Notonegoro
Kanjeng Pangeran Haryo Notonegoro, S.Sos., M.A. (bahasa Jawa: ꦟꦡꦤꦓꦫ, translit. Natanagara; lahir 27 Desember 1973 dengan nama Angger Pribadi Wibowo) adalah suami dari Gusti Kanjeng Ratu Hayu, putri keempat dari Sri Sultan Hamengkubuwono X dengan Gusti Kanjeng Ratu Hemas Kehidupan awalMasa KecilPutra dari Kolonel Kavaleri (Purn) Sigim Mahmud dan Raden Ayu Nusye Retnowati terlahir dengan nama kecil Angger Pribadi Wibowo. Hidup di keluarga TNI AD membuat Notonegoro harus tinggal berpindah-pindah untuk mengikuti orang tuanya. Pria kelahiran Jakarta, 27 Desember 1973 ini telah menghabiskan masa kecilnya di berbagai kota, mulai dari Jakarta, Bandung, Tangerang, Cimahi, Ambarawa, Salatiga, sampai Yogyakarta. Pendidikan
Notonegoro merupakan sosok yang sangat peduli terhadap masalah sosial dan politik global. Sewaktu ia sekolah di SMA Negeri 3 Yogyakarta Padmanaba, situasi politik di Timur Tengah yang menghangat membuatnya tertarik mengikuti dinamika politik internasional saat itu. Itu sebabnya ia lalu memutuskan untuk mengambil jurusan Hubungan Internasional di Universitas Gadjah Mada saat beranjak kuliah pada tahun 1992. Dia mengambil jurusan ini karena tertarik pada isu-isu global dan organisasi internasional. Di sini, dia mengambil spesialiasi di bidang "Negosiasi dan Resolusi Konflik.” Pada tahun 2002, Noto melanjutkan studinya di School of Economic Sciences, Washington State University, Jurusan International Development. Dia mengambil jurusan ini karena ingin menambah pengetahuan mengenai isu-isu global terutama masalah-masalah pembangunan seperti kemiskinan, lingkungan hidup, krisis (konflik/bencana), dan lain-lain Riwayat Pendidikan[1]
Pernikahan dengan Ratu HayuPada tanggal 22 October 2013 Pangeran Notonegoro resmi menikah dengan Gusti Kanjeng Ratu Hayu. Pernikahan Agung Kraton Yogyakarta ini berlangsung selama tiga hari dengan rangkaian prosesi yang panjang. Dalam rangkaian pernikahan ini Pangeran Notonegoro dan Ratu Hayu dikirab dari keraton menuju kepatihan melalui jalan Malioboro. Ratusan ribu masyarakat turut menyaksikan acara kirab tersebut. Pekerjaan
Notonegoro mengawali kariernya sebagai Project Manager Marketing Internasional di sebuah perusahaan swasta bernama PURA Group Kudus, sebelum akhirnya mulai meniti tangga kariernya di UNDP (United Nations Development Programme). UNDP adalah jaringan pembangunan dunia di bawah PBB yang mempromosikan perubahan dan menyediakan akses ke pengetahun, keahlian dan sumber daya yang diperlukan oleh masyarakat untuk memajukan kehidupannya. Dia mulai bekerja di UNDP Indonesia pada tahun 2006. Awalnya bergelut di bidang pemulihan bencana, kemudian beralih ke Pengurangan Risiko Bencana selaku Programme Manager. Sejak tahun 2010 menjabat sebagai Assistant Country Director yang mengepalai unit Perencanaan, Pengawasan dan Evaluasi di UNDP Jakarta, sebelum akhirnya dipindahtugaskan ke Amerika pada tahun 2012. Saat ini Notonegoro bekerja sebagai Management Specialist UNDP di New York, Amerika Serikat. Di sana, ia bertugas mengurusi masalah Business Continuity Management yakni yang memastikan bahwa UNDP tetap bisa bekerja melayani masyarakat meskipun dilandakrisis. Ia bertanggung jawab terutama untuk Markas Besar New York, seperti misalnya penanganan badai Sandy tahun 2012 lalu. Meskipun begitu, tugas Noto tidak terbatas di New York saja. Lebih lanjut Noto bercerita bahwa ia juga bertanggung jawab untuk keseluruhan sistem Enterprise Risk Management di UNDP. Profesi/Pekerjaan
Peranan di KeratonNotonegoro adalah Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Kridho Mardowo, departemen di Kraton yang bertugas melestarikan dan mengembangkan kesenian termasuk diantaranya karawitan, tari, ukir, batik dan lain lain. Saat memimpin Kridho Mardowo, Ia memiliki niat untuk membuat budaya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat mendunia dan dikenal luas oleh masyarakat. dibawah pengelolaannya, ia bekerjasama dengan istrinya, Gusti Kanjeng Ratu Hayu dalam digitalisasi kebudayaan Kraton dengan penampilan daring melalui media sosial. Hasilnya, budaya Kraton yang sebelumnya dipandang sebelah mata menjadi populer kembali, khususnya di kalangan kawula muda.[3] Referensi
Pranala luar |