu, usaha untuk menguji sifat onkogenik suatu virus bersifat rumit. Postulat Koch, ide dari abad ke-19 yang disusun oleh Robert Koch untuk menentukan kemungkinan Bacillus anthracis menyebabkan penyakit antraks, tidak berlaku bagi penyakit yang disebabkan oleh virus. Pertama, virus tidak bisa benar-benar diisolasi dari kultur murni - teknik isolasi yang ketat sekalipun tidak dapat membedakan virus pengontaminasi dengan ciri densitas yang serupa, virus harus diperbanyak dalam sel. Kedua, infeksi virus tanpa gejala dan dibawanya virus umum terjadi pada virus tumor, melanggar kriteria Koch yang ketiga. Relman dan Fredericks telah menjelaskan kesulitan penerapan postulat Koch pada kanker yang diinduksi oleh virus.[10] Selain itu, virus dengan inang yang terbatas pada manusia membuat percobaan tentang penularannya menjadi tidak memenuhi etika. Usaha lain, seperti penggunaan kriteria A. B. Hill,[11] lebih relevan dengan virologi kanker tetapi juga memiliki keterbatasan dalam menentukan hubungan sebab-akibat.
Mekanisme onkogenik
Mekanisme onkogenik virus secara langsung[12] melibatkan masuknya gen onkogenik virus tambahan ke sel inang atau gen yang memperkuat gen onkogenik (proto-onkogen) yang telah ada pada genom. Contohnya, vFLIP dan vCyclin memengaruhi jalur sinyal TGF-β secara tidak langsung dengan menginduksi klaster mir17-92 inang.[13]
Onkovirus DNA
Onkovirus DNA biasanya menghambat kerja dua keluarga protein supresor tumor: protein tumor p53 dan protein retinoblastoma (Rb). Dari sudut pandang evolusi, virus menjadi untung dengan inaktivasi p53 karena protein tersebut dapat memicu pemberhentian siklus sel atau apoptosis sel yang terinfeksi ketika virus akan mereplikasi DNA.[14] Hal yang serupa terjadi pada protein Rb yang meregulasi banyak fungsi sel yang penting, antara lain pada checkpoint siklus sel yang signifikan; virus menjadikan protein Rb sebagai target untuk mengganggu fungsi sel yang normal.[15]
Banyak onkovirus DNA telah ditemukan tetapi baru tiga di antaranya yang telah diteliti secara mendalam. Adenovirus dapat menyebabkan tumor pada model hewan pengerat tetapi tidak pada manusia. Maka dari itu, mereka digunakan sebagai bahan pembawa dalam terapi gen untuk penyakit seperti fibrosis sistik dan kanker.[16]Simian virus 40 (SV40), salah satu polyomavirus, dapat menyebabkan tumor pada model hewan pengerat tetapi tidak pada manusia.[17] Fenomena ini menjadi salah satu kontroversi besar pada topik onkogenesis pada abad ke-20 karena sebanyak kira-kira 100 juta orang telah terpapar dengan SV40 melalui vaksin polio.[17]Human papillomavirus-16 (HPV-16) diketahui menyebabkan kanker serviks dan lainnya, termasuk kanker pada kepala dan leher.[18]
Integrasi DNA virus
Onkovirus DNA mentransformasi sel yang terinfeksi dengan menyatukan DNA mereka ke dalam genom sel inang.[19] DNA virus diketahui dimasukkan pada tahap transkripsi atau replikasi, yang mana kedua untai DNA yang dianealisasi terpisah. Kejadian ini bersifat jarang dan pada umumnya tidak bisa diprakirakan; tidak ditemukan petunjuk pasti tentang situs yang akan dimasuki pada integrasi DNA.[19]
Checkpoint G1/S
Rb dan p53 meregulasi transisi antara fase G1 dan S, memberhentikan siklus sel sebelum berpindah ke fase replikasi DNA hingga input checkpoint yang sesuai selesai, misalnya perbaikan kerusakan DNA.[16] p53 meregulasi gen p21 yang menghasilkan protein yang berikatan dengan kompleks Cyclin D-Cdk4/6.[20] Maka dari itu, fosforilasi Rb tidak terjadi dan sel tidak memasuki fase S.[20] Pada mamalia, Rb yang aktif (tidak terfosforilasi) menginhibisi keluarga faktor transkripsi E2F, membentuk umpan balik positif yang menahan sel dalam fase G1 hingga input melebihi ambang.[16]
