Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Motivasi pelayanan publik

Motivasi pelayanan publik (bahasa Inggris: public service motivation) merupakan upaya yang dilakukan oleh seorang pegawai sektor publik dalam memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.[1] Istilah "pelayanan publik" telah didefinisikan oleh United Nations Development Programme (UNDP) sebagai berikut: "Pelayanan publik mencakup (1) orang yang bekerja di administrasi publik yang dipekerjakan oleh pemerintah; (2) layanan yang dibiayai oleh pemerintah; dan (3) motivasi individu untuk berkontribusi pada kesejahteraan bersama masyarakat." Dengan kata lain, pelayanan publik bisa dijelaskan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh orang-orang yang dipekerjakan oleh pemerintah dalam administrasi publik, layanan yang didanai oleh pemerintah, dan dorongan individu untuk berpartisipasi dalam kebaikan bersama masyarakat.

Selanjutnya, Syamsir mendefinisikan motivasi pelayanan publik sebagai "motivasi altruistik umum untuk melayani kepentingan komunitas, negara, bangsa, atau umat manusia".[2] Dalam konteks ini, motivasi pelayanan publik mengacu pada dorongan umum untuk melayani kepentingan masyarakat, negara, atau umat manusia secara keseluruhan.

Perry, Hondeghem, dan Wise mendefinisikan Motivasi Pelayanan Masyarakat (Public Service Motivation / PSM) sebagai "kecenderungan individu untuk merespon motif yang berasal terutama atau secara unik dari institusi atau organisasi publik." Ini adalah kecenderungan untuk menyediakan layanan demi kebaikan masyarakat.[3] Dengan kata lain, PSM mengacu pada kecenderungan individu untuk menanggapi motif yang khusus atau utama dalam konteks institusi atau organisasi publik, seperti tugas kewarganegaraan dan kasih sayang, yang umumnya terkait dengan entitas publik.

Jadi, secara keseluruhan, pelayanan publik adalah pekerjaan yang dilakukan oleh individu yang dipekerjakan oleh pemerintah dalam administrasi publik, yang melibatkan layanan yang didanai oleh pemerintah, dan didorong oleh motivasi untuk berkontribusi pada kesejahteraan bersama masyarakat. Motivasi pelayanan publik merujuk pada dorongan umum untuk melayani kepentingan masyarakat, negara, atau umat manusia secara keseluruhan.

Kinerja Pelayanan Publik

Brewer dan Selden membedakan tiga aspek kunci dalam kinerja: efisiensi, efektivitas, dan keadilan. Rainey juga mengidentifikasi dua dimensi utama, yaitu kompetensi dan respons, yang terkait dengan kinerja publik.[4] Boyne  menyimpulkan bahwa terdapat lima dimensi penting dalam kinerja penyedia layanan publik, termasuk hasil (kualitas dan kuantitas), efisiensi, hasil layanan (dampak, nilai, dan keadilan), responsivitas (kepuasan warga dan staf), serta hasil demokrasi (kejujuran dan akuntabilitas).[5]

Pendekatan multidimensi ini mencerminkan konsep nilai kinerja publik, yang berpendapat bahwa kinerja harus dinilai dengan berbagai kriteria.[6][7] Beberapa peneliti berpendapat bahwa tidak ada satu cara tunggal yang dapat secara tepat mewakili kinerja penyedia layanan publik. Brewer berpendapat bahwa kinerja publik adalah sesuatu yang relatif subjektif karena hal itu tergantung pada penentuan tugas dan peran organisasi pelayanan publik serta karyawan mereka.[8] Ini juga menunjukkan bahwa biasanya terdapat pemangku kepentingan yang mendefinisikan apa yang dianggap sebagai kinerja yang "baik" dan menetapkan indikator yang digunakan untuk menilai kinerja. Hal ini mengindikasikan bahwa konsep kinerja dapat berubah dari waktu ke waktu dan juga bervariasi antara berbagai konteks. Sebagai contoh, harapan terhadap polisi akan sangat berbeda dengan harapan terhadap sekolah karena masing-masing memiliki nilai-nilai masyarakat yang berbeda.

Hubungan Motivasi Publik dengan Peningkatan Kinerja

Karyawan yang memiliki tingkat Motivasi Pelayanan Masyarakat (Public Service Motivation/PSM) yang tinggi cenderung menunjukkan kinerja individu yang lebih baik.[9] Hal ini terutama berdampak pada kinerja dan perilaku mereka sendiri, dan oleh karena itu, melalui proses manajemen sumber daya manusia, dapat mempengaruhi kinerja keseluruhan organisasi.[10] Kinerja individu dalam konteks ini mengacu pada kontribusi yang diberikan oleh individu untuk mencapai tujuan organisasi publik. Misalnya, karyawan di sekolah, polisi, atau rumah sakit memiliki peran yang sangat penting dalam kinerja organisasi mereka karena mereka sering memberikan layanan kepada masyarakat.[11][12]

Namun, penting untuk diingat bahwa definisi kinerja individu dapat bervariasi luas karena tugas-tugas yang harus dilakukan oleh individu untuk mendukung visi dan misi organisasi ditentukan oleh konteks institusi tersebut. Sebagai contoh, bagaimana seorang guru di sekolah berkontribusi terhadap visi dan misi sekolahnya mungkin sangat berbeda dari peran seorang petugas polisi dalam organisasi publik. Tuntutan yang mereka hadapi, termasuk jenis layanan yang mereka berikan dan perilaku yang diperlukan untuk mencapai tujuan visi dan misi tersebut, juga dapat berbeda secara signifikan.[13]

Karyawan yang bekerja dalam penyedia layanan publik berada dalam lingkungan yang dipengaruhi oleh norma dan standar yang lebih luas, serta kriteria yang harus mereka ikuti. Tidak hanya tugas-tugas yang diminta dari karyawan tersebut bervariasi antara penyedia layanan publik yang berbeda, tetapi juga dapat berubah dari waktu ke waktu. Dasar teoritis untuk hubungan antara Motivasi Pelayanan Masyarakat (Public Service Motivation/PSM) dan kinerja didasarkan pada proses identifikasi dan komitmen.[14]  Seorang karyawan dalam layanan publik yang memiliki PSM yang tinggi cenderung lebih bersemangat untuk mengenali dan melaksanakan pekerjaan mereka serta lebih berkomitmen untuk mencapai tujuan organisasi dibandingkan dengan karyawan yang memiliki PSM yang rendah. Meskipun beberapa penelitian empiris telah menemukan hubungan positif yang signifikan antara PSM dan kinerja individu dalam organisasi publik setelah proposisi ini, ada juga penelitian yang tidak menemukan hubungan positif, menemukan hubungan sebagian, atau hanya menemukan hubungan tidak langsung.

Motivasi Pelayanan Masyarakat (Public Service Motivation/PSM) dan kinerja individu, dengan tingkat PSM yang lebih tinggi cenderung menghasilkan kinerja yang lebih baik. Brewer  juga menyatakan bahwa kita dapat mengantisipasi hubungan positif antara PSM dan kinerja karena karyawan layanan publik akan cenderung lebih termotivasi dan berkomitmen kuat dalam melaksanakan tugas-tugas mereka dalam konteks publik, yang pada gilirannya dapat menghasilkan kinerja yang unggul jika PSM-nya tinggi.[15] Menurut Van Loon, faktor kepublikan (publicness) adalah aspek penting dalam hubungan antara PSM dan kinerja. Meskipun beberapa diskusi baru-baru ini telah mencoba memusatkan perhatian pada ide "menjalankan pemerintahan seperti bisnis" dengan argumen bahwa menerapkan insentif pasar dan manajemen mirip dengan perusahaan swasta dapat meningkatkan kinerja penyedia layanan publik, temuan penelitian menunjukkan bahwa faktor kepublikan tetap sangat relevan bagi kinerja pelayanan publik.[16]

Referensi

  1. ^ Haris, Rillia Aisyah (2018-07-25). "MOTIVASI PELAYANAN PUBLIK (PUBLIC SERVICE MOTIVATION) DALAM PENINGKATAN KINERJA SEKTOR PUBLIK". PUBLIC CORNER (dalam bahasa Inggris). 13 (1): 34–51. doi:10.24929/fisip.v12i1.461. ISSN 2621-475X. 
  2. ^ Syamsir, Syamsir (2014-12-12). "Public Service Motivation and Socio Demographic Antecedents among Civil Service in Indonesia". BISNIS & BIROKRASI: Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi. 21 (1). doi:10.20476/jbb.v21i1.4038. ISSN 2355-7826. 
  3. ^ Perry, James L.; Hondeghem, Annie; Wise, Lois Recascino (2010-08-31). "Revisiting the Motivational Bases of Public Service: Twenty Years of Research and an Agenda for the Future". Public Administration Review (dalam bahasa Inggris). 70 (5): 681–690. doi:10.1111/j.1540-6210.2010.02196.x. 
  4. ^ "Understanding and Managing Public Organizations, 6th Edition | Wiley". Wiley.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-09-06. 
  5. ^ Boyne, George A. (2002-01). "Public and Private Management: What's the Difference?". Journal of Management Studies (dalam bahasa Inggris). 39 (1): 97–122. doi:10.1111/1467-6486.00284. ISSN 0022-2380. 
  6. ^ "Public Values and Public Interest". press.georgetown.edu (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-09-06. 
  7. ^ "Home". www.oecd-ilibrary.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-09-06. 
  8. ^ Brewer, Bill (2006-08). "Perception and Content". European Journal of Philosophy (dalam bahasa Inggris). 14 (2): 165–181. doi:10.1111/j.1468-0378.2006.00220.x. ISSN 0966-8373. 
  9. ^ Perry, James L.; Wise, Lois Recascino (1990). "The Motivational Bases of Public Service". Public Administration Review (dalam bahasa Inggris). 50 (3): 367–73. 
  10. ^ "APA PsycNet". psycnet.apa.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-09-06. 
  11. ^ "APA PsycNet". psycnet.apa.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-09-06. 
  12. ^ Atwater, Leanne E.; Ostroff, Cheri; Yammarino, Francis J.; Fleenor, John W. (1998-09). "SELF-OTHER AGREEMENT: DOES IT REALLY MATTER?". Personnel Psychology (dalam bahasa Inggris). 51 (3): 577–598. doi:10.1111/j.1744-6570.1998.tb00252.x. ISSN 0031-5826. 
  13. ^ Jørgensen, Torben Beck; Bozeman, Barry (2007-05). "Public Values: An Inventory". Administration & Society (dalam bahasa Inggris). 39 (3): 354–381. doi:10.1177/0095399707300703. ISSN 0095-3997. 
  14. ^ "Perry, J.L. and Wise, L.R. (1990) The Motivational Bases of Public Service. Public Administration Review, 50, 367-373. - References - Scientific Research Publishing". www.scirp.org. Diakses tanggal 2023-09-06. 
  15. ^ Brewer, M.S.; Rojas, M. (2008-02). "CONSUMER ATTITUDES TOWARD ISSUES IN FOOD SAFETY". Journal of Food Safety (dalam bahasa Inggris). 28 (1): 1–22. doi:10.1111/j.1745-4565.2007.00091.x. ISSN 0149-6085. 
  16. ^ Van Loon, Anne F. (2015-07). "Hydrological drought explained". WIREs Water (dalam bahasa Inggris). 2 (4): 359–392. doi:10.1002/wat2.1085. ISSN 2049-1948. 
Kembali kehalaman sebelumnya