Memoar Pulau Buru
Memoar Pulau Buru adalah catatan-catatan pribadi Hersri Setiawan tentang kehidupannya sebagai tahanan politik Orde Baru.[1] Tulisan-tulisan ini ia buat setelah hidup sebagai eksil di Belanda.[1] Catatan-catatan ini kemudian disusun menjadi sebuah buku untuk menayangkan rekaman refleksi-refleksi tersebut.[1] Selain untuk dirinya sendiri, ia menulis buku ini untuk menyuarakan penderitaan rekan-rekan sesama tahanan politik di Pulau Buru.[1] Sebuah memoar yang ditulis secara pribadi tentang arti opresi, kelaparan, perlakukan sadis, penghinaan, pembunuhan, serta penghancuran martabat bagi orang-orang tersebut.[2] Isi BukuBuku ini menggambarkan kepada pembaca tentang bagaimana sebuah musibah politik berdampak pada kehidupan seseorang, khususnya untuk seseorang yang mendapapatkan cap tahanan politik.[3] Misalnya bagaimana penulis menyatakan kesadarannya secara penuh terkait cap tahanan politik, kemudian eks-tahanan politik yang disematkan kepadanya.[4] Penulis menegaskan bahwa hal tersebut adalah konsekuensi logis dari pilihannya sebagai anggota aktif gerakan kebudayaan dan organisasi politik, Lekra.[4] Perasaan dendam dan dengki jarang ditemukan pada tulisan-tulisan di buku memoar ini, meskipun diksi bernada mengejek kekuasaan Orde Baru tetap dapat ditemui.[4] Melalui tulisan "Hadiah Ulang Tahun Anak", penulis menuturkan bahwa luka hati yang mendalam oleh sebab pengalamannya sebagai tapol, ia mampu menghadapi semua hal tersebut secara reflektif.[5] Ia juga mengungkapkan bahwa pertemuannya dengan sesama eks-tahanan politik yang tak seberuntung dirinya masih tetap menimbulkan empati yang mendalam.[5] Pada artikel "Tentang Keluarga Savanajaya", penulis menceritakan tentang salah satu unit kamp di Pulau Buru, desa Savanajaya yang disiapkan untuk para tahanan politik yang datang bersama istri dan anaknya.[6] Yaitu anggota-anggota keluarga yang turut dibuang karena dituduh terlibat dalam peristiwa G30S/PKI.[6] Di artikel ini juga penulis ceritakan bagaimana ia ditugaskan sebagai pemimpin persiapan kunjungan pejabat pusat ke desa tersebut, meskipun posisi tersebut menimbulkan kontroversi tersendiri di antara para tahanan politik di Pulau Buru.[7] Daftar IsiDaftar isi ini dikutip dari cetakkan kedua buku "Memoar Pulau Buru" yang terbit pada bulan Juli tahun 2004.[8]
Referensi
|