Komando Distrik Militer 0104
Komando Distrik Militer (Kodim) 0104/Aceh Timur adalah komando pelaksana Komando Resor Militer 011/Lilawangsa, yang bersifat kewilayahan dan berkedudukan langsung di bawah Danrem 011/Lilawangsa.[1] Kodim 0104/Aceh Timur mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pembinaan kemampuan, kekuatan dan gelar kekuatan, menyelenggarakan pembinaan teritorial untuk menyiapkan wilayah pertahanan di darat dan menjaga keamanan wilayah Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Tamiang dan Kota Langsa dalam rangka mendukung tugas pokok Korem 011/Lilawangsa. Markas Kodim 0104/Aceh Timur berada di Kota Langsa, kurang lebih 400 km dari kota Banda Aceh. Kodim 0104/Aceh Timur terdiri dari 32 Komando Rayon Militer yang tersebar di wilayah Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Tamiang dan Kota Langsa. Ke-32 SejarahLATAR BELAKANG PEMBENTUKAN. Pembentukan Kodim 0104/Aceh Timur sebagai satuan teritorial di jajaran Korem 011/Lilawangsa dilatarbelakangi peristiwa-peristiwa penting yang bersifat nasional. Periode Perang Kemerdekaan (1945-1950). Cikal bakal satuan teritorial di Aceh Timur terbentuk bersamaan dengan tumbuhnya kekuatan rakyat pasca Proklamasi 17 Agustus 1945 yaitu Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang dibentuk oleh Teuku Nyak Arif. Kekuatan-kekuatan rakyat bersenjata ini menggabungkan diri menyusun TKR dan akhirnya menjadi TNI. TNI berasal dari kekuatan-kekuatan rakyat bersenjata, maka pada saat itu belum dikenal adanya satuan teritorial karena kegiatan TNI adalah kegiatan rakyat. Untuk semakin memperkokoh kekuatan dalam mengusir penjajah Belanda, sistem dan organisasi TNI semakin disempurnakan, termasuk sistem kegiatan TNI yang berhubungan dengan rakyat. Bersamaan dengan itu, terjadi Agresi Militer Belanda I tanggal 21 Juli 1947 yang mengakibatkan ditawan dan dibuangnya Presiden RI oleh Belanda. Pimpinan TNI kemudian mengambil keputusan untuk melakukan perlawanan gerilya dan membentuk pemerintahan militer dengan menunjuk beberapa gubernur militer khususnya di Jawa dan Sumatera. Selanjutnya, untuk mengembangkan aksi-aksi gerilya dalam rangka melawan agresi Belanda, dibentuk kantong-kantong gerilya yang disebut wehrkreise. Dalam proses ini terjalin hubungan yang harmonis dan solid antara TNI dan rakyat yang ada di kantong gerilya. Rakyat menjadi sumber dan sarana untuk kepentingan intelijen, logistik dan amunisi serta penggandaan kekuatan bagi TNI. Periode 1950-1960 Pada masa ini Pemerintah RI menghadapi berbagai pemberontakan bersenjata dengan motif ideologi, politik dan ekonomi, seperti PKI di Madiun, DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh, PRRI/Permesta di Sumatera dan Sulawesi, RMS di Maluku serta pemberontakan-pemberontakan bersenjata lainnya dalam skala yang lebih kecil. Pada periode ini dibentuk embrio Koter berupa Bintara Onder Distrik Militer (BODM), yakni seorang bintara disertai beberapa pembantu yang bertugas membina potensi masyarakat di tingkat kecamatan untuk menghadapi pemberontakan bersenjata. Sasaran pembinaan adalah mewujudkan dan meningkatkan resistensi masyarakat terhadap ideologi pemberontak serta mampu melakukan perlawanan seperti pada era perjuangan kemerdekaan melalui wadah-wadah perjuangan seperti Organisasi Keamanan Desa (OKD) yang kemudian disempurnakan menjadi Organisasi Perlawanan Rakyat (OPR) dan kemudian Perlawanan Rakyat (Wanra). Pembentukan embrio satuan teritorial secara resmi di wilayah Aceh Timur dilaksanakan seiring dengan pembentukan Komando Daerah Militer Aceh (KDMA) terhitung mulai tanggal 22 Desember 1956 berdasarkan Surat Keputusan No. KPTS 358/XII/1956 tanggal 27 Desember 1956, yaitu dengan pembentukan BODM (Bintara Onder Distrik Militer) di 16 wilayah kecamatan, yaitu di Kuala Simpang, Karang Baru, Seruway, Serba Jadi, Langsa Kota, Rantau Selamat, Peureulak, Idi Rayeuk, Darul Aman, Julok, Simpang Ulim, Nurussalam, Bendahara, Tamiang Hulu, Manyak Payed, dan Kejuruan Muda. Keterlibatan rakyat dalam kegiatan teritorial sangat aktif dengan perekrutan rakyat dalam kegiatan-kegiatan BODM. Mengingat keterbatasan TNI saat itu, tidak semua BODM mempunyai markas yang permanen. Markas BODM ada yang menempati bekas bangunan Belanda seperti BODM Julok, sedangkan BODM yang lain ada yang menumpang rumah masyarakat, atau kantor dinas lain. Berdasarkan Penetapan Kasad No. TAP 0-5 tanggal 5 Agustus 1958, KDMA berubah menjadi Kodam I/Iskandar Muda dengan otoritas membawahi 2 Korem, 3 Batalyon, 9 Kodim dan 131 Koramil. Periode 1960-1965 Pada masa ini, di samping masih menghadapi sisa-sisa pemberontakan bersenjata, TNI juga mulai menghadapi pengaruh PKI yang sejak pasca Pemilu 1955 terus mengembangkan organisasinya dari tingkat nasional sampai ke desa-desa dengan membentuk berbagai organisai buruh, tani, pemuda, pelajar dan sebagainya. Oleh sebab itu, TNI (khususnya TNI AD) mengambil langkah-langkah untuk menangkal upaya PKI untuk mengganti Pancasila dengan komunisme. Dalam bidang organisasi, TNI memekarkan organisasi Koter yang semula Puterpra ditingkatkan menjadi Koramil, PDM ditingkatkan menjadi Kodim semetara Resimen Infanteri dilikuidasi dan dibentuk Korem sebagai unsur Koter yang membawahi Kodim serta Brigade Infanteri sebagai unsur Satpur yang membawahi batalyon-batalyon. Pada tingkat yang lebih tinggi TT telah diubah menjadi Kodam. Tupok dan fungsi Koter pada era ini selain membina potensi masyarakat secara fisik, juga lebih khusus diarahkan pada sasaran non-fisik yaitu resistansi terhadap komunisme dan mempertahankan Pancasila. SatuanSatuan pelaksana yang ada di bawah Kodim 0104/Aceh Timur:
KomandanDaftar Dandim 0104/Aceh Timur dari masa ke masa:
Referensi
|