Kongres Aksara Jawa (bahasa Jawa: Konggrès Aksara Jawa atau disingkat KAJ) adalah kegiatan yang diselenggarakan untuk membahas perkembangan, pelestarian, dan permasalahan cara penulisan aksara Jawa. Kongres aksara Jawa pertama kali digelar di Sriwedari, Surakarta pada tahun 1922, dan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2021.
Sejarah
Pada masa prakemerdekaan Indonesia, kongres aksara Jawa pernah digelar pada tahun 1922 di Sriwedari, Surakarta. Kongres tersebut dihadiri oleh perserikatan guru (terdiri dari Normaalschool dan Kweekschool), perserikatan bahasa Jawa, Balai Pustaka, pejabat pemerintah, dan perwakilan empat keraton penerus Mataram (terdiri dari Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman). Tujuan dari kongres ini adalah untuk menyusun sebuah pedoman penulisan aksara Jawa karena banyaknya orang-orang yang mempunyai interpretasi sendiri-sendiri dalam gaya penulisan aksara Jawa, padahal semakin banyak terbitan-terbitan cetak yang menggunakan aksara Jawa. Setelah beberapa tahun melakukan penyusunan, pada tahun 1926 kongres ini menghasilkan Wawaton Panyeratipun Tembung Jawi mawi Sastra Jawi dalasan Angka ("Pedoman Penulisan Kata Jawa dengan Aksara Jawa dan Angka") atau lebih dikenal sebagai Wewaton Sriwedari.[1]
Pada masa pascakemerdekaan Indonesia, setelah hampir satu abad vakum, kongres aksara Jawa digelar kembali pada tanggal 22 hingga 26 Maret 2021 di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.[2] Kongres Aksara Jawa I dihadiri oleh wakil akademisi, praktisi, masyarakat umum, budayawan, birokrat, perwakilan UNESCO, Mendikbud, Gubernur DI Yogyakarta, dan Jawa Tengah. Tujuan dari Kongres Aksara Jawa I ini adalah untuk membahas tentang semakin minimnya penggunaan dan literasi aksara Jawa, standarisasi transliterasi aksara Jawa ke alfabet Latin, dan proses digitalisasi aksara Jawa.[3][4][5] Selain itu, kongres ini juga akan mengangkat permasalahan penggunaan pedoman tata tulis aksara Jawa oleh masyarakat Jawa pada umumnya, yaitu antara penggunaan pedoman Wewaton Sriwedari dari Kongres 1922,[6]Mardi Kawi dari W.J.S. Poerwadarminta,[7] dan Pedoman Penulisan Aksara Jawa dari Kongres Bahasa Jawa.[8] Hasil dari Kongres Aksara Jawa I diharapkan dapat menyelesaikan perbedaan penggunaan tata tulis tersebut.[9][10]
Keputusan-keputusan penting
Kongres Aksara Jawa I
Kongres Aksara Jawa I yang digelar di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 22 hingga 26 Maret 2021 terdiri dari empat komisi. Setiap komisi menghasilkan beberapa keputusan penting. Komisi I menetapkan dan memutuskan standarisasi transliterasi aksara Jawa ke alfabet Latin yang diberi nama Javanese General System of Transliteration (JGST), transliterasi aksara Jawa ke abjad Pegon, dan Pedoman Umum Jawa Latin (PUJL). Komisi II menetapkan dan memutuskan pedoman umum penulisan aksara Jawa yang terdiri dari dua pola, yaitu pola prasajan (simplified) dan pola lawasan (traditional).[11][12] Komisi III menetapkan dan memutuskan standarisasi tata letak papan tombol aksara Jawa yang diberi nama Natāksara dan standarisasi fon aksara Jawa. Komisi IV menetapkan dan memutuskan dibentuknya tim untuk mendampingi dan mengawal hasil keputusan kongres hingga dibuatkannya regulasi. Selain itu, Komisi IV juga menetapkan dan memutuskan kebijakan-kebijakan di bidang birokrasi, publik, dan akademik.[11]
^Darusuprapta (2002). Pedoman Penulisan Aksara Jawa. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara bekerja sama dengan Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Tingkat I Jawa Tengah, dan Daerah Tingkat I Jawa Timur. ISBN979-8628-00-4.
^ abAndriadi, Rully (2021-03-31). "Siaran pers terkait keputusan Kongres Aksara Jawa I — Grand Mercure, 22-26 Maret 2021". Kedaulatan Rakyat. Lingkar Yogya. hlm. 9.
^"Aksara Jawa Anjayeng Bawana"(PDF). Sempulur : kalawarti mbangun bangsa lumantar budaya. Nomer: 40/I-2021. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta. 2021. hlm. 13. OCLC777758731. ...pinara wonten kalih pérangan, inggih punika cara lawasan (traditional), lan kanthi cara prasajan (simplified).