Miryang adalah sebuah kota yang terletak di provinsi Gyeongsang Selatan, Korea Selatan.[1] Kota ini merupakan salah satu objek wisata populer di Korea Selatan karena pemandangannya yang indah.[1] Letak Miryang berada di 800 meter di atas permukaan laut dan dilewati oleh Sungai Miryang (Miryanggang).[1]
Miryang Arirang
Miryang Arirang adalah variasi lagu rakyat Arirang yang berkembang di Miryang.[2] Namun, berbeda dengan Arirang dari wilayah lain yang bernada sedih, Miryang Arirang dinyanyikan dalam nada riang gembira dan penuh energi dengan tempo 3/4.[3] Hal ini dikarenakan warga Miryang sejak dahulu memiliki kekayaan alam yang melimpah dibandingkan daerah lain di Korea.
Miryang Baekjeong Nori
Miryang Baekjeong Nori adalah pementasan kesenian tradisional rakyat Miryang pada saat Hari Baekjeong setiap tanggal 15 bulan ke-7 kalender lunar. Festival ini dinamakan juga Kkombaegi Cham Nori atau Hari Pelayan. Pada zaman Dinasti Joseon, pada Hari Pelayan, para pelayan akan diperlakukan dengan istimewa, dihidangkan dengan masakan, permainan dan tari-tarian. Pada saat ini kesenian ini dipentaskan oleh warga lokal sebagai hiburan. Mereka mengenakan kostum layaknya pelayan atau pembantu pada masa lalu. Pementasan kesenian yang diadakan antara lain sendratari dan permainan yang bertema sindiran terhadap kaum bangsawan.
Jalur No.24
Wilayah sekitar Miryang dikelilingi oleh pegunungan dan persawahan yang dilewati oleh Jalur No.24, akses jalan raya sepanjang 46 km dari Eonyang ke Ulsan. Jalur ini dikenal sebagai sarana untuk mengakses berbagai objek wisata dan menikmati pemandangan di sekitarnya, terutama pada saat musim gugur. Seongnamsa atau Kuil Seongnam terletak tak jauh dari Jalur No.24. Kuil ini merupakan kuil Buddha yang dikelola khusus oleh para biksuni.
Gunung yang mengelilingi Miryang antara lain Jaeyaksan, Baegunsan, dan Gajisan yang mana menjadi berwarna-warni pada musim gugur. Para petani setempat menjual berbagai produk buah-buahan segar khas musim gugur di piggir-pinggir jalur ini, seperti buah apel, kesemek dan jujube.
Yeongnamnu adalah sebuah paviliun yang terletak di lembah yang menghadap Sungai Miryang.[1] Paviliun ini dianggap sebagai salah satu dari 3 paviliun tercantik Korea di samping Bubyeongnu di Pyeongyang dan Chokseongnu di Jinju.[1] Pada tahun 1600-an, pada masa pemerintahan Raja Myeongjong (Dinasti Joseon), paviliun ini menjadi terkenal karena menjadi latar belakang legenda Arang, seorang gadis yang dibunuh dan arwahnya bangkit untuk membalas dendam atas kematiannya.[4]
Sajapyeong
Sajapyeong adalah lokasi ladang Eulalia yang terletak di dataran tinggi Gunung Jaeyak (1189 m).[5] Dataran setinggi 800 meter yang terletak di antara puncak Sumi dan Saja ini dikenal sebagai objek wisata musim gugur.[6] Sajapyeong banyak dikunjungi wisatawan dari bulan Oktober sampai November dimana kelopak bunga Eulalia mekar.
Kuil Pyochung atau Pyochungsa adalah sebuah kuil yang terletak di kaki Gunung Jaeyak.[7] Kuil ini didirikan pada tahun 654 oleh Biksu Wonhyo pada masa pemerintahan Ratu Jindeok dari kerajaan Silla (bertahta 647-654).[8] Kuil Pyochung dikelilingi beberapa gunung yang masih memiliki kawasan hutan pinus yang masih terjaga, yakni Hwangaksan, Gwallyongsan, Yeongchwisan dan Unmunsan. Di Kuil ini terdapat beberapa peninggalan sejarah yang menjadi harta nasional antara lain sebuah pohon juniper Cina berusia 300 tahun, pembakar dupa tertua di Korea (cheongdonghameunhyangwan, harta nasional nomor 75), pagoda tiga tingkat yang menyimpan sariraSakhyamuni Tathagata. Di sekitar kuil, di kawasan kaki Gunung Jaeyak, terdapat beberapa mata air terjun yang dipercaya berkhasiat menyembuhkan penyakit. Air terjun Geumgang yang berketinggian 25 meter ini konon digunakan oleh Raja Heungdeok dari Silla Bersatu (bertahta 826-836) untuk menyembuhkan penyakit kusta putranya.
Pada masa Dinasti Joseon, Kuil Pyochung adalah kediaman dari Biksu Samyeong yang terkenal karena perlawanannya terhadap para penginvasi pada masa Perang Imjin pada tahun 1590-an.
Cheonhwangsan
Cheonhwangsan (Gunung Cheonhwang) adalah gunung yang berdekatan dengan Miryang. Gunung ini dikenal akan fenomena es yang terbentuk di pertengahan musim panas dan mencair pada musim dingin. Ketika udara mengalir ke lembah melalui celah yang sempit, udara tersebut didinginkan oleh aliran dingin air bawah tanah menjadi 8 °C.[1] Dengan terus bertiupnya udara dingin, tekanan pun meningkat. Saat angin dingin ini mengalir melewati celah di antara bebatuan di bagian bawah lembah, tekanan udara turun dan suhu pun turun di bawah nol derajat. Udara dingin menghasilkan es di permukaan bebatuan di ketinggian hanya 700 meter. Area dengan wilayah es terluas dilindungi sebagai monumen alam.
Prasasti Pyochung
Miryang Pyochungbi atau Prasasti Pyochung Miryang adalah sebuah prasasti yang terletak di Kuil Heungje, Miryang.[8] Prasasti setinggi 2,7 m dan lebar 96 cm ini diukir oleh Biksu Samyeong dan didirikan pada tahun 1742 atau tahun ke-18 masa pemerintahan Raja Yeongjo dari Dinasti Joseon.[1] Nama lain prasasti ini adalah Prasasti Pendeta Samyeong.[1] Pyochungbi dikenal dapat menangis yang artinya merupakan suatu pertanda atau ramalan bahwa akan terjadi peristiwa besar yang melanda Korea.[8] Pyochungbi seperti mengeluarkan tangisan berupa air selama 7 hari sebelum Reformasi Gabo pada tahun 1894, 17 hari sebelum Jepang menjajah Korea pada tahun 1910, 19 hari sebelum Pergerakan 1 Maret 1919, 25 hari sebelum Perang Korea meletus, 5 hari sebelum kudeta militer 16 Mei 1960, dan 5 hari sebelum pembunuhan presiden Park Chung-hee pada tanggal 26 Oktober 1979.[8]