Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

 

Konvensi tentang Kejahatan Dunia Maya

Konvensi tentang Kejahatan Dunia Maya adalah perjanjian internasional yang mengatur perlindungan bagi masyarakat terhadap kejahatan dunia maya dengan tingkat kejahatan biasa. Penyelenggaraan konvensi ini diadakan pada tahun 2001 dan kewenangan atas penetapan isi perjanjiannya diberikan kepada Majelis Eropa. Ketentuan mengenai kejahatan dunia maya yang dibahas dalam konvensi ini meliputi kejahatan yang dilakukan melalui internet dan jaringan komputer. Pembahasan di dalamnya meliputi pelanggaran terkait hak cipta, komputer, pornografi anak-anak dan keamanan jaringan. Selain itu, di dalam konvensi ini terdapat serangkaian prosedur dan kekuatan untuk perlindungan yang meliputi penelusuran jaringan komputer dan intersepsi.[1]

Konvensi tentang Kejahatan Dunia Maya merupakan konvensi pertama yang membahas mengenai kejahatan dunia maya.[2] Pada awalnya, Konvensi tentang Kejahatan Dunia Maya hanya diberlakukan oleh negara-negara di Eropa. Pada perkembangan selanjutnya, aksesi dan ratifikasi terhadap konvensi ini dapat dilakukan oleh negara-negara lain di dunia yang memiliki komitmen untuk mengatasi kejahatan dunia maya.[3]

Pertimbangan awal

Konvensi tentang Kejahatan Dunia Maya diselenggarakan atas dasar beberapa pertimbangan yang berkiatan dengan Majelis Eropa, kebutuhan akan kebijakan tindakan kriminal, dan penanganan kejahatan dunia maya seiring perkembangan teknologi digital dan teknologi komputer. Majelis Eropa memilik tujuan untuk membentuk kesatuan antarnegara anggotanya. Selain itu, Majelis Eropa juga memerlukan kerja sama dengan negara lain yang bukan anggotanya. Konvensi ini juga diselenggarakan karena adanya kebutuhan akan kebijakan tindakan kriminal yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan dunia maya. Kedudukan kebijakan kriminal ini menjadi salah satu prioritas di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, perubahan-perubahan teknologi akibat digitalisasi, konvergensi dan globalisasi jaringan komputer menyebabkan munculnya tindakan pidana yang dapat dihilangkan bukti pelanggarannya. Beberapa pertimbangan ini kemudian membentuk kesadaran akan perlunya kerja sama internasional antarnegara dan antarindustri swasta untuk pemanfaatan, pengembangan dan perlindungan teknologi informasi bagi kepentingan yang sah.[4]

Pembuatan draf

Sebanyak 41 negara anggota Majelis Eropa memulai pengadaan penyelarasan kebijakan hukum pidana internasional mengenai kejahatan dunia maya. Komite Eropa tentang Masalah-Masalah Kriminal kemudian membentuk Komite Pakar Kejahatan di Dunia Maya. Komite ini terdiri dari para pakar ahli yang dijadikan sebagai panitia penyusunan draf Konvensi tentang Kejahatan Dunia Maya.[5] Pembentukan komite ini diadakan pada bulan November 1996. Publikasi terhadap draf ini diadakan pada bulan November 2000 kepada publik melalui internet untuk dijadikan sebagai bahan diskusi. Pada publikasi pertama ini, draf yang dipublikasikan hanya 19 konsep pertama. Draf hingga konsep ke-25 dipublikasikan pada bulan Desember 2000. Draf nota penjelasan selesai disusun pada bulan Februari 2001 sebagai pelengkap draf Konvensi tentang Kejahatan Dunia Maya. Pada pertemuan ke-50 yang diadakan pada bulan Juni 2001, draf akhir dari Konvensi tentang Kejahatan Dunia Maya diajukan untuk memperoleh persetujuan dari Komite Eropa tentang Masalah-Masalah Kriminal. Draf akhir ini terbagi menjadi 4 bab. Bab pertama membahas tentang terminologi. Bab kedua membahas tentang berbagai tindakan hukum pidana materiil dan hukum acara di tingkat nasional domestik bagi negara anggota. Bab ketiga membahas mengenai kerja sama internasional. Sedangkan bab keempat berisi ketentuan penutup.[6]

Penyelenggaraan

Konvensi tentang Kejahatan Dunia Maya diadakan di Budapest, Hungaria. Tanggal penyelenggaraannya pada 23 November 2001. Konvensi ini bertujuan untuk menghasilkan instrumen internasional yang membahas tentang kejahatan dunia maya. Pengadaan konvensi ini termasuk kerja sama untuk mengatasi kejahatan dunia maya secara internasional. Konvensi tentang Kejahatan Dunia Maya dimasukkan ke dalam Seri Perjanjian Eropa dengan nomor seri 185.[7]

Ruang lingkup

Konvensi tentang Kejahatan Dunia Maya melakukan kategori khusus untuk memberikan batasan tentang kejahatan dunia maya. Dalam konvensi ini, kejahatan dunia maya dimasukkan sebagai bentuk kriminalisasi perilaku. Kriminalisasinya dimulai dari akses ilegal serta gangguan data dan sistem komputer.[8] Delik mengenai akses ilegal meliputi pengaksesan komputer tanpa adanya kewenangan, penyadapan pengiriman dan pemancaran informasi melalui komputer, serta menyalahgunakan perlengkapan komputer. Selain itu, pemalsuan dan penipuan yang memanfaatkan komputer, serta pornografi anak-anak juga dimasukkan sebagai kejahatan dunia maya dalam konvensi ini. Konvensi tentang Kejahatan Dunia Maya juga memuat delik terkait hak cipta.[9]

Pemberlakuan

Penandatangan pertama terhadap Konvensi tentang Kejahatan Dunia Maya dilakukan pada bulan November 2001.[10] Sebanyak 43 negara telah menandatangani Konvensi tentang Kejahatan Dunia Maya sejak tahun 2004 yang menjadi tahun pemberlakuan konvensi ini. Negara-negara penandatangan sebagian besar tergabung dalam Uni Eropa. Sementara negara di luar Uni Eropa yang turut menyetujui konvensi ini antara lain Amerika Serikat, Kanada, Jepang dan Afrika Selatan.[11] Pemberlakuan secara efektif dari Konvensi tentang Kejahatan Dunia Maya minimal dengan kondisi telah diadakan ratifikasi oleh lima negara peserta. Tiga diantaranya harus merupakan negara anggota Majelis Eropa.[12]

Referensi

  1. ^ World Intellectual Property Organization (2008). Ekspresi Kreatif: Pengantar Hak Cipta dan Hak Terkait untuk Usaha Kecil dan Menengah (PDF). Kamar Dagang dan Industri Indonesia. hlm. 62. 
  2. ^ Syariffudin, Muhammad Reza (2021). Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: Kencana. hlm. 14. ISBN 978-623-218-906-5. 
  3. ^ Situmeang, Sahat Maruli T. (2020). Cyber Law (PDF). Bandung: CV. Cakra. hlm. 14. 
  4. ^ Sugeng (2020). Hukum Telematika Indonesia. Jakarta: Kencana. hlm. 92–93. ISBN 978-623-218-303-2. 
  5. ^ Basiang, Martin (2016). Kirana, Widya, ed. The Contemporary Law Dictionary (edisi ke-2). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 115. ISBN 978-602-03-3062-4. 
  6. ^ Arief, Barda Nawawi (2018). Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan. Jakarta: Kencana. hlm. 253–254. ISBN 978-979-3925-83-7. 
  7. ^ Syaefudin, M. A. F., Sudewo, F. A., dan Rizkianto, K. (2021). Nasrudin, Moh., ed. Hukum Siber: Perbandingan Indonesia dan Malaysia. Pekalongan: PT Nasya Expanding Management. hlm. 104. ISBN 978-623-6293-82-9. 
  8. ^ Maskun, dkk. (2020). Korelasi Kejahatan Siber dan Kejahatan Agresi dalam Perkembangan Hukum Internasional. Makassar: CV. Nas Media Pustaka. hlm. 139. ISBN 978-623-6941-05-8. 
  9. ^ Sagala, M. J. P., dkk. (2021). Rikki, Alex, ed. Hukum dan Cybercrime. Yayasan Kita Menulis. hlm. 94. ISBN 978-623-342-178-2. 
  10. ^ Yustani, W., dkk. (2018). Keamanan Sistem Informasi. Sidoarjo: Zifatama Publishing. hlm. 21. ISBN 978-602-5815-29-4. 
  11. ^ Maulitasari, D., dan Passarella, R. (2020). Teori dan Sejarah Citra Forensik. UPT. Penerbit dan Percetakan Universitas Sriwijaya. hlm. 17. ISBN 978-979-587-861-2. 
  12. ^ Amirulloh, M., Padmanegara, I., dan Anggraeni, T. D. (2009). Kajian EU Convention on Cybercrime Dikatikan dengan Upaya Regulasi Tindak Pidana Teknologi Informasi (PDF). Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional. hlm. 1. 
Kembali kehalaman sebelumnya