Masjid Niujie adalah sebuah masjid bersejarah yang terletak di Beijing, Republik Rakyat Tiongkok.[1][2] Masjid yang telah mengalami renovasi dan perluasan beberapa kali ini merupakan pusat komunitas MuslimBeijing yang jumlahnya mencapai 200 ribu jiwa. Arsitekturnya memperlihatkan campuran desain khas Tiongkok-Islam.[3] Masjid terbesar di Beijing ini juga menjadi titik awal masuknya Islam di daratan Tiongkok.[4]
Pada tahun 1215 dihancurkan oleh tentara Mongol, kemudian dibangun kembali pada 1443 periode Dinasti Ming dan secara signifikan diperluas pada 1696 pada zaman Dinasti Qing. Sejak zaman Dinasti Qing, pasar di sekitarnya terkenal untuk perdagangan daging sapi dan daging kambing hingga saat ini. Nama masjid sebenarnya adalah Lǐbàisì, yang diberikan oleh Kaisar Chenghua pada tahun 1474, karena terletak di Jalan Sapi (Niu berarti sapi dan Jie berarti jalan), masjid ini disebut Masjid Niujie sampai sekarang.
Masjid telah mengalami tiga renovasi sejak berdirinya Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 1949, masing-masing pada tahun 1955, 1979 dan 1996.
Niujie adalah wilayah padat berpopulasi 13.000 warga Muslim yang membentang dari utara ke selatan, sekitar satu mil di sebelah barat Kuil Surga.[5] Kawasan ini dipenuhi oleh toko-toko yang menjual masakan Muslim oleh penjualnya yang mengenakan peci putih.[2] Dinamakan Niujie karena warga di wilayah ini menjual masakan halal, terutama daging sapi maka dinamakan Niujie atau "Jalan Sapi".[5]
Arsitektur
Masjid Niujie memiliki arsitektur bangunan tradisional Tiongkok dan Arab.[1] Luas keseluruhan komplek masjid mencapai 6,000 m².[2] Beberapa komponen bangunannya antara lain ruangan ibadah, menara azan (bangge lou), menara pengamat bulan yang berbentuk heksagonal, serta dua buah paviliun tempat ukiran prasasti.[1]
Gerbang masuk berhadapan dengan tembok besar bertumpuan marmer berwarna putih yang panjangnya sekitar 40 meter.[1] Menara pengamat bulan yang terletak di dalam komplek berarsitektur heksagonal dan bertingkat dua.[1] Menara ini tingginya 10 meter, digunakan untuk mengetahui posisi bulan guna menentukan kalender Islam contohnya waktu berpuasa.[1][3] Masjid Niujie dibangun dengan arsitektur kayu menyimpan beberapa prasasti bersejarah.[3]
Di sebelah menara terdapat ruangan ibadah, aula utama daripada masjid yang memiliki luas 600 m².[3] Ruangan ini hanya terbuka bagi Muslim dan berkapasitas untuk 1,000 jamaah[3] Ruangan ibadah menghadap kiblat dan halamannya berada di sebelah timur.
Interior bangunan didekorasi dengan arsitektur khas Tiongkok dan sentuhan desain Arab.[2] Arsitektur khas Qing jelas terlihat pada desain aula utama ini. Langit-langit di depan aula didekorasi dengan panel persegi, yang pada tiap sudutnya dilukis dengan desain lingkaran berwarna merah, kuning, hijau dan biru.[6] Pola dekorasi ini serupa dengan pola yang digambar di aula utama di Istana Terlarang.[6]Kaligrafiayat-ayat Al Quran dalam aksara Arab dan Tiongkok, lukisan bunga, serta hiasan kaca berwarna menghiasi ruangan ini.[1][2] Ruangan ini hanya dapat menampung 1,000 jamaah dan terdiri atas 3 buah koridor yang lapang.[3] Terdapat pula 21 buah tiang yang menyangga bagian dalam bangunan. Ruangan ibadah ini dinamakan juga dengan nama Aula Tungku.[3] Di belakang ruangan terdapat paviliun heksagonal (segi enam) yang membuat aula utama tampak seperti tungku, oleh karena itu dinamakan demikian.
Di luar bangunan utama, terdapat dua buah paviliun yang pada salah satunya terdapat prasasti batu yang menuliskan tentang sejarah masjid.[1] Prasasti batu tersebut merekam pernyataan Kaisar Kangxi dari Dinasti Qing setelah dilaksanakannya renovasi besar tahun 1696.[6] Prasasti tersebut menuliskan tentang tanggal pembangunan masjid serta tanggal renovasi dan penambahan bangunan di setiap periode sejak Dinasti Liao (907-1125).[6] Restorasi masjid pada masa pemerintahan Kangxi akhirnya menjadikan bentuknya yang dipengaruhi arsitektur Qing yang juga terlihat pada bangunan-bangunan utama yang didesain pada masa itu.[6]
Di bagian selatan komplek terdapat hutan cemara dan 2 buah makam bertuliskan aksara Arab milik 2 orang imam asal Persia yang berdakwah di sini, yakni makam Ahmad Burdani (dengan angka tahun 1320) dan Ali (tahun 1283). Tulisan di makam tersebut sangat penting dalam memaparkan tentang sejarah Islam di Tiongkok.
Menara adzan (minaret) memiliki 2 tingkat dan terletak di tengah-tengah halaman. Pada awalnya menara ini dibangun untuk menyimpan teks tulisan. Pada masa berikutnya mulai digunakan sebagai menara adzan.[3] Saat waktu salat tiba, muazzin akan naik ke menara dan melakukan azan untuk memanggil orang-orang untuk beribadah.[3] Selain itu, komplek masjid juga memiliki perpustakaan yang menyimpan teks Al Quran dan pernah dijadikan sebagai tempat percetakan.[3] Di sebelah selatan halaman masjid terdapat tempat mengambil air wudhu untuk pria dan wanita.