Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Monarkianisme

Tertulianus

Monarkianisme merupakan sebuah istilah yang berasal dari Tertulianus untuk menyebut keyakinan bidaah yang begitu menekankan kesatuan Allah sehingga menolak Putra ilahi sebagai pribadi yang sendiri.[1] Ajaran ini mengajarkan bahwa Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus adalah penampakan dari keallahan yang abstrak dan tak terjangkau.[2] Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Allah memang esa dan tunggal secara mutlak.[3] Sedangkan Anak Allah dan Roh Kudus itu hanyalah manifestasi dari Allah.[3] Oknum yang menjadi manusia, menderita dan bangkit itu adalah Allah (Bapa) itu sendiri.[3] Oleh karena itu kadang kala Monarkianisme disebut dengan patripassionisme yang berarti Bapa yang menderita.[3] Para pengikut ajaran ini disebut dengan Monarkian.[4] Hal ini dikarenakan mereka berpegang teguh pada kesatuan dan ketunggalan dari keilahian.[4] Sebenarnya, monarkianisme muncul dalam usaha untuk menghindari politeisme yang terjadi pada abad kedua.[5] Kecenderungan akan politeisme itu muncul akibat gereja yang saat itu berubah haluan dari alam pikiran Palestina ke alam pikiran Yunani.[5] Ajaran ini terbagi dua yaitu Monarkianisme Dinamis dan Monarkianisme Modalistis.[4]

Monarkianisme Dinamis

Menurut monarkianisme dinamis, dalam manusia Yesus berkaryalah suatu daya atau suatu kekuatan yang ilahi tetapi impersonal.[5] Pandangan ini menganggap bahwa Yesus diangkat menjadi Putra Allah.[5] Yesus bukanlah sungguh sungguh Allah melainkan manusia ilahi.[5] Yesus yang manusia itu pada saat Ia dibaptiskan atau saat kebangkitan-Nya diangkat menjadi Putra Allah.[5] Kaum Monarkian Dinamis menganggap hal ini sebagai aktivitas atau energi Allah.[4] Tokoh dari monarkianisme dinamis adalah Theodotus dari Byzantium.[4]

Monarkianisme Modalistis

Monarkianisme modalistis juga berpegang teguh pada kesatuan dan ketunggalan Allah.[4] Allah itu hanya satu pribadi saja sedangkan Putra dan Roh Kudus merupakan cara lain Allah menampakkan diri-Nya.[5] Pandangan ini berusaha menghilangkan perbedaan antara Bapa dan Putra.[5] Tokoh dari pandangan ini yang pertama adalah Praxeas.[4] Ia mengemukakan bahwa Allah secara keseluruhan haddi di dalam diri Yesus.[4] Nama Bapa, Putra dan Roh Kudus adalah gelar yang berbeda yang diberikan kepada satu oknum yang ilahi yaitu Allah.[4]

Referensi

  1. ^ (Indonesia)Gerald O'Collins, SJ. & Edward G Farrugia, SJ. 1996, Kamus Teologi. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 204.
  2. ^ Konferensi Wali Gereja. 1996, Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 318.
  3. ^ a b c d (Indonesia)C. Groenen, OFM. 1988, Sejarah Dogma Kristologi. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 107.
  4. ^ a b c d e f g h i (Indonesia)Linwood Urban. 2006, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. hlm. 68.
  5. ^ a b c d e f g h Nico Syukur Dister OFM. 2004, Teologi Sistematika 1 -- Allah Penyelamat. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 132.
Kembali kehalaman sebelumnya