Muhammad Arsyad AssegafMUHAMMAD ARSYAD atau IMEN merupakan seorang pembantu tukang sate, yang ditahan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia atas tuduhan pornografi dan penghinaan dengan melanggar Pasal 310 dan 311 KUHP, Pasal 156 dan 157 KUHP, Pasal 27, 45, 32, 35, 36, 51 UU ITE atas tindakannya mengunggah gambar hasil rekayasa yang menunjukkan Presiden Joko Widodo melakukan hubungan seksual dengan mantan presiden Megawati Soekarnoputri di media sosial.[1][2]
Kehidupan pribadiMuhammad Arsyad Assegaf adalah seorang lulusan SMP dan bekerja sebagai penjaja sate di warung sate Margani, depan Pasar Induk Kramat Jati.[3] Ia adalah anak dari pasangan Syafruddin dan Mursyidah — keduanya tinggal di Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur.[3][4] Kronologi kasus penghinaan dan pornografiPelaporan dan penangkapanSebelum mengunggah gambar, Arsyad diketahui telah bergabung ke beberapa kelompok yang dengan sengaja melakukan penghinaan dan melakukan pencemaran nama baik terhadap Joko Widodo di jejaring sosial Facebook dengan nama pengguna Arsyad Assegaf.[5] Arsyad kemudian mengunggah montase gambar hasil rekayasa yang memperlihatkan Joko Widodo dalam kondisi telanjang ketika berhubungan seksual dengan Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri. Gambar ini kemudian dilihat dan dilaporkan oleh pengacara sekaligus politisi PDIP, Henry Yosodiningrat pada tanggal 27 Juli 2014, tetapi baru bisa diproses kepolisian setelah Pemilihan Presiden 2014 usai.[2][6] [7] Karena sedang berada dalam masa kampanye Pemilihan Presiden 2014, Polisi memutuskan untuk menunda proses laporan hingga bulan Agustus 2014.[7] Pada pemeriksaan awal, pihak Polri meminta keterangan dari pelapor, yaitu Hendry di bulan Agustus 2014, kemudian dilanjutkan pemeriksaan terhadap Joko Widodo sebagai korban pada 10 Oktober 2014.[7] Setelah bukti mencukupi, tim cyber crime Polri langsung melakukan penyergapan.[7] Arsyad ditangkap di rumahnya di Gang Jum, Kelurahan Kampung Rambutan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Kamis pagi, 23 Oktober 2014, pukul 07.00. Saat itu Arsyad tengah tertidur sepulang mengantarkan dua adiknya di sekolah.[4] Empat polisi yang tidak menggunakan seragam resmi masuk ke rumah dan menunjukkan surat penangkapan serta gambar-gambar di telepon seluler kepada Arsyad.[4] Saat Arsyad hendak dibawa, Ibu Arsyad, Mursyidah, mengamuk dan membuang barang-barang di rumahnya.[8] Ia pun sempat lari ke tepi Kali Cipinang dengan niat bunuh diri.[8] Polisi kemudian menenangkan dan menyatakan bahwa tujuan penangkapan tersebut adalah untuk melindungi Arsyad.[8] Arsyad ditahan dengan tuduhan utama melanggar pasal pornografi No 44 tahun 2008 tentang pornografi.[9] Selain itu ia juga dikenai pasal 310 dan 311 KUHP tentang penghinaan secara tertulis.[9] Pihak Polri menyita 1 barang bukti, yaitu akun Facebook atas nama "Arsyad Assegaf (anti Jokowi)".[7] Proses hukumPada 29 Oktober 2014, pelapor Henry Yosodiningrat menyatakan bahwa Joko Widodo sebagai korban telah sepenuhnya memaafkan Arsyad, namun berkaitan dengan kasus pornografi, proses hukum terhadap Arsyad tetap dilanjutkan.[10] Tak lama setelah penangkapannya, Arsyad menunjukkan tanda-tanda depresi.[11] Arsyad sempat dilarikan ke RS Polri pada hari kamis, 30 Oktober 2014.[12] Begitu tiba di rumah sakit, ia diberi makan dan diinfus selama beberapa jam.[12] Setelah perawatan selesai, ia segar kembali.[12] Ibu Arsyad, Mursyidah, diketahui juga dalam kondisi lemah karena menolak untuk makan.[4] Keesokan harinya, 31 Oktober 2014, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon menemui orang tua Arsyad di Ciracas, Jakarta Timur, dan menyatakan ingin membantu proses penangguhan Arsyad yang ketika itu sudah ditahan, dengan menyiapkan tim pengacara.[13]. Sebelum bertemu dengan petugas kepolisian, Fadli Zon memberikan pernyataan bahwa pemerintah tidak seharusnya mengkriminalisasi wong cilik, dan hukum harus bisa tegas kepada siapa pun yang melanggar, baik wong cilik maupun pejabat tinggi negara.[14] Pada hari yang sama, ia dan keluarga Arsyad mengunjungi Arsyad di Bareskim dan menyampaikan bahwa kasus ini berlebihan dan merupakan bentuk politisasi hukum dan cari muka.[15][3] Ia juga mempertanyakan mengapa polisi tidak memproses kasus-kasus penghinaan terhadap dirinya dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.[11][3] Setelah rapat dengan petugas kepolisian selesai, Fadli Zon menyatakan bahwa polisi telah bekerja sebagaimana mestinya.[11] Fadli Zon menyatakan bahwa ternyata polisi telah memproses kasus-kasus penghinaan terhadap dirinya dan Prabowo Subianto.[11] Pada 1 November 2014, Mursyidah, ibu Arsyad, beserta suaminya, Syafruddin, menemui Presiden Joko Widodo dan Iriana Widodo.[4] Dalam pertemuan ini, Joko Widodo menyatakan secara langsung bahwa ia telah sepenuhnya memaafkan Arsyad dan menjamin penangguhan penahanan.[4] Mursyidah juga menerima sejumlah uang sebagai modal usaha dari Iriana Widodo.[16] Penangguhan penahanan dan hukumanPada 3 November 2014, Polri memberikan penangguhan penahanan dengan beberapa pertimbangan, antara lain jaminan dari pelaku untuk tidak melarikan diri, merusak barang bukti, maupun mengulangi perbuatannya. Ia diantar ke rumahnya oleh empat orang penyidik Polri.[17] Keluarga MA, dibantu warga juga mengadakan syukuran di rumahnya atas penangguhan penahanan tersebut.[18][17] Meski mendapat penangguhan penahanan oleh pihak kepolisian, Muhammad Arsyad tetap tak lepas dari sanksi sosial yang diberikan warga di lingkungan rumahnya, berupa kewajiban untuk membersihkan mushalla selama satu minggu dan wajib lapor dua kali seminggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis.[19] Namun karena bukan termasuk jenis delik aduan, proses hukum terhadap Arsyad tetap dijalankan.[20] Penculikan dan pencabulan anak di bawah umurArsyad kembali berulah dengan menculik anak di bawah umur dan menyekapnya di puncak, setidaknya dua kali setelah dibebaskan. Diduga ia merencanakan pencabulan namun terburu ketahuan oleh warga setempat yang mendengar tangisan anak tersebut. Arsyad sudah pernah melakukan hal serupa di masa lalu namun dibebaskan karena anak tersebut juga telah dikembalikan ke orangtuanya. Polisi menemukan jejak gambar anak-anak di kamar Arsyad sehingga menduga Arsyad mengidap pedofilia.[21][22] Fadli Zon menyatakan bahwa ia tidak lagi memberikan bantuan untuk kasus kedua ini.[23] TanggapanTerkait kasus Imen tersebut, aktivis medsos yang juga pengkritik Presiden Jokowi, Jonru Ginting mengatakan bahwa Orde Baru jilid dua telah hadir.[24] Sementara menurut politikus PDIP Eva Kusuma Sundari mengatakan bahwa kasus Imen bukan isu personal Jokowi melainkan publik.[25] Lihat pulaReferensi
Daftar pustaka
|