Pada tahun 1884, Oey diangkat menjadi Letnan CinaKebajoran di afdeeling Meester Cornelis, Batavia.[1][2] Pada tahun 1894, Letnan Oey Giok Koen ditunjuk sebagai Kapitan Cina Meester Cornelis untuk menggantikan Kapitan Oey Ek Kiam (tidak ada hubungan keluarga; menjabat sebagai Letnan sejak tahun 1879, dan sebagai Kapitan mulai tahun 1883 hingga diberhentikan pada tahun 1893).[4] Pada tahun 1899, Kapitan Oey Giok Koen dipindah menjadi Kapitan Cina Tangerang, setelah pendahulunya, Kapitan Oey Khe Tay meninggal pada tahun 1897.[4] Istri Oey Giok Koen adalah keponakan dari istri Oey Khe Tay, Nie Kim Nio.[6] Kapitan Oey Giok Koen menduduki jabatan tersebut hingga ia diberi pemberhentian dengan hormat pada tahun 1907.[4] Ia lalu digantikan oleh putra dari Oey Khe Tay, yakni Kapitan Oey Djie San.[4]
Oey menekuni aktivitas yang sesuai dengan pangkatnya sebagai pejabat Cina dan tuan tanah, serta menjadi tokoh masyarakat yang disegani.[1][4] Pada tahun 1892, Letnan Oey Giok Koen dipilih menjadi presiden dari Tjoe Hoe Tee Beng, sebuah organisasi pemakaman dan budaya Konfusianisme, untuk menggantikan Ong Kim San.[7] Menjelang pendirian Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) pada tahun 1900, Kapitan Oey Giok Koen ditawari jabatan presiden oleh para pendiri dari organisasi tersebut.[8][9] Ia kemudian menolaknya, karena ia telah menjabat sebagai presiden di Tjoe Hoe Tee Beng. Walaupun begitu, ia setuju untuk menjadi anggota dewan eksekutif dari THHK.[4][8][9]
Oey lalu menjadi salah satu orang terkaya di Hindia Belanda berkat warisan keluarganya, tetapi Arnold Wright menyatakan bahwa kekayaan Oey juga berkat kesederhanaannya.[1] Pada bulan Februari 1893, Kapitan Oey Giok Koen membeli tanah partikelir Tigaraksa dan Pondok Kosambi dari saudara iparnya, Ong Hok Tiang.[5] Tanah tersebut awalnya dimiliki oleh ayah mertua Oey, yakni Ong Boen Seng.[10] Walaupun berasal dari keluarga Peranakan yang telah lama bermukim di Hindia Belanda, Oey tetap menjaga hubungannya dengan Cina, di mana ia kemudian ditunjuk sebagai direktur dari Fukien Railway Company di Amoy, Fujian pada tahun 1908.[11][4]
Kapitan Oey Giok Koen lalu mengalami stroke dan meninggal secara mendadak pada tahun 1912.[12][13] Ia pun meninggalkan kekayaan senilai 9 juta gulden, yang mana seluruhnya diwariskan ke dua orang putranya yang masih di bawah umur, yakni Oey Kim Tjang Sia dan Oey Kim Goan Sia, kecuali satu juta gulden yang diwariskan ke putrinya, Oey Hok Nio.[12][13][3][6] Keturunan Oey Giok Koen hingga saat ini masih menjadi salah satu keluarga terkaya di Indonesia sebagai pemilik dari dua konglomerasi yang saling terkait, yakni Tigaraksa Satria dan Sintesa Group.[3][14]
^"De locomotief". Een benoming (dalam bahasa Belanda). De Groot, Kolff & Co. 7 August 1908. Diakses tanggal 23 January 2021.
^ ab"De expres". Millioenen-Erfenis (dalam bahasa Belanda). De Eerste Bandoengsche Publicatie Maatschappij. 24 April 1912. Diakses tanggal 23 January 2021.
^ ab"Haagsche courant". Een Sterfgeval (dalam bahasa Belanda). A. Sijthoff jr. 22 May 1912. Diakses tanggal 23 January 2021.