Inaktivasi p53
Virus menggunakan beragam cara dalam inaktivasi p53. Protein E1B adenovirus (55K) menghalangi p53 meregulasi gen dengan cara berikatan pada p53 yang berikatan dengan genom.[14] Pada SV40, antigen tumor besar (large T antigen, LT) adalah analog; LT juga berikatan dengan sejumlah protein seluler lain, seperti p107 dan p130, pada residu yang sama.[16] LT berikatan dengan domain ikatan p53 pada DNA (bukan pada protein), menghalangi p53 meregulasi gen dengan normal.[14] HPV menggunakan cara lain, yaitu mendegradasi p53: protein E6 HPV berikatan dengan protein seluler yang bernama E6-associated protein (E6-AP, juga dikenal sebagai UBE3A), membentuk kompleks yang menyebabkan ubikitilasi p53.[21]
Inaktivasi Rb
Rb mengalami inaktivasi sehingga transisi G1/S dapat berjalan tanpa halangan. Sejumlah onkoprotein viral yang bersifat analog menyebabkan inaktivasi tersebut. Adenovirus early region 1A (E1A) adalah onkoprotein yang berikatan dengan Rb dan dapat memicu transkripsi dan transformasi sel.[14] SV40 menggunakan protein yang sama untuk inaktivasi Rb dan LT dengan untuk inaktivasi p53.[20] HPV menggunakan protein, E7, yang berikatan dengan Rb menggunakan cara yang sama.[22] Rb dapat mengalami inaktivasi dengan fosforilasi, dengan ikatan dengan onkoprotein virus, atau dengan mutasi - mutasi yang mencegah ikatan onkoprotein juga berhubungan dengan kanker.[21]
Variasi
Onkovirus DNA biasanya menyebabkan kanker dengan inaktivasi p53 dan Rb sehingga pembelahan sel dan pembentukan tumor dapat terjadi. Terdapat banyak mekanisme yang muncul dari segi evolusi secara terpisah; selain yang telah dibawakan sebelumnya, ada mekanisme lain, misalnya HPV melakukan inaktivasi p53 dengan sekuestrasi p53 dalam sitoplasma.[14]
SV40 telah banyak diteliti dan tidak menyebabkan kanker pada manusia tetapi analog yang belakangan ditemukan, yaitu Merkel cell polyomavirus diasosiasikan dengan karsinoma sel Merkel, salah satu kanker kulilt.[23] Ciri ikatan Rb diketahui sama pada dua virus tersebut.[23]
Virus-virus utama yang diasosiasikan dengan kanker manusia yaitu HPV, HBV, HCV, virus Epstein-Barr, HTLV-1, Karposi's sarcoma-associated herpesvirus, dan Merkel cell polyomavirus. Data eksperimen dan epidemiologi menunjukkan peran penyebab virus-virus dan mereka ditemukan merupakan faktor risiko paling penting kedua dalam pembentukan kanker manusia; faktor risiko paling penting adalah konsumsi rokok.[39]
Pada awal 1950-an, virus diketahui dapat memindahkan atau memasukkan gen dan materi genetik dalam sel. Virus jenis ini dianggap dapat menyebabkan kanker dengan memasukkan gen baru ke genom. Analisis genetik mencit yang terinfeksi dengan virus Friend mengonfirmasi integrasi oleh retrovirus yang dapat memengaruhi gen supresor tumor, menyebabkan kanker.[47]Ludwik Gross mengidentifikasi virus mencit pertama (murine leukemia virus, MLV) pada 1951[40] dan pada 1953 melaporkan komponen ekstrak leukemia mencit yang dapat menyebabkan tumor padat pada mencit.[48] Zat tersebut kemudian diidentifikasi sebagai virus oleh Sarah Stewart dan Bernice Eddy dari Institut Kanker Nasional Amerika Serikat, sehingga "SE polyoma" dinamakan menurut mereka.[49][50][51] Pada 1957, Charlotte Friend menemukan Friend virus, strain MLV yang dapat menyebabkan kanker pada mencit yang dapat memberi renspons imun normal.[45] Walaupun penemuannya menerima penolakan yang signifikan, pada akhirnya hal ini diterima oleh komunitas onkologi dan memastikan validitas onkogenesis virus.[52]
Pada 1961 Eddy menemukan SV40. Laboratorium Merck juga mengonfirmasi keberadaan rhesus macaque virus yang mengontaminasi sel yang digunakan dalam pembuatan vaksin polio Salk dan Sabin. Beberapa tahun kemudian, virus tersebut diketahui menyebabkan kanker pada hamster suriah, memunculkan perhatian tentang dampaknya kepada kesehatan manusia. Konsensus ilmiah saat ini sangat menyetujui bahwa virus tersebut tidak menyebabkan kanker pada manusia.[53][54]
Onkovirus manusia
Pada 1964 Anthony Epstein, Bert Achong, dan Yvonne Barr menemukan onkovirus pada manusia pertama dari sel limfoma Burkitt. Sebagai herpesvirus, virus tersebut kemudian dikenal secara resmi sebagai human herpesvirus 4 tetapi lebih dikenal sebagai virus Epstein-Barr (EBV).[55] Pada pertengahan 1960-an Baruch Blumberg untuk pertama kalinya mengisolasi dan meneliti virus hepatitis B saat bekerja di Institut Kesehatan Nasional (NIH) Amerika Serikat dan kemudian di Fox Chase Cancer Center. Walaupun agen tersebut adalah penyebab pasti hepatitis dan mungkin berperan dalam karsinoma hepatoseluler kanker liver, hubungan antara virus tersebut dan penyakit-penyakit tersebut baru dengan tegas dipastikan pada penelitian epidemiologi pada tahun 1980-an oleh Palmer Beasley dan lainnya.[56]
Pada 1980 retrovirus manusia pertama, HTLV-1 ditemukan oleh Bernard Poiesz dan Robert Gallo dari NIH,[57][58] dan secara tidak berkaitan oleh Mitsuaki Yoshida dan kawan-kawan dari Jepang.[59] Namun, pada saat itu HTLV-1 tidak diketahui pasti memicu leukemia. Pada 1981, Yorio Hinuma dan rekannya di Universitas Kyoto melaporkan visualisasi partikel retrovirus yang dihasilkan oleh kultur sel leukemia dari pasien yang mengidap leukemia/limfoma sel T dewasa (adult T-cell leukemia/lymphoma, ATL). Virus tersebut kemudian diketahui sebagai HTLV-1 dan penelitian terakhir memastikan peran HTLV-1 dalam menyebabkan ATL.[40]
Pada 1994 Patrick S. Moore dan Yuan Chang dari Universitas Columbia bekerja sama dengan Ethel Cesarman,[61] mengisolasi KSHV dengan representational difference analysis (RDA). Penelitian ini didorong oleh temuan Valerie Beral dan kawan-kawan yang meneliti sarkoma Kaposi pada pasien pengidap AIDS dan menyimpulkan bahwa kanker ini pasti disebabkan oleh agen infeksi selain human immunodeficiency virus (HIV) yang kemungkinan adalah virus.[62] Penelitian lebih lanjut menemukan bahwa KSHV adalah "agen sarkoma Kaposi" dan menyebabkan pola epidemiologi sarkoma Kaposi dan kanker lain yang berkaitan.[63] Pada 2008 Yuan Chang dan Patrick S. Moore mengembangkan metode baru dalam mengidentifikasi onkovirus berdasarkan substraksi komputer atas segmen manusia dari tumor transcriptome, yaitu digital transcriptome substraction (DTS). DTS digunakan dalam mengisolasi fragmen DNA Merkel cell polyomavirus dari karsinoma sel Merkel dan kemudian virus tersebut diketahui menyebabkan 70-80% kasus kanker ini.[23]
^Valladares Y (1960). "Studies on cancerous pathogenesis. Production of leukemia and polycythemia vera by means of cancerous nucleoproteins from tissue cultures". Med Exp Int J Exp Med. 2: 309–16. doi:10.1159/000134890. PMID13779782.
^ abcParkin DM (June 2006). "The global health burden of infection-associated cancers in the year 2002". International Journal of Cancer. 118 (12): 3030–44. doi:10.1002/ijc.21731. PMID16404738.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Marc Zapatka, Ivan Borozan, Daniel S. Brewer, Murat Iskar, Adam Grundhoff, Malik Alawi, Nikita Desai, Holger Sültmann, Holger Moch, PCAWG Pathogens, Colin S. Cooper, Roland Eils, Vincent Ferretti, Peter Lichter, PCAWG Consortium (February 2020). "The landscape of viral associations in human cancers". Nature Genetics. 52 (3): 320–330. doi:10.1038/s41588-019-0558-9. PMC8076016Periksa nilai |pmc= (bantuan). PMID32025001.Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)