Masjid Ummil Qura
Masjid Ummil Qura adalah sebuah masjid di Kabupaten Agam, Sumatera Barat yang berdiri sejak tahun 1907.[1] Masjid ini terletak pada sebuah desa yang bernama Bancah yang berada di tepian Danau Maninjau.[2] Nama Ummil Qura berasal dari bahasa Arab yang berarti ibu negeri atau pusat nagari (desa di Minangkabau). Tahun berdirinya masjid ini sebelum masa kemerdekaan dan tepatnya pada tahun 1907 menunjukkan usia mencapai lebih dari 100 tahun. Sampai saat ini, telah dilakukan berbagai renovasi, termasuk penggunaan keramik pada lantai, tanpa mengubah bangunan asli.[2] ArsitekturArsitektur Masjid Ummil Qura dicirikan dengan atap berbentuk segi empat sebanyak empat tingkatan; antara tingkatan atap terdapat banyak jendela-jendela kecil. Tingkatan berikutnya terdapat dua tingkatan yang berbentuk patung dengan banyak segitiga di ujungnya, terakhir puncak masjid yang dihiasi oleh perpaduan bulan dan bintang. Setiap lengkungan antara pilar-pilar di sekeliling dinding masjid memberikan keunikan sendiri. Jika beralih masuk ke dalam masjid, maka terlihat langit-langit dengan susunan bilah papan yang rapi tanpa celah. Dinding masjid dihiasi kaligrafi bertuliskan bahasa Arab yaitu Surah Al-Fatihah dan QS Al-Baqarah ayat 46 yang memiliki arti yaitu "dan minta tolonglah kalian semuanya dengan penuh sabar dan melaksanakan shalat. Sesungguhnya shalat adalah hal yang berat (untuk didirikan) kecuali atas orang-orang yang takut (terhadap Allah).[2] Atap masjid ditopang oleh sembilan buah pilar penyangga dan satu buah tiang yang berada di tengah-tengah. Pada setiap tiang, terdapat seni berupa gambar masjid yang mengambarkan masjid zaman kuno.[2] LingkunganLingkungan masjid masih asri dan tidak begitu signifikan renovasi yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Sebagaimana umumnya masjid di Minangkabau, masjid ini memiliki kolam-kolam yang berada di setiap sudut masjid. Sebelum adanya listrik yang masuk, maka kolam ini dijadikan sebagai tempat berwudu bagi santri dan jemaah walaupun kolam tersebut berisikan ikan air tawar milik para kyai dengan berbagai ukuran dapat ditemukan.[2] Beberapa daerah di Sumatera Barat merujuk pada fungsi masjid sebagi pusat pengembangan kegiatan keagamaan dan kegiatan dasar keislaman. Tradisi Minangkabau mengajarakan anak laki-laki yang sudah baliq untuk tidur di masjid.[2] Pranala luarReferensi
|