Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Ngadirejo, Reban, Batang

Ngadirejo
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenBatang
KecamatanReban
Kode pos
51273
Kode Kemendagri33.25.04.2005 Edit nilai pada Wikidata
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²
Peta
PetaKoordinat: 7°6′8″S 109°52′10″E / 7.10222°S 109.86944°E / -7.10222; 109.86944

Ngadirejo adalah desa di kecamatan Reban, Batang, Jawa Tengah, Indonesia.

Desa Ngadirejo Kecamatan Reban Kabupaten Batang, terletak di Kabupaten bagian selatan di lereng utara pegunungan Dieng. Di atas ketinggian 740 meter dpl. Bersuhu sejuk 18 – 20 derajat Celsius. Bercorak perdesaan agraris pegunungan. Berjarak 45 km dari Ibu Kota Kabupaten, 3 km dari ibu Kota Kecamatan. Dari Jalan Pantura Banyuputih (Alas Roban) berjarak 20 km ke arah selatan melewati Limpung, Sojomerto dan Reban.

Desa ini memiliki keunikan sangat menonjol. Sebab merupakan titik temu antara dialek Jawa Wetan (Kedaton) dan Jawa Kulon (Banyumasan atau Tegalan). Sekaligus titik temu budaya Jawa Pesisiran (Pantura) dan Jawa Pedalaman (Dataran tinggi Dieng).

Desa Ngadirejo terdiri lima dukuh, yaitu Ngadirejo Krajan, Nawangsari, Rejosari, Pringombo dan Wonokerto. Tiga dukuh bagian utara (Ngadirejo, Nawangsari dan Rejosari) menggunakan dialek semu dengan akhiran vokal “ ê “ (ditekan) sebagaimana lazim di sebagian besar wilayah perdesaan di Batang. Sementara, di dua dukuh bagian selatan (Pringombo dan Wonokerto) menggunakan dialek dengan akhiran vokal “a” sebagaimana dialek Banyumasan atau Tegalan.

Sebagai contoh, pengucapan lafadz “sego” untuk Jawa Wetan berubah menjadi “sega” untuk Jawa Kulon, maka di Batang akan diucapkan “segê” dengan pengucapan ê ditekan berat. Begitu pula untuk lafadz “gulo” berubah menjadi “gula” dan oleh Masyarakat Batang menjadi “gulê”. Fenomena semiotik ini menarik untuk dikaji lebih dalam menjadi “dialek MBatangan” yang ternyata berbeda dengan dialek Jawa Wetan maupun Kulon.

Memang, wilayah Kabupaten Batang secara keseluruhan merupakan titik temu Bahasa dan Budaya. Dan ternyata, secara geografis, titik temu itu tepat berada di desa Ngadirejo. Meskipun secara geografis tidak tepat berada di tengah-tengah antara pantai utara dan pantai selatan, namun dalam budaya dan semiotika tepat berada di titik kulminatif. Yang menarik, justru ketika ditarik garis ukur pada peta satelit, antara pulau Jawa ujung kulon dan ujung wetan, Ngadirejo nyaris berada di tengah-tengah pada jarak 530 km. Sungguh fakta yang unik dan menarik. Sehingga tidak mengherankan jika Ngadirejo ditahbiskan sebagai “The Heart of Java” (hatinya pulau Jawa).

Fakta geografis itu menjadi semakin jelas ketika menjadi titik temu dalam semiotik dan budaya Jawa. Dalam perspektif budaya, tampak pula pertemuan antara Jawa Pesisiran di Ngadirejo bagian utara dan Jawa Pedalaman di Ngadirejo bagian selatan. Sebagaimana lazim dalam kajian budaya jawa, tradisi pesisiran lebih cenderung berwatak kosmopolit, terbuka dan egaliter. Sedang budaya pedalaman lebih berwatak tertutup dan otokrat.

Sebagai contoh, tradisi “cukuran gembel” ada di Ngadirejo Bagian selatan dan tidak ada di bagian utara. Cukuran Gembel adalah tradisi Jawa Pedalaman sebagaimana ada di Dataran Tinggi Dieng. Demikian pula dalam perspektif antropologis, Masyarakat Ngadirejo utara lebih terbuka dalam berinteraksi sebagaimana masyarakat pesisiran pada umumnya, berbeda dengan di bagian selatan.

Fenomena ini perlu di kaji pula dalam perspektif sejarah. Batang memiliki situs-situs sejarah yang lebih tua dari Borobudur. Seperti prasasti Sojomerto, situs Silurah, situs Blado dan lain-lain. Fakta ini menjadi dasar kajian para sejarawan bahwa Batang diperkirakan pernah menjadi pusat pemerintahan Jawa Kulo. Kerajaan Keling (Kalingga) dengan Ratu Sima yang cantik jelita sebagai rajanya, diisinyalir berpusat di Batang. Demikian pula Kerajaan Medang Kamulan, ketika era Jawa Tengah, konon berpusat di Batang. Sehingga, nama gunung di Batang selatan dikenal Gunung Kemulan.

Masih banyak lagi hal-hal menarik di sekitas Gunung Kemulan. Misalnya cerita Legenda Ken Sari dengan tokohnya Singo Putih dan Singo Welang. Latar cerita ini berada di Gunung Kemulan dan desa-desa sekitar, seperti Ngadirejo, Tambakboyo dan Adinuso. Cerita ini, beberapa tahun lalu pernah ramai dalam sandiwara radio dan sempat di sinetronkan oleh sebuah TV swasta Nasional. Ngadirejo yang berada 3 km di lereng utara Gunung Kemulan itu, semakin menarik ketika dikaji melalui aspek kesusasteraan ini.

http://www.wisatangadirejo.blogspot.com/2015/01/profil-desa.html

http://www.chordlay.com Diarsipkan 2020-01-12 di Wayback Machine.

http://www.obatapasaja.com Diarsipkan 2015-06-23 di Wayback Machine.

Kembali kehalaman sebelumnya