Model Transendental merupakan salah satu pendekatan Teologi Kontekstual yang melihat bahwa realitas bukan sebagai yang "ada di luar" dan lepas dari pengenalan manusia melainkan berada pada dinamika kesadaran diri.[1] Model Transendental bukan berpusat pada pewartaan Injil atau tradisi tetapi bertitik tolak pada pengalaman religius dan pengalaman yang menyangkut diri sendiri.[1] Ada beberapa prasangka mengenai model transendental yaitu bahwa model transendental mengajak seseorang untuk kembali melakoni kehidupannya sebagai orang Kristen yang memiliki pengalaman kultural, religuis dan ungkapan iman yang khas sebagaimana keadaan subjek tersebut.[1] Prasangka lain yaitu bahwa menurut model transendental pewahyuan ilahi tidak terletak "di luar" tetapi terjadi pada pengalaman manusia.[1] Selain itu terdapat juga prasangka bahwa meskipun kenyataan subjektivitas berbeda-beda namun proses pemahamannya tetap sama.[1] Oleh karena itu model transendental dipahami sebagai proses penyingkapan diri seseorang atau kami(subjek) berdasarkan hasil dari analisis situasi historis, geografis, sosial dan budaya.[1] Dengan kata lain model ini menekankan keaslian subjek. Beberapa tokoh yang menggunakan pendekatan model transendental antara lain: Sallie McFague dan Justo L. Gonzales.[1]
Terminologi
Kata Transendental mengacu pada metode transendental yang diungkapkan oleh Immanuel Kant pada abad ke delapan belas.[2] Kemudian pada abad ke dua puluh dikembangkan oleh beberapa pemikir seperti Pierre Rousselot, Joseph Marechal, Karl Rahner dan Bernard Lonergan.[2] Mereka berusaha menterjemahkan "intelektual" yang asli menurut pemikiran Thomas Aquinas sebagai subjektifitas dan kesadaran historis.[2]
Referensi
^ abcdefg(Inggris) Stephen B. Bevans. ModelsofContextualTheology. USA: Orbis Books.
^ abc(Inggris) Otto Muck. TheTranscendentalMethod. New York: Herder and Herder.