Museum Karmawibhangga atau juga disebut Museum Borobudur, adalah sebuah museum arkeologi yang terletak hanya beberapa ratus meter di sebelah utara Candi Borobudur, Candi Buddha dari abad ke-8 Masehi, terletak di dalam kawasan Taman Wisata Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Museum ini menampilkan gambar relief Karmawibhangga yang terukir pada kaki tersembunyi Borobudur,[1] beberapa blok batu Borobudur yang terlepas, serta temuan artefak arkeologi yang ditemukan di sekitar Borobudur dan yang berasal dari berbagai situs-situs purbakala di Jawa Tengah. Museum ini juga menampilkan struktur arsitektur Borobudur, serta dokumentasi proyek pemugaran besar-besaran antara tahun 1975 dan 1982 yang dibantu oleh UNESCO. Bangunan museum ini dibangun dengan gaya arsitektur tradisional Jawa, yaitu berupa rumah joglo lengkap dengan pendopo.[2] Museum ini merupakan kesatuan dalam kompleks taman arkeologi Taman Wisata Candi Borobudur yang diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1983.
Dalam kompleks taman wisata purbakala ini tepat di sisi barat museum ini terdapat Museum Samudra Raksa yang menampilkan Kapal Borobudur. Pengunjung tidak dipungut biaya untuk memasuki kedua museum ini karena sudah termasuk dalam harga tiket masuk Taman Wisata Candi Borobudur.[3]
Koleksi yang dipamerkan
Museum ini dibangun sebagai salah satu fasilitas utama dalam Taman Wisata Candi Borobudur, yaitu sebagai pusat informasi sejarah dan kepurbakalaan Borobudur.
Relief Karmawibhangga
Bagian dasar dari relief Candi Borobudur menggambarkan alam pertama dalam tiga lapis tingkat kesadaran spiritual manusia menurut konsep Buddhisme; Kamadhatu atau "alam hawa nafsu". Rangkaian relief ini menggambarkan kisah Mahakarmawibhangga atau singkatnya Karmawibhangga yang melambangkan manusia yang masih terikat hawa nafsu dan tunduk pada hukum karma. Sebanyak 160 panel relief ini tidak membentuk cerita panjang yang berkelanjutan, melainkan masing-masing panel menggambarkan gambaran lengkap hubungan sebab-akibat.[4]
Penggambaran tindakan kejahatan pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, pengguguran kandungan, dan penyiksaan digambarkan sebagai tidakan tidak bermoral. Akibat langsung maupun tidak langsung dari tindakan jahat ini digambarkan mengakibatkan nasib yang penuh siksaan di kehidupan berikutnya. Penggambaran neraka yang mengerikan menunjukkan siksaan pemotongan tubuh, pembakaran dan dibelenggu dengan rantai yang panas membara . Selain itu terdapat juga gambaran tindakan terpuji seperti berderma, ziarah ke tempat suci, semuanya mendapatkan imbalan pahala yang setimpal. Relief ini juga menggambarkan tindakan yang rukun dan selaras seperti gotong-royong, bekerja bercocok tanam, serta keluarga yang harmonis. Kepedihan siksaan neraka dan kenikmatan surga digambarkan dengan jelas. Penggambaran samsara (siklus kelahiran yang tak berakhir) juga digambarkan di sini. Pada beberapa panel terdapat goresan tulisan yang dianggap sebagai instruksi untuk pengukir. Beberapa panel belum rampung, hal ini menimbulkan dugaan bahwa penambahan kaki tambahan dilakukan sebelum candi rampung.
Dalam proses pembangunan candi, kaki tersembunyi ini kemudian ditutup dengan kaki tambahan dengan alasan yang hingga kini masih masih menjadi misteri. Kaki tambahan ini dibangun dengan saksama dengan detail yang sangat rapi mungkin atas perimbangan keindahan dan keagamaan. Kini hanya sudut tenggara yang dibiarkan terbuka dan dapat disaksikan oleh pengunjung, bagian lainnya tertutup struktur kaki tambahan sehingga tidak terlihat. Pada tahun 1890 kaki tambahan ini dibongkar dan diambil gambarnya oleh Kassian Cephas. Foto-foto inilah yang kini dipamerkan di dalam museum.[1]
Blok batu Borobudur
Sekitar 4.000 blok batu asli dari candi Borobudur disimpan di halaman terbuka dalam kompleks museum ini.[2] Batu-batu terlapas ini termasuk panel hiasan berukir, bagian dari relief dan struktur bangunan. Blok-blok batu ini tidak disertakan dalam tubuh candi akibat bagian-bagian penghubungnya telah hilang. Tubuh Candi Borobudur terbentuk dari blok-blok batu yang saling mengunci, kadang-kadang batu pengganti dibuat untuk mengganti bagian-bagian yang hilang. Salah satu bagian penting yang disimpan disini adalah chattra, payung susun tiga dari batu yang menjadi kemuncak atau mastaka stupa utama Borobudur. Semula chattra ini direkonstruksi oleh Theodoor Van Erp ketika pemugaran tahun 1907 hingga 1911. Meskipun chattra ini dengan saksama dan teliti dibuat ulang, hanya sedikit batu asli yang tersisa. Karena bentuk kemuncak ini hanya perkiraan saja, maka Van Erp merasa keaslian chattra ini kurang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga akhirnya dibongkar dan disimpan di museum ini.
Temuan purbakala
Beberapa arca Buddha dari Borobudur juga tersimpan di museum ini, banyak diantaranya sudah hilang kepalanya atau rusak. Salah satu koleksi arca Buddha paling terkenal adalah arca "Buddha yang Tak Rampung",[5] dipercaya ditemukan di dalam stupa utama pada awal penemuan Candi Borobudur pada awal abad ke-20. Akan tetapi kini banyak yang meragukan anggapan bahwa arca yang tak sempurna ini adalah arca yang bersemayam di dalam ruang tertutup dalam stupa utama. Arca ini mungkin diambil dari tempat lain dan ditempatkan di dalam ruang utama yang telah terbongkar, sangat mungkin asinya ruangan dalam stupa utama ini dibiarkan kosong untuk melambangkan konsep sunyata (ketiadaan yang sempurna).
Beberapa temuan purbakala juga disimpan di museum ini, seperti guci, periuk, dan wadah dari tanah liat yang ditemukan di sekitar Candi Borobudur saat proyek pemugaran berlangsung. Salah satu koleksi penting adalah arca kepala Buddha berukuran besar dari abad ke-9 yang ditemukan di Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Pemugaran Borobudur
Museum ini juga menyimpan dokumentasi mengenai sejarah pemugaran Candi Borobudur yang didukung oleh UNESCO yang berlangsung antara tahun 1975 dan 1982. Foto lama, peta, model batu Borobudur yang saling mengunci, serta struktur Borobudur juga dipamerkan di museum ini. Koleksi ini dimaksudkan untuk memberi pemjelasan kepada pengunjung mengenai tantangan dan masalah yang dihadapi dalam upaya pelestarian Candi Borobudur; seperti masalah kekokohan struktur bangunan, masalah kerusakan batu relief akibat jamur dan lumut, serta masalah drainase dan tata air. Teknik modern seperti penggunaan kerangka beton, batu berlapis timbal, serta sistem drainase modern juga dijelaskan di museum ini.
Galeri
-
Antefix - ornamen hias arsitektural pada kemuncak pagar langkan maupun dinding
Borobudur yang berada di halaman Museum Borobudur. Posisi asli batu masih belum ditemukan.
-
Batu penyusun struktur pagar langkan
Candi Borobudur. Posisi asli batu masih belum ditemukan.
-
Patung
Buddha yang tidak sempurna di dalam museum. Di belakangnya diletakkan
chhtra atau parasol tiga tingkat yang seharusnya berada di puncak stupa utama Borobudur, tetapi diturunkan dengan pertimbangan sering terkena sambaran petir.
Referensi