Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Komunikasi antarbudaya

Komunikasi Antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi diantara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosial ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini.[1] kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh masyarakat serta berlangsung dari generasi ke-generasi.[1]

Saat melakukan komunikasi dengan orang lain yang berbeda budaya, kita sering dihadapkan pada perbedaan bahasa, aturan, hingga norma yang membedakan kita dengan orang lain tersebut. Kita harus menghadapi perbedaan budaya tersebut agar komunikasi dapat berjalan secara efektif. Komunikasi antara manusia yang berbeda budaya mungkin saja membutuhkan kemampuan untuk mengakomodasikan komunikasi yang terjadi, tetapi kita harus juga tetap ingat bahwa hal ini tidak akan terjadi secara otomatis. Kita perlu ingat bahwa komunikasi yang terjadi antarbudaya yang berbeda dapat menjadi suatu komunikasi yang penuh dengan hambatan, tetapi dapat pula dikatakan bahwa komunikasi yang terjadi akan efektif sama dengan saat kita berkomunikasi dengan orang yang memiliki kesamaan budaya dengan kita. Semua itu tergantung pada kemampuan kita untuk memahami budaya orang yang berkomunikasi dengan kita.[2]

Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konferensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain.[3] sedangkan Fred E.Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka diantara orang-orang yang berbeda budayanya.[4] Komunikasi lintas budaya memungkinkan kita untuk berkomunikasi secara lebih efektif dengan orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dari kita, sehingga masing-masing pihak dapat lebih memahami perbedaan budaya yang ada. Setelah masing-masing pihak memahami adanya perbedaan dalam perilaku komunikasi mereka, akan lebih mudah untuk mencapai kesamaan maksud dan tujuan dari masing-masing individu.[5]

Intercultural communication generally refers to face-to-face interaction among people of diverse culture.[4]

Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.[6] Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan:

  1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan;[6]
  2. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama;[6]
  3. Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;[6]
  4. Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara.[6]

Hakikat Komunikasi Antarbudaya

Enkulturasi

Tarian adalah salah satu bentuk enkulturasi budaya yang ditransmisikan sejak kecil

Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur (budaya) ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kita mempelajari kultur, bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok, teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru utama dibidang kultur. Enkulturasi terjadi melalui mereka.[7]

Akulturasi

China dan Inggris yang berakulturasi

Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur seseorang dimodifikasi melalui Kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain.[7] Misalnya, bila sekelompok imigran kemudian berdiam diamerika Se rikat (kultur tuan rumah), kultur Mereka sendiri akan dipengaruhi oleh kultur Tuan Rumah ini.berangsur-angsur, nilai-nilai cara berperilaku, serta kepercayaan dari kultur Tuan Rumah akan menjadi bagian dari kultur kelompok imigran itu. pada waktu yang sama kultur Tuan Rumah pun ikut berubah.[7]

Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarbudaya

Fungsi Pribadi

Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.[6]

Pendeta Budha Jepang menyatakan identitas melalui baju yang dikenakan
  • Menyatakan Identitas Sosial[6]

Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang.

  • Menyatakan Integrasi Sosial[6]

Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi. Dan prinsip utama dalam proses pertukaran pesan komunikasi antarbudaya adalah: saya memperlakukan anda sebagaimana kebudayaan anda memperlakukan anda dan bukan sebagaimana yang saya kehendaki. Dengan demikian komunikator dan komunikan dapat meningkatkan integrasi sosial atas relasi mereka.

  • Menambah Pengetahuan[6]

Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing.

  • Melepaskan Diri atau Jalan Keluar[6]

Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau mencri jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan komunikasi seperti itu kita namakan komunikasi yang berfungsi menciptakan hubungan yang komplementer dan hubungan yang simetris.

Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai perlaku yang berbeda.[6] Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan.[6] Sebaliknya hubungan yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling becermin pada perilaku lainnya.[6] Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya.[6]

Fungsi Sosial

Fungsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktik komunikasi antarbudaya di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarluaskan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.

  • Menjembatani[6]

Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.

  • Sosialisasi Nilai[6]

Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.

Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya. Misalnya menonton tarian hula-hula dan "Hawaian" di taman kota yang terletak di depan Honolulu Zaw, Honolulu, Hawai. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya.

Prinsip-Prinsip Komunikasi Antarbudaya

Gagasan umum bahwa bahasa memengaruhi pemikiran dan perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis linguistik. Pada akhir tahun 1920-an dan disepanjang tahun 1930-an, dirumuskan bahwa karakteristik bahasa memengaruhi proses kognitif kita. Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang dunia.

  • Bahasa Sebagai Cermin Budaya[7]

Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Makin besar perbedaan antara budaya (dan, karenanya, makin besar perbedaan komunikasi), makin sulit komunikasi dilakukan.Kesulitan ini dapat mengakibatkan, misalnya, lebih banyak kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas (bypassing).

  • Mengurangi Ketidak-pastian[7]

Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidak-pastian dan ambiguitas dalam komunikasi. Banyak dari komunikasi kita berusaha mengurangi ketidak-pastian ini sehingga kita dapat lebih baik menguraikan, memprediksi, dan menjelaskan perilaku orang lain. Karena letidak-pasrtian dan ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan lebih banyak waktu dan upaya untuk mengurangi ketidak-pastian dan untuk berkomunikasi secara lebih bermakna.

  • Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya[7]

Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness) para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif. Positifnya, kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada. ini mencegah kita mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.

  • Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya[7]

Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun kita selalu menghadapi kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya.

  • Memaksimalkan Hasil Interaksi[7]

Dalam komunikasi antarbudaya - seperti dalam semua komunikasi - kita berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekuensi yang dibahas oleh Sunnafrank (1989) mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh, orang akan berintraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, anda mungkin menghindarinya. Dengan demikian, misalnya anda akan memilih berbicara dengan rekan sekelas yang banyak kemiripannya dengan anda ketimbang orang yang sangat berbeda.

Kedua, bila kita mendapatkan hasil yang positif, kita terus melibatkan diri dan meningkatkan komunikasi kita.[7] Bila kita memperoleh hasil negatif, kita mulai menarik diri dan mengurangi komunikasi.[7]

Ketiga, kita mebuat prediksi tentang mana perilaku kita yang akan menghasilkan hasil positif.[7] dalam komunikasi, anda mencoba memprediksi hasil dari, misalnya, pilihan topik, posisisi yang anda ambil, perilaku nonverbal yang anda tunjukkan, dan sebagainya.[7] Anda kemudian melakukan apa yang menurut anda akan memberikan hasil positif dan berusaha tidak melakkan apa yang menurut anda akan memberikan hasil negatif.[7]

Hambatan

Terdapat tujuh hambatan dalam komunikasi antarbudaya:

  1. Fisik
  2. Budaya
  3. Persepsi
  4. Motivasi
  5. Pengalaman
  6. Emosi
  7. Bahasa
  8. Kompetisi

Referensi

  1. ^ a b Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss. Human Communication:Konteks-konteks Komunikasi. 1996. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hal. 236-238
  2. ^ Desideria (28 Oct 2016). Komunikasi Antarbudaya (SKOM4318) (PDF). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. hlm. 1.3. ISBN 979011138X. 
  3. ^ Andrik Purwasito. Komunikasi Multikultural. 2003. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal. 123
  4. ^ a b Fred E. Jandt. Intercultural Communication, An Introduction. 1998. London. Sage Publication. Hal. 36
  5. ^ Desideria; Sediyaningsih, Sri; Mani, Festati Broto; Rachman, Ace Sriati; Karim, Lalalo Loina (2014). Komunikasi Antarbudaya (dalam bahasa Indonesian). 2. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. hlm. 1–27. ISBN 978-979-011-138-7. 
  6. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r Alo Liliweri. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. 2003. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hal. 11-12,36-42
  7. ^ a b c d e f g h i j k l m n Joseph A. Devito. Komunikasi Antarmanusia. Kuliah Dasar. Jakarta. Professional Books. Hal. 479-488

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